Chereads / Leandra / Chapter 4 - Tuan Adalson!

Chapter 4 - Tuan Adalson!

Pagi ini aku merapihkan kamar Suri yang berantakan, gadis kecil itu sudah terbangun dan berenang dihalaman belakang bersama daddynya. Hari ini Mr. Adalson tak berangkat kekantor, dan sejujurnya aku sedikit gugup bertemu dengannya mengingat aku belum mengganti seragamku sesuai permintaannya. Bukannya aku tak mau mengikuti permintaannya, namun ayolah, ini hanya seragam. Lagi pula pakaian ini sayang jika harus kuganti dengan yang baru.

Aku melangkah turun dengan membawakan sebuah handuk kecil untuk Suri, dan handuk berukuran besar untuk Mr. Adalson melangkah menuruni tangga dan berjalan menuju kolam renang. "Leandra lihat ini! Daddy memberikanku ban air yang lucu! Baguskan?" Suri berteriak dengan tubuh yang berada diantara ban air yang ia kenakan. Aku terkekeh dan mengangguk, menyetujui apa yang gadis kecil dihadapanku katakan.

"Itu bagus," ucapku dengan mengabaikan tatapan Mr. Adalson yang kembali tertuju pada pakaianku, aku menghindari kontak mata dengannya. Lebih baik aku pura pura tidak tahu dibanding kembali mengungkit hal kemarin.

Mr. Adalson beranjak ketepi kolam, duduk di atas sana lalu beranjak untuk berjalan ke arahku, "handukku Leandra," ucapnya membuatku lekas memberikan handuk yang telah kubawa padanya. Mr. Adalson mengusap rambutnya yang pirang keemasan dengan handuk yang sebelumnya kubawa.

"Aku akan ke dalam sebentar, kau jaga suri," ucapnya dengan berjalan meninggalkan kolam renang.

"Tapi tu-" sial. Ia berlalu begitu saja tanpa mendengar perkataanku terlebih dahulu, aku tidak bisa berenang, bagaimana mungkin aku dapat menjaga suri? Ya ... kuharap gadis kecil itu tak membuat ulah atau hal menyebalkan lainnya.

Lagi pula aku akan canggung bila berada dekat dengan Mr. Adalson terus. Aku tak suka akan tatapannya yang terkadang tajam dan mengintimidasi di satu sisi.

"Leandra, leandra ... bantu aku, aku mau naik!" Suri berucap dengan menyodorkan tangannya padaku, aku berjalan untuk merapatkan tubuhku kepinggir kolam dan meraih tangan mungilnya yang menggeng- tidak. Ia menarikku.

BYUR!

"Hahaha ... kau kena Leandra! Kau basah sepertiku!" ucapnya girang dengan tertawa lantang.

Aku merontakan tubuhku sekuat tenaga, mencoba menapakkan kakiku di permukaan kolam namun sialnya kakiku tak sampai. Kolam ini terlalu dalam bagiku.

"Jangan bercanda Leandra" Suara Suri masih terus tertangkap oleh pendengaranku samar samar. Aku sungguh tidak bisa berenang, mengapa ia berfikir bahwa ini lelucon?

"Akku... tidak, tolong!" Pekikku kencang dengan mencoba mencapai permukaan air, aku tak tahu mereka dapat mendengar jelas ucapanku atau tidak. Aku hanya berusaha memunculkan kepalaku dipermukaan air, aku tidak dapat bernafas tuhan!

"Leandra ...? DADDY! DADDY TOLONG LEANDRA, DADDY! TOLONG!"

Aku menahan sesak nafasku saat merasa nafasku benar-benar habis, aku tak bisa berenang, aku takut air yang dalam, yang hanya dapat kudengar hanyalah jeritan panik Suri dan gemuruh air yang mendominasi pendengaranku, Tuhan. Aku tak bisa bertahan lagi. Aku merasa benar-benar sesak.

BYUR!

"Tenanglah Leandra, tenang" Aku terbatuk-batuk mengeluarkan air saat sebuah tangan kekar membawa tubuhku ke atas permukaan, aku memeluk tubuhnya erat dengan sedikit terisak, nafasku sesak dan dadaku sedikit sakit. Aku benar benar takut dan tak bisa berenang. "Tenanglah, kau baik-baik saja," ucapnya sekali lagi.

Aku mendongak menatap rahangnya yang sedikit ditumbuhi bulu tipis. Mr. Adalson. Aku tak sadar aku terisak dan memeluk tubuhnya sedari tadi. Ia beranjak dari kolam dan mendudukkanku di atas kursi panjang yang berada di pinggir kolam, membaringkanku dengan perlahan.

"Ambilkan minyak hangat brenda," ucapnya menoleh kearah belakang. Aku tak sadar bahwa bibi brenda dan beberapa maid lain berada di sini. Namun tak lama karena bibi Brenda lekas pergi dan mengisyaratkan kepada maid lain untuk beranjak pergi dari pinggir kolam.

Aku menatap Mr.Adalson yang membalut tubuhku dengan handuk putih yang sebelumya ia kenakan. Menyelimuti tubuhku yang sebelumnya menggigil karena dingin sekaligus takut akan kejadian yang sebelumnya.

"Leandra ... " Aku menatap Suri yang muncul dari balik tubuh Mr. Adalson, gadis itu nampak ketakutan. "Maafkan aku, aku hanya ingin membasahimu, aku tak tahu kau tidak dapat berenang"

Aku mengangguk dan tersenyum tipis padanya. Aku tahu ia hanya bermaksud jahil padaku. Ia tak bermaksud melukaiku sedikitpun. Memang aku yang bodoh, sudah dewasa tak dapat berenang.

