Selamat membaca
"Bisa jelaskan kemana Aletta seharian? " Tanya Aksa dengan nada pelan namun penuh intimidasi.
"Letta... Letta hanya jalan jalan dengan teman!" Aletta memejamkan matanya, sebentar lagi ayah nya akan meledak. Harus nya Aletta tidak pulang terlambat.
"hah..." Aksa mendesah lelah, dengan kepala bersandar pada sofa, mata nya menatap kosong langit langit rumah.
Aletta masih duduk dengan tangan mengenggam erat gelas susu yang ada di pangkuan nya, mata nya menatap kosong pada gelas nya, jantung nya berdebar kencang, tanpa sedikit pun ia berani menoleh pada ayah nya yang duduk tepat di sebelah nya.
" kenpa bolos?"pertanyaan itu terdengar begitu penuh tekanan karena menahan amarah.
Jantung Aletta terasa akan meledak mendengar suara rendah ayah nya. tangan Aletta bergetar ketakutan, ayah nya benar benar murka kali ini. entah sudah berapa lama ayah nya tidak pernah berkata dengan sangat rendah, yang Aletta tau itu sudah sangat lama. ketika itu ibu nya nya masih hidup, dan itu menjadi pertengkaran pertama dan terakhir antara ayah dan ibu nya.
***
^flash back^
"sudah minum obat?!" tanya seorang lelaki begitu ia masuk kedalam kamar. lelaki itu adalah Aksa.
lelaki itu duduk di sisi kosong tempat tidur milik nya, di sebelah nya, istrinya tengah duduk menyandar samabil memangku buku.
wanita itu adalah melia, istri dari Aksa, Melia.
"sudah!" jawab melia tersenyum.
"papi!" sura pintu terbuka, di ikuti derap langkah berlari menuju tempat tidur yang di huni Aksa dan istri nya Meli. langkah kaki itu tertekuk kemudian melompat naik ketempat tidur, tempat tidur yang memakai per di dalam nya atau yang biasa di kenal dengan nama spring bed itu bergerak seperti trampolin memantulkan tubuh mungil itu.
" sayang hati hati!" melia menutup buku nya, menarik gadis kecil itu agar duduk di antara Aksa dan Melia.
"bagaimana hari ini?" tanya Melia mengusap puncak kepala gadis itu.
"menyenangkan, Tadi Letta di puji sama ibu mey! oh iya mi, Letta udah bisa main kan lagu queen sera sera!" Gadis kecil itu adalah Aletta itu mengadu dengan semangat.
Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam, dan Aletta baru saja kembali dari les piano nya. Aletta belajar piano karena mami nya, Melia sangat menyukai alunan musik piano.
"Sungguh? Mami mau dengar boleh?" Melia begitu antusias mendengar aduan sang anak semata wayang nya Yang sudah berususia 11 tahun.
"Boleh, besok kita main piano ya, sama papi juga, besok kan minggu!" Gadis itu berceloteh.
Aletta terus saja berceloteh ria, hingga gadis cerewet itu tertidur memeluk lengan Aksa yang bersandar di kepala ranjang, Melia mengelus rambut panjang Aletta menatap sendu suami dan anak nya.
"Ada apa?" Tanya Aksa mengusap wajah Melia dengan tangan kiri nya yang terbebas dari pelukan Aletta.
"Tidak, aku senang Aletta sangat dekat dan manja pada mu!" Jawab Melia mengenggam tangan tangan Aksa yang tengah membelai wajah nya, lalu memindahkan nya ke kepala Aletta.
" Itu tidak benar, dia juga manja pada mu Meli!" Aksa mengeleng tanpa menolak tangan nya di taruh di atas kepala Aletta. Tangan nya malah refleks mengusap rambut Aletta.
"Setelah aku pergi, aku tidak akan khawatir Aletta akan sedih, karena bukan diri mu yang akan meninggalkan Aletta. Aletta akan baik baik saja, selama dia bersama mu!" Melia tersenyum mengusap rahang suami nya.
"Sudah lah Melia, tidur lah. Kau sudah lelah!" Aksa mengeleng lagi, kemudian Aksa membaringkan tubuh istri nya.
Tangan kanan Aksa masih di peluk dengan erat oleh Aletta, kemudian tangan kiri nya yang terbebas meraup istri dan anak nya dalam dekapan hangat nya, hingga akhir ketiga nya tertidur lelap.
Aletta, gadis kecil itu mengeliat di atas tempat tidur milik orang tua nya, