Selamat membaca 📖
Setelah menikmati sensasi makan di atas ketinggian, mereka kembali menuruni bukit. Tak butuh waktu lama, mereka meluncur meninggakan area taman wisata, dengan aletta masih saja memeluk pinggang Yudistira dengan kencang.
Yudistira memelan kan kecepatan speda motor nya, tangan nya terulur mencoba menguraikan pelukan aletta yang sangat kencang. Yudistira bukan nya tak menyukai di peluk oleh Aletta, tapi saat ini aletta ketakutan, ia ingin membebas kan pujaan hati nya dari rasa takut nya.
" a-ada apa kak?" Tanya Aletta mengangkkat kepala nya dari punggung Yudistira.
"jangan memeluk ku seperti itu Aletta!"ujar Yudistira dengan keceptan motor nya menyamai orang yang sedang jogging.
" kenapa?" Tanya Aletta yang penasaran, buan kah sharus nya lelaki yang sedang di peluk nya ini harus nya merasa senang?. Aletta bukan terlalu percaya diri, namun ini adalah kenyataan, senior nya ini pernah mengungkap kan perasaan nya, yang sayang nya di tolak oleh Aletta.
"lihat lah kesekeliling mu, tinggalkan rasa takut mu, maka kau akan melihat betapa indah nya dunia ini!" jelas yudistira pada Aletta. Tangan nya bergerak perlahan melonggarkan pelukan aletta yang masih saja kencang.
Aletta menuruti ucapan Yudistira, mengurai pelukan nya, lalu menegak kan duduk nya untuk memperhatikan sekeliling nya sesuai intruksi sang senior.
"indah bukan?" Tanya Yudistira mengusap tangan aletta yang mencengram jaket kulit milik Yudistira.
Mungkin terlihat aneh, Kenapa tidak membiar kan aletta mengguna kan jaket milik yudis tira, Jawaban nya sederhana, Yudistira mengendarai speda motor yang pasti banyak terterpa angin sedangkan dirinya hanya duduk di belakang dan bisa berlindung dari angin dengan bersembunyi di punggung lebar Yudistira.
Aletta terpukau, alam yang di suguhkan di sepanjang jalan begitu indah dan menyejuk kan mata, benar kata senior nya, hanya dengan menaklukkan rasa takut membuat kita menyadari betapa indah nya dunia.
"trimakasih kak! "
Di sisi lain, Aksa duduk bersandar pada kursi kerja milik nya sejak beberpa menit yang lalu. Ia memijit kepala nya yang berdenyut karena satu nama, yaitu Aletta. Gadis nya kecil manja.
Aksa mulai gusar. Sebenarnya apa yang Aletta ingin kan?, kemarin berkata ingin pulang sendiri dengan bus, sekarang setelah di beri kesempatan gadis itu justru malah membanting pintu mobil dengan keras.
"Akhhh... !" Aksa benar benar kesal. Ia melampiaskan kemarahan nya dengan membanting kertas yang ada di atas meja.
"Meli... Aku harus bagaimana menghadapi putri kita!" Aksa menangkup wajah nya yang terasa panas. Sebulir Air mata nya mulai mengalir melewati pipi Aksa, meluncur dengan bebas kemudian terjun ke lantai setelah hinggap beberapa saat di dagu tumpul itu.
Entah kenapa, jika sudah menyangkut peruhal Aletta, Aksa benar benar merasa emosional. Ia tidak bisa mengontrol emosi nya, bukan hanya Aletta yang akan menangis setelah mereka bertengkar, namun Aksa akan menangis juga. Hanya saja ia tidak pernah memperlihatkan nya pada Aletta. Aksa lebih sensitif jika itu menyangkut soal Aletta. Entah kenapa, seolah Aksa, merasa ia akan di jauh kan dari Aletta. Ia benar-benar takut kehilangan Aletta. Entah karena pernah kehilangan orang di cintai sebelum nya dalam bentuk sosok istri, atau karena alasan lain nya. Entah lah Aksa pun tak bisa mengerti.
Pagi ini, harus nya Aksa ada janji dengan sekretaris baru nya sella. Mereka sudah berencana untuk bertemu hari ini, namun batal karena Aksa sedang tidak dalam mood yang baik. Ia juga tidak ingin memperlihatkan sisi lemah nya pada sekretaris baru nya itu.
Aksa menoleh pada arloji nya, jam sudah menunjukkan angka 11 siang, seharusnya dalam setengah jam, Aletta sudah kembali ke rumah. Dan di sinilah kebingungan Aksa kian menjadi, antara membiarkan Aletta pulang dengan bus atau di jemput.
Jika ia menjemput makan ia akan ketahuan bohong, padahal ia tidak punya kesibukan apa pun, jika ia tidak pergi menjemput apakah Aletta akan senang pulang dengan bus? Tapi, tadi Aletta justru marah.
"Ahhh... Masa bodo!" Kesal Aksa meraih kunci mobil nya, ia segera meninggal kan ruangan nya menuju parkiran kemudian melesat ke kampus Aletta.
Sesampainya di sana, Aksa tidak melihat tanda tanda Aletta, kampus tampak sepi, namun masih ada kehidupan. Dengan tenang Aksa menyandar pada jok mobil, ia datang 10 menit lebih awal dari jam pulang.
25 menit berlalu, sekolah kian sepi karena beberpa orang mulai membubarkan diri, namun tidak ada tanda kemunculan Aletta. Aksa memilih mengambil ponsel nya kemudian menelfon Aletta, dan bagian terlucu adalah ponsel Aletta justru berada di dalam mobil.
Aksa menghela nafas nya, membuka pintu mobil kemudian keluar mencoba bertanya kepada salah satu mahasiswa atau mahasiswi. Aksa ingat Aletta pernah bercerita ia pernah. Menolak si no 1 , pasti ia sangat di kenal oleh seisi kampus.
"Permisi! " Aksa memanggil sopan pada gadis berkacamata dan rambut ekor kuda yang terlihat sudah tidak rapi, mungkin karena efek sudah siang.
"Iya Pak, ada apa?" Tanya mahasiswi itu dengan sopan.
"Em... Saya mau bertanya, apa kamu kenal Aletta? Maksud saya apa lah melihat Aletta begitu!"
"Ah, Aletta saya kenal pak, tapi saya tidak lihat Aletta pak, em, Aletta ikut kegiatan apa?"
Aksa terdiam sejenak, ia berfikir. Kemudian ia mengangguk kan kepala nya. "Semacam seni!" Jawab Aksa spontan.
Bukan tanpa alasan, sejak SMP hingga SMA Aletta selalu mengikuti kegiatan yang berkaitan dengan seni.
"Ah... Seni dan sastra ya, tapi setahu saya anak Seni dan sastra sudah pulang sejak pukul 9 pak, mereka hanya perkenalan anggota baru. Mereka baru saja menerima anggota baru setelah 2 bulan perkuliahan berlangsung!" Gadis itu menjelaskan panjang lebar. Intinya Aletta sudah tidak di kampus karena kegiatannya sudah bubar sejak 2 jam yang lalu.
"Baiklah, terimakasih... Kalau begitu saya pamit!" Pamit Aksa meninggalkan gadis itu.
Beberpa menit setelah nya, Aksa telah tiba di rumah, ia tidak bertanya kepada sang security apakah Aletta sudah pulang atau belum malah menerobos masuk kedalam rumah dengan tergesa-gesa.
"Letta!" Panggilan Aksa.
"Letta! " Sekali lagi Aksa memanggil, kaki nya berjalan menapak tangga menuju lantai dua.
"Apa dia di kamar ya?" Aksa bermonolog pada diri nya sendiri.
Dengan yakin Aksa melangkah kan kaki nya menuju kamar yang ada di lantai 2, kamar yang barada tepat di sebelah kamar milik nya. Aksa berhenti di depan pintu berwarna putih dengan campuran warna pink pastel, disana juga tergantung dream cheater a.k.a penangkal mimpi. Di depan pintu kamar Aksa juga ada 1.
Aksa merasa bimbang antara mengetuk dengan membuka nya langsung. Tanpa menunggu lama, Aksa mengetuk pintu kamar beberapa kali, namun urung mendapatkan jawaban. Akhir nya, setelah membulat kan keyakinan Aksa menekan hendel pintu lalu membuka nya dengan tegas.
Tiba tiba, Aksa terdiam.
"Aletta!"
Tbc