Chereads / Leandra / Chapter 2 - Putri kecil yang nakal

Chapter 2 - Putri kecil yang nakal

"Kau yakin akan keputusanmu Leandra?"

Aku mengangguk dengan mengemas baju bajuku kedalam koper. Aku akan tinggal dirumah Mr. Adalson. Hal itu merupakan konsekuensi yang harus kuambil di pekerjaan ini. Namun beruntung jarak antara rumahku dan rumah Mr. Adalson tak terlalu jauh. Hanya diperlukan sekitar 20 menit untuk sampai kesana. Sejujurnya aku tak tega pada Michelle kakak perempuanku, namun bila aku hanya diam. Aku hanya akan memberatkannya. Ia single parent. Suaminya yang bajingan meninggalkannya entah kemana.

"Ya, aku harus mandiri Michelle. Apa keponakkan tersayangku sudah bangun?" tanyaku dengan menutup koperku rapat-rapat. Selesai, aku hanya perlu berpamitan padanya, dan meyakinkan sebisa mungkin bahwa aku akan baik-baik saja.

"Ia masih tidur, aku akan sampaikan salamku padamu nanti," balasnya dengan membalas pelukanku erat, aku tersenyum dalam dekapannya. Lalu menarik tubuhku dan lekas menggeret koperku keluar dari rumah. "Aku pamit"

"Ya, selalu hubungi aku apapun yang terjadi," ucapnya dengan melambaikan tangannya padaku.

Aku menarik koperku keluar dari rumah, berjalan menuju sebuah mobil hitam yang terparkir di halaman depan rumahku. Charlos, supir Mr.Adalson, dan orang yang mengajakku bekerja sebagai baby sitter di rumah duda kaya itu menjemputku. Sebenarnya ia tak meminta izin dari Mr.Adalson. tapi karena Mr.Adalson sedang di kantor, Charlos berniat untuk menjemputku terlebih dahulu.

"Aku tak melihat Rahel?" ucapnya saat aku masuk ke dalam mobil dan menapakkan bokongku di jok samping mobil. Well, aku nampak hebat menaiki mobil milik duda kaya seperti Mr. Adalson. Katakan aku gila, tapi siapa yang mengelak untuk menumpangi mobil semewah ini?

"Ia masih tidur, dan aku tak tega membangunkannya" balasku saat Charlos mulai menjalankan mobilnya. Charlos baik, ia temanku saat di SMA dulu. Lebih tepatnya kakak kelasku, dan ia sudah cukup lama bekerja untuk Mr. Adalson.

Aku memandang bangunan disekitarku dalam diam, aku bahkan belum mengetahui seperti apa anak yang akan kuasuh. Maksudku seperti, apa yang ia suka dan apa yang ia benci. Atau, seperti apa sifatnya?

"Charlos? Kau mengenal anak Mr. Adalson ,'kan? Apa ia anak yang baik?" tanyaku dengan menoleh padanya. Ia memandangku sejenak, sebelum mengangkat kedua bahunya acuh.

"Terkadang. Ya, maksudku ia baik, namun terkadang amat manja dan semua keinginannya harus dituruti. Kadang ia rewel sekali, aku sampai kesal mendengarnya." ucapnya dengan alis berkerut. Aku fikir wajar bila seorang anak manja, ia pasti membutuhkan kasih sayang. Aku rasa bukan anak itu yang bermasalah, pasti mereka saja yang kurang sabar.

"Dan jangan coba memarahinya atau berkata kasar padanya. Mr. Adalson akan mengamuk, ia sangat memanjakan Suri," tambahnya memberi saran padaku, aku mengangguk tanpa membalas perkataannya tadi. Seharusnya Mr.Adalson tidak seperti itu, anak itu akan semakin manja dan menjadi gadis cengeng bila semua keinginannya dituruti dan tidak pernah dimarahi sedikitpun.

Lagi pula bagaimana dengan istrinya? Aku tak pernah melihat istri Mr. Adalson? mungkin wanita itu pekerja keras hingga tak sempat mengurus suri, anak mereka. Tapi entahlah, aku bahkan tak tahu istrinya seperti apa. Lagi pula itu tak penting bagiku, aku hanya harus merawat suri sebagai mana mestinya.

"Dimana istri Mr. Adalson? Apa ia bekerja?"

Charlos mengangguk, sebelum kembali membuka suaranya "Lebih tepatnya meninggalkan Mr. Adalson dan Suri demi karirnya ... mereka telah bercerai, namun masing-masing dari mereka belum ada yang kembali menikah"

Bercerai demi karirnya? Apa uang dan kebahagian yang diberikan Mr. Adalson tak cukup? Bila aku jadi dia, aku tak masalah menunda karirku demi keluargaku.

