Chereads / Leandra / Chapter 9 - Confusing!

Chapter 9 - Confusing!

Aku membalikkan tubuhku dan mengerang, cahaya matahari yang masuk dari celah gorden memaksaku bangkit dari alam bawah sadarku. Aku menoleh menatap tangan bertatto yang melingkar pada pinggangku, Mr.Adalson. Bagaimana bisa aku tertidur di kamarnya?

Ya, aku sedikit bersyukur celana dalamku masih terpasang dan aku belum kehilangan keperawananku. Aku menatap dagu Mr.Adalson dari bawah, ia memang tampan, bulu halus menutupi dagunya, ditambah kumis tipis yang menghiasi wajahnya. Wajahku memerah mengingat hal menjijikan yang kulakukan semalam. Gosh ... aku benar benar melakukan itu padanya. Aku membalikkan tubuhku, menyembunyikan rona merah di pipiku.

Aku terlelap setelah hal memalukan itu terjadi, sejujurnya aku meminta izin pada Mr.Adalson agar aku boleh kembali ke kamarku. Namun ia melarangku, ia tak memberikan aku sehelai pakaianpun untuk keluar dari kamarnya. Gila, aku tak mungkin keluar dari kamarnya tanpa mengenakan busana.

"Daddy! Daddy! Kau sudah pulang? Buka pintunya Daddy!" Aku tersentak mendengar gedoran kecil di pintu kamar Mr.Adalson. aku melepaskan lengannya yang melingkar di perutku, menarik selimut untuk menutupi dadaku yang tak terbungkus apapun. Itu suara Suri, seharusnya aku yang membangunkan dan menyiapkan keperluan gadis itu. Namun kini, aku malah terlelap bersama daddynya.

Aku menoleh menatap Mr.Adalson yang mengerang dan mengucek matanya perlahan, kelopak matanya mengerjap sejenak, ia menoleh menatapku sesaat lalu beranjak dari ranjangnya setelah meraih handuk untuk menutupi bagian bawah tubuhnya.

Aku mengalihkan pandanganku dengan wajah yang kuyakini kembali memerah. Aku tak percaya aku telah melihat miliknya. Dan dugaan bahwa Mr.Adalson adalah lelaki perkasa memang benar. Aku menggelengkan kepalaku... sial. Apa yang ada diotakku?

"Masuk ke kamar mandi Leandra. Jangan keluar hingga aku masuk," ucapnya dengan meraih handuk panjang, lalu melemparnya padaku.

Aku melilitkan handuk untuk menutupi tubuhku, lalu berlalu masuk kedalam kamar mandi dan mengunci pintunya rapat rapat. Sial, aku seperti selingkuhan disini. Bersembunyi dalam kamar mandi ketika orang lain datang. Tapi aku juga tak mau mengambil resiko jika suri sampai menemukanku disini.

Aku membasuh mukaku, lalu duduk berdiam diri di sisi bathup, kamar mandinya sangat besar. Bahkan ini jauh lebih besar dari kamarku dirumah.

pandanganku menoleh saat pintu kamar mandi terbuka, menampilkan Mr.Adalson yang berjalan dengan wajah yang menatapku datar. Hei, bisakah ia sedikit tersenyum? Ia membuatku tak nyaman bila seperti itu.

"Tuan, boleh-"

"Pakai pakaianmu, lalu keluar," ucapnya dengan membasuh wajahnya di westafle dengan air yang mengalir. Ia berucap santai tanpa sedikitpun memandangku. Aku mengkerutkan alisku kesal. Bisakah ia sedikit lembut? Ia sangat kasar dan, aku benar-benar merasa seperti wanita murahan di sini.

Aku beranjak bangkit keluar dari kamar mandi, lalu memakai seragam babysitterku seperti biasanya. Memakai kembali pakaianku dengan cepat dan mengabaikan suara langkah kakiknya yang melangkah keluar dari kamar mandi. Persetan dengannya. Aku sudah menduga bahwa ia memang benar-benar berengsek.

Aku menahan air mata yang bergumul di kelopak mataku, mengapa ... mengapa ia benar benar bajingan? Aku merasa kotor atas apa yang kulakukan kemarin malam. Aku mencoba menerima, namun saat aku mencoba menerima perlakuannya, ia jutru memperlakukanku seolah-olah aku adalah jalangnya. Bajingan.

Lelaki itu benar-benar bajingan.

Aku membuka pintu kamarnya lalu menutup pintunya dengan pelan. Aku tak mau ada seseorang yang melihatku keluar dari kamar Mr.Adalson. sekalipun aku benar benar ingin berteriak bahwa Mr.Adalson adalah lelaki bajingan yang hanya menginginkan tubuh seorang perawan.

Aku menuruni tangga dan berusaha bersikap tenang, aku mencoba terlihat biasa saja agar semua maid disini tak menaruh sedikitpun curiga padaku. Aku mengusap air mataku cepat, menyembunyikan amarahku agar tak ada satupun yang mengetahuinya.

"Hei Leandra! Kau kemana saja? Aku mencarimu!" Aku terhentak saat sebuah suara anak kecil berteriak dengan menarik ujung rok seragamku. Aku menoleh, memandang Suri yang telah rapih dengan seragam sekolahnya. Oh Tuhan ... siapa yang memandikan dan membangunkannya? Aku benar-benar telah melalaikan pekerjaanku.

"Sayang ... maafkan aku, siapa yang memandikanmu? Kau sudah sarapan?" ucapku dengan berjongkok di hadapannya.

Ia menggeleng, menyatakan bahwa ia belum sarapan sedikitpun. "Belum. bibi Brenda yang mengurusku pagi ini. Memang kau kemana Leandra? Kau pasti susah bangun pagi ya sepertiku? Makannya jangan tertidur malam Leandra, nanti matamu seperti panda"

Aku terkekeh dan mengangguk menuruti perkataannya, gadis sekecil ini sudah mampu menasihatiku. Ia benar-benar mirip dengan daddy sialannya itu. Namun Suri masih polos, walau sedikit bawel. Namun ia tidak selicik daddynya. Justin Fuckin Adalson.

"Iya sayang, kau memang pintar"

Ia mengangguk sombong lalu berlari menuju meja makan saat Bibi Brenda mengisyaratkan bahwa sarapan sudah selesai disiapkan. Bibi Brenda menelengkan kepalanya padaku. Memberi isyarat bahwa aku harus lekas membersihkan penampilanku saat ini. Aku harus berterimakasih pada wanita itu. Ia membantuku merawat Suri tadi.

Aku berlalu menuju kamarku, menanggalkan seragamku lalu membersihkan tubuhku di bawah pancuran shower. Aku mengusap permukaan tubuhku baik baik. Aku tak akan membiarkan lelaki itu menyentuhku lagi. Aku bukan simpanannya yang dapat ia permainkan sesuka hatinya.

Lagipula apa hebatnya aku? uangnya banyak, ia dapat mencari jalang cantik untuk dijadikan pemuas nafsunya. Ah, aku lupa, ia penasaran dengan keperawananku. Mungkin ia kesulitan mencari gadis perawan yang dapat ia atur.

Aku mengenakan seragamku yang lain dan merapihkan tatanan rambutku, menguncir rambutku menjadi ikat kuda diatas kepalaku. Aku meraih sedikit bedak lalu memolesnya dipipiku. Biar bagaimanapun, aku tak boleh berpenampilan seenaknya. Aku harus tetap terlihat rapih dan layak untuk dipandang.

Aku menyemprotkan sedikit parfum lalu melangkah keluar dari kamarku, aku akan melupakan masalahku dengan bieber sialan itu dan melakasanakan tugasku sebagaimana mestinya. Tugasku juga mengurus Suri, aku harus ingat itu.

"Leandra! Sini! Suapi aku!" Suri berteriak dengan memukul mukul meja makan. Aku berjalan menghampirinya, sedikit berjongkok dan menyuapinya dengan bubur yang telah tersedia diatas meja makan. Gadis ini menerima suapan demi suapan yang aku berikan dengan lahap, pandanganku hanya berkutat pada bubur di tanganku dan suri. Aku tak sudi memandang Mr.Adalson walau aku tahu pandangannya tak lepas dariku.

"Sudah sayang? Kita berangkat sekarang." Mr.Adalson membuka suaranya dengan beranjak bangkit dari kursi yang ia dudukki.

Suri mengangguk, menenggak gelas sususnya hingga setengah lalu melompat turun dari kursi yang sebelumnya ia tempati, aku bangkit untuk berdiri, meraih tas ransel sekolahnya lalu memasangkan benda tersebut di pundaknya.

"Leandra ... " ucapnya dengan membalikkan tubuhnya "Nanti siang, buatkan aku masakan enak lagi ya?" tambahnya dengan sedikit berbisik. Aku terkekeh kecil kemudian mengangguk membiarkan ia berlari dengan meraih tangan daddynya yang tengah berjalan.

Lelaki itu menjatuhkan tatapannya padaku. Aku tahu itu. Namun lebih baik aku diam. Aku memfokuskan pandanganku pada Suri seakan aku tak memperdulikan pandangannya padaku.

"Ah ... bawakan tas kerjaku Leandra, antar ke mobil," ucapnya setelah berada di ambang pintu. Aku menatap Brenda yang telah menyipitkan pandangan matanya padaku. Tuhan ... kuharap tak ada yang menyadari apa yang terjadi antara aku dan Mr.Adalson. Lagi pula mengapa ia sempat melupakan tas kerjanya? Dasar bodoh.

Aku berlari menuju ruang kerjanya diatas, seingatku, ia selalu meletakkan tas kerjanya disini. Aku meraih tas hitam dengan tulisan 'Adalson' di sisi pinggirnya. Ini tasnya. Persis di atas meja kerjanya.

Aku berlari turun lalu melangkah keluar dari rumah, aku berjalan mendekati mobil Mr.Adalson, mobilnya masih terparkir rapih di halaman depan rumahnya. Aku mengetuk pintu mobilnya dari luar. Mengharap agar ia lekas membuka kaca mobil dan lekas pergi dari hadapanku. Ayolah, aku masih kesal dengannya menyangkut perilakunya padaku.

Kakiku melangkah mundur saat pintu mobil bagian belakang terbuka, Mr.Adalson keluar dari dalam mobil lalu menarik tengkukku dan menempelkan bibirnya dengan bibirku cepat. Sial. Itu sangat cepat bahkan aku tak dapat menghalanginya.

Ia menciumku?

Maksudku, ia menciumku di tempat seperti ini?

"Aku berangkat sayang," ucapnya rendah dengan masuk kedalam mobil yang kini melaju meninggalkan diriku yang masih berdiri mematung. Kaki terasa terpaku dan tak dapat melangkah. Apa ... apa-apaan yang ia lakukan?

.

.

.

WALAH WALAH AKALNYA SUAMI GW ADA ADA AJA YAK WKWK