"Kau mau kembali ke kamarmu? Kau bisa mengganti bajumu dengan pakaian hangat, hari ini kau bisa istirahat" ucap Mr. Adalson menatap mataku. Tuhan, ia seperti dewa yunani dengan hidung mancung dan tatapan mata yang tegas.

Aku mengangguk lalu beranjak secara perlahan untuk berjalan memasuki rumah melalui pintu belakang, Mr.Adalson mengekoriku di belakang, berjaga jaga apabila aku terjatuh atau semacamnya.

"Terimakasih tuan," ucapku parau dengan menunduk sesopan mungkin.

Ia mengangguk datar, lalu berlalu dengan menggendong Suri menjauh dari kamarku.

Aku menanggalkan pakaianku yang basah, lalu memakai baju terusan tebal yang menutupi sampai pahaku. Aku tak peduli aku belum memakai pakaian dalam sedikitpun. Aku kedinginan, yang kuperlukan hanya berbaring di atas ranjang dengan selimut hangat yang membalut tubuhku.

Aku menyelimuti tubuhku lalu memejamkan mataku, beruntung karena Mr. Adalson mengizinkanku beristirahat hari ini. Ya beruntung, aku merasa lelah dan mengantuk.

.

.

.

.

.

.

.

Aku mengusap kelopak mataku perlahan, memandang langit langit kamarku dengan pandangan kosong, aku tak tahu sudah berapa lama aku tertidur, namun aku yakin ini sudah amat sore atau mungkin sudah malam. Aku jadi tak enak meninggalkan pekerjaanku terlalu lama.

"Kau sudah bangun"

Aku tersentak mendengar suara berat yang menyadarkanku dari lamunanku, aku memandang Mr. Adalson yang tengah berdiri di ambang pintu. Ia menggenakan kaus hitam panjang yang melekat pas ditubuhnya, celana putih pendek, bersandar dengan tangan bersidekap di sisi dinding. Apa yang ia lakukan di sini? Ini kamarku.

Lelaki itu melangkah masuk lalu kembali menutup pintu di belakangnya. Membiarkan keheningan melanda kami saat ini.

"Tu-tuan ... " ucapku gugup dengan beringsut untuk duduk. Ia menatap tubuhku sesaat, sebelum menunjukkan sebuah bungkusan yang ia bawa.

"Ini!" Ia melempar satu bungkus pack seragam keatas ranjangku. "Ukuran yang lebih besar. Buang seragammu sebelumnya."

Seragamku? Tuhan, apakah ia masih mempersalahkan itu? Aku fikir ia sudah lupa. Lagi pula apa masalahnya? Ini hanya masalah seragam.

"Seragamku yang lama belum kukenakan semua, itu masih ba-"

"Berhenti melawanku Leandra. Ingat kau bekerja untuk siapa? Aku hanya memintamu mengganti seragammu" Ia berucap dengan sebuah penekan di setiap katanya, ia menjilat bibir bawahnya perlahan. Sedangkan aku mencoba mengalihkan pandanganku darinya.

"Kau ... kau mencoba menggodaku atau apa? Berpakaian dengan bagian dada yang ketat, memerah saat bertatap muka denganku, dan kini ... kau jelas tidak mengenakan pakaian dalammu. Itu tercetak dengan Jelas," tambahnya dengan menghembuskan nafasnya kasar.

Aku menggeleng dengan menarik selimut untuk menutupi tubuh mungilku, aku sama sekali tak berniat untuk menggodanya, aku tahu ia tampan, kaya dan memikat. Namun aku tidak semurah itu untuk menggoda duda kaya sepertinya. Hal itu sama sekali tidak terbesit di fikiranku.

"Jangan berfikir aku akan tertarik. Itu sama sekali tak berkerja. Tugasmu hanya untuk merawat Suri, bukan melakukan hal menjijikan seperti ini," ucapnya acuh lalu berbalik meraih knop pintu kamarku.

Aku meremas jemariku erat, lalu menyingkap selimutku dengan cepat. Apa yang bajingan ini katakan? Aku beranjak dari ranjang lalu berlari menarik lengannya sebelum ia dapat membuka pintu kamarku, melayangkan satu tamparan telak padanya.

Persetan dengan apa yang kulakukan, perkataannya seakan benar benar merendahkan diriku. Aku tahu, aku terpikat dengannya, aku luluh dengan tatapannya, namun aku tidak murahan seperti apa yang ia katakan.

"Apa apaan kau Leandra, kau fikir siapa dirimu?"

"Aku tak pernah berniat menggodamu Mr.Adalson. untuk apa? Apa gunanya untukku?" ucapku setengah berteriak padanya. Ia menahan tanganku yang ingin memukul tubuhnya dengan genggaman tangannya yang erat, melempar tubuhku ke atas ranjang kamarku dengan kasar, membiarkan aku meringis di atas ranjang kamarku.

Aku terdiam, memandang netra coklatnya yang memandangku tajam. Ia dilanda emosi. "Jangan pancing emosiku Leandra," gumamnya kesal dengan meremas kepalan tangannya sendiri. Ia berbalik, melangkah keluar dari kamarku, lalu membanting pintu kamarku dengan kasar.

.

.

.

.

Bersambung ...

jangan lupa vote dan comment! :)