Suri beranjak lari meninggalkan meja makan saat mendengar suara mobil yang terparkir di luar. Aku berlari kecil mengikutinya, aku rasa ia tahu bahwa daddynya akan pulang. Walau aku heran mengapa Mr. Adalson pulang secepat ini, ini masih pukul empat sore. Setahuku orang orang kantoran sepertinya akan pulang sedikit larut.
"Daddy, daddy!!" Pekiknya senang dengan melompat lompat saat pintu utama terbuka. Mr. Adalson
di sana, dengan jas hitam yang masih melekat di tubuhnya. Ia tersenyum menatap Suri yang tengah mengulurkan kedua tangannya, pertanda meminta gendongan.
"Hai sayang," ucapnya senang dengan meraih tubuh mungil Suri ke dalam dekapannya, membawa tubuh suri berputar hingga membuat gadis kecil itu tertawa. "Kau wangi, kau sudah mandi ya?" tambahnya dengan mengecup pipi suri gemas.
Suri tertawa manis dengan menampilkan deretan giginya yang putih, aku tak bohong. Ia nampak amat manis bila seperti itu. Seakan sikap menyebalkannya tadi hilang begitu saja. "Sudah, aku sudah mandi"
Mr. Adalson beralih padaku sesaat, menautkan kedua alisnya bingung dengan menatap pakaian yang kukenakan. Apa ada yang salah? Kurasa tidak. Aku hanya memakai kaus putih polos selengan dengan celana jeans yang panjang.
"Mengapa kau tidak memakai seragammu?" ucapnya dengan pandangan mata yang menatap seluruh tubuhku. Alisku menyeringit dengan bingung. Seragam? Maksudnya seragam yang digunakan para maid disini? Aku bahkan tidak tahu bahwa babysitter sepertiku memakai seragam maid juga.
"Seragam?" ulangku memperjelas.
"Ah ... aku lupa memberi tahumu tentang seragam" Ia menurunkan Suri dari gendongannya. "Semua yang bekerja di sini memakai seragam. Minta seragammu pada Bibi Brenda," ucapnya singkat lalu menarik tubuh Suri menuju ruang santai, aku rasa mereka akan menonton sebuah film, jelas sekali dari suara tv yang dinyalakan.
Aku berlalu dari tempatku berpijak. Berjalan ke halaman belakang untuk mencari di mana Bibi Brenda, seingatku, ia orang yang menyambutku saat pertama kali aku datang kesini. beruntunglah ia baik, namun tak banyak bicara.
Aku berjalan cepat mendekati seorang wanita paruh baya dengan seragam maid yang melekat di tubuhnya. Aku menyentuh tubuhnya perlahan, membuatnya lekas berbalik dan menatapku dengan senyuman hangat diwajahnya.
"Leandra ... ?" matanya memandangku dengan tatapan, 'ada apa', aku tersenyum tipis, sebelum mengutarakan maksud dan tujuanku padanya.
"Mr. Adalson memintaku mengambil seragamku padamu, kau tahu, aku belum memakai seragam"
Ia terkekeh kecil dan mengangguk, lalu menarik tanganku untuk berjalan mengikutinya. Berjalan menuju sebuah ruangan kecil dihalaman belakang, sejujurnya ini kali pertamaku berkeliaran di halaman belakang rumah Mr. Adalson, namun jangan ditanya seberapa luasnya tempat ini, Dua kali rumahku saja tak akan seluas tempat ini kurasa. Mr. Adalson
memang duda kaya.
"Kau bisa memilih yang sesuai ukuranmu, aku rasa L cukup untukmu," ucapnya lembut lalu beranjak meninggalkanku sendiri di ruangan ini.
Apa yang ia katakan?
L?
Dia fikir aku gendut begitu? Sial.
"Terimakasih Brenda," ucapku setengah berteriak padanya. Entah ia mendengar ucapan terimakasihku atau tidak, namun setidaknya, aku sudah menyampaikan hal itu.
Aku meraih sebuah seragam yang telah terbungkus plastik dengan rapih. Aku rasa ada 7 stel seragam untuk satu pack bungkusan ini. Ini masuk akal, mengingat kami tak mungkin memakai satu seragam untuk kegiatan sehari-hari.
Aku meraih sebuah bungkusan dengan ukuran M dilabel kecil yang tertempel, aku takut akan terlalu besar jika aku memakai ukuran L seperti yang Brenda sarankan.
Aku kembali ke kamarku lalu mengunci pintu kamarku dengan cepat, aku menanggalkan kaus dan celana yang kukenakan sebelumnya, lalu mengganti pakaianku dengan seragam para maid yang seharusnya kupakai, aku kira hanya para pembantu yang memakainya, aku tak menyangka seorang babysitter sepertiku harus memakai pakaian seperti ini juga.
"Hem ... " gumamku memandang pantulan diriku di cermin kamarku, pakaianku terlihat pas ditubuhku ... tunggu, apa bagian dadaku terlalu ketat? Tapi kurasa tidak, lagi pula aku tetap nyaman dan tidak merasa sempit sedikitpun.
"Leandra!! Leandra!! Kau di dalam?" Aku merapihkan dengan cepat seragamku mendengar gedoran sebuah tangan di pintu kamarku, gadis itu lagi, Suri. ada apa ia mencariku? Bukankah ia tengah menonton film bersama daddynya? Aku melangkah ke arah pintu.
"Sebentar!" Aku memutar kunci lalu membuka pintu kamarku dengan pelan "Ada ap-"
"Waw, kau lucu sekali," ucapnya menatapku yang tengah memakai seragam baruku, ia menyengir dengan kepala yang sedikit mundur. Apa kata lucu yang ia maksud memang karena aku lucu, atau dalam artian aku terlihat konyol dengan pakaian ini sehingga ia merasa ini lucu? Lupakan. Terlalu rumit.
"Ada apa sayang?" tanyaku dengan menutup pintu kamar dibelakangku.
"Daddy mengajakku bermain di luar, sekarang gantikan bajuku" Ia mengangkat kedua tangannya ke atas, memintaku agar melepas baju yang ia pakai dan memakaikannya baju pergi. Aku rasa Mr.Adalson pulang cepat karena ingin mengajak Suri jalan-jalan.
Aku menggeleng, menyembunyikan kedua tanganku di belakang tubuhku, aku tak mau ia seperti ini, ia harus belajar sedikit demi sedikit. "Kau harus mengucapkan kata 'tolong' sebelum meminta bantuan," ucapku memberi penjelasan padanya.
Seperti inikah didikan anak orang kaya? Hanya meminta tanpa rasa hormat sekalipun?
Dia harus menjadi gadis manis yang tidak manja dan bertata krama yang baik.
"Tapi kan ini tugasmu, buat apa aku meminta tolong?" balasnya dengan menarik ujung rokku agar aku lekas menggantikan pakaian yang ia kenakan tadi.
"Tetap saja, kau harus meminta tolong ketika meminta bantuan, kepada siapapun itu." Alisnya mengkerut mendengar penjelasanku. "Terserah, aku tak akan mau menggantikannya kalau begitu" tambahku dengan tersenyum menggoda.
Ia merengek, lalu menghela nafasnya dengan lelah "Baiklah, aku minta tolong Leandra, tolong gantikan bajuku, aku ingin pergi dengan daddy"
Aku menahan tawaku, sungguh ... reaksinya lucu dan mungkin aku akan tertawa bila tak menyinggung perasaannya. "Baiklah, ayo kita ganti bajumu" aku menggendong tubuhnya lalu membawanya naik menuju kamarnya. Aku melihat Mr. Adalson yang baru keluar dari kamarnya, hell. Ia nampak semakin muda dengan celana jeans dan kaus lengan panjang hitam polos yang mencetak tubuhnya.
Mr. Adalson menyipitkan matanya saat pandangannya bertemu denganku, lagi lagi, ia menatap tubuhku secara keseluruhan. Menatap pakaian yang kukenakan hingga bagian kakiku. dan sungguh itu membuatku risih. Karena aku tak tahu apa yang ia fikirkan, apa aku salah berpakaian atau apa?
"Daddy tunggu aku di sini, jangan tinggalkan aku" Suri menunjuk tangga agar daddynya berhenti di sana, lalu beralih padaku "Leandra ayo cepat!" tambahnya dengan mengguncangkan bajuku. Aku terkekeh, lalu bergegas menuju kamar suri untuk menggantikan.
Aku meraih pakaian hangatnya, lalu memasangkan pakaian untuk menutupi tubuhnya dari dinginnya udara. Suri tak banyak melawan atau berceloteh, karena aku tahu seluruh pikirannya hanya berpusat pada daddynya dan jalan jalan. Pemikiran anak kecil.
"Sudah" Ia mengangguk lalu berlari keluar dari kamarnya, tanpa terimakasih? Lihat, bocah ini memang perlu pendidikan tata krama.
Aku merapihkan pakaian suri yang berserakan lalu melangkah keluar dan menutup pintu kamarnya rapat rapat, tubuhku tersentak menatap sosok dihadapanku. Mr. Adalson. ia berdiri masih dengan perangai santainya tepat didepanku, aku fikir ia dan suri sudah pergi mengenakan mobil mereka.
"Tuan ... " ucapku membungkuk memberi hormat sesopan mungkin. Ia menatapku datar sebelum membuka suaranya.
"Ganti seragammu," ucapnya singkat dengan nada menuntut.
"Seragamku?"
Apa yang salah dengan seragamku? Ayolah. Tadi ia memintaku mengenakan seragam, dan lihat sekarang? Ia memintaku untuk mengganti seragamku. Sebenarnya apa maunya? Apa ia ingin mengerjaiku saja?
"Pilih ukuran yang lebih besar, dadamu tercetak jelas disana. Sopanlah sedikit."
Aku tergelak dengan perkataan yang ia lontarkan, benarkah? Aku tak menyangka hal ini akan menarik perhatian orang. Namun bisakah ia lebih lembut? perkataannya kasar sekali.
"Tapi tuan, aku nyaman de-"
"Terserah, tidak usah berpakaian sekalian" serobotnya ketus lalu berlalu meninggalkanku didepan kamar suri. Melangkah turun dengan cepat menuruni tangga.
Apa apaan yang ia katakan?
.
.
.
.
.
Bersambung ...