"Jika kau tahu, semua pengasuh suri paling lama bertahan dua bulan," ucapnya bergumam. Aku menoleh, memandangnya dengan mata melotot. Yang benar saja? Apa mereka lelah merawat suri, atau salah berkata di hadapan Mr. Adalson? Gila. Aku harap aku dapat bekerja setidaknya 3 bulan. Banyak keperluan yang harus kuurus.

"Apa yang terjadi?" tanyaku mencoba untuk tenang.

"Mr. Adalson memecat mereka."

Dan kini. Aku berharap bahwa gadis kecil itu anak baik baik yang tidak akan mempersulit pekerjaanku.

.

.

.

.

.

"Aku bilang aku tak mau Leandra!" Ia berteriak saat aku berusaha memakaikannya baju tidur panjangnya berwarna biru. Tangannya bersidekap, dengan pandangan mata yang menatapku kesal. Sungguh, anak ini seperti bos kecil, ia tak segan memakiku bila keinginannya tak kuturuti. Ia memang Setan kecil.

"Ayolah sayang, kau akan kedinginan bila memakai baju tak berlengan seperti itu! " Aku menyodorkan pakaian tidur yang harusnya ia kenakan, ia mengelak, ia ingin memakai baju berlengan pendek dan rok pendek saat cuaca dingin seperti ini?

"Aku tidak mau. Aku tidak usah berpakaian," ucapnya santai lalu melangkah keluar kamar dengan handuk putih yang menutupi tubuhnya. Aku beranjak dari posisiku dan berjalan mengikuti Suri dari belakang, meruntut kemanapun langkah kaki gadis itu pergi, aku tahu, aku harus bersabar dalam menghadapi gadis kecil ini.

"Suri," ucapku dengan lembut. "Kau bisa sakit bila tidak mengenakan apapun, kenakan pakaianmu." Tambahku merajuk. Aku mendekat kearahnya, memandang matanya penuh harap.

"Aku tak peduli, jika aku sakit, daddy akan selalu di rumah dan memanjakanku," balasnya tak mau kalah lalu kembali berjalan menuju dapur, ia membuka kulkas, lalu mencoba meraih sebuah ice cream sebelum aku mencegahnya.

"Tidak, pakai pakaianmu terlebih dahulu, lalu kau bisa makan ice creammu," ucapku dengan merebut ice itu dari jemari mungilnya.

"Itu milikku, daddy membelikannya untukku! Bukan untukmu Leandra!" Ia merengek dengan memukul tubuhku menggunakan kepalan tangan kecilnya. Tidak terlalu sakit, namun tetap mengganggu.

"Dengarkan aku ..." Aku menepis tangannya lembut dan menggenggam jemarinya, mencoba menahan dirinya agar tidak mengamuk. "Daddymu pasti sedih jika kau sakit, kau mau daddymu sedih? Kau tidak sayang padanya?" ucapku penuh tatapan kasihan. Mungkin gadis ini akan luluh bila aku membawa topik tentang daddynya.

Suri mengkerutkan Alisnya, lalu menggeleng dengan mantap sebelum membuka mulutnya untuk berbicara "Daddyku hebat. Ia tak pernah sedih, kau bohong"

Ya aku tak peduli Mr. Adalson memiliki rasa sedih atau tidak. Namun selayaknya orang tua manapun, pasti akan memikirkan anaknya dan sedih ketika buah hati mereka jatuh sakit.

"Mungkin ia tak menunjukkan padamu, aku tak berbohong, semua orang pasti akan sedih jika melihat orang yang mereka sayangi sakit" aku menarik tubuh mengilnya untuk mendekat, memakaikan pakaian yang sebelumnya ia tolak. Gila. Aku tak percaya ia menurut dan sama sekali tak melawan, ternyata daddynya adalah mantra yang ampuh untuh gadis kecil ini.

"Nah, sekarang aku akan mengambilkan sisir, kau bisa makan ice creammu" ucapku dengan mengembalikan ice cream yang berada di tanganku padanya. Aku berjalan menaiki tangga menuju kamar Suri, ya kamar suri dan Mr. Adalson di atas. Kamar tamu di depan, dan kamar para maid di belakan, bahkan berapa kamar maid memisah dari gedung ini, namun karena aku babysitter dan tidak bisa terlalu jauh dari suri, aku menempati kamar yang berada di dekat tangga.

Aku meraih sisir, lalu berjalan turun dan mendekati Suri yang tengah melahap ice creamnya. Aku mendekat kearahnya dan duduk dimeja makan yang bersebelahan dengannya, menyisir helaian rambut coklatnya yang halus dan wangi. Untung dia tidak keramas, jika ia keramas ia akan semakin kedinginan. Aku takut ia jatuh sakit. Aku tak mau

Mr. Adalson manyalahkanku bila Suri sampai jatuh sakit.

"DADDY!"

Sepertinya, Mr. Adalson telah kembali.

.

.

.

.

Bersambung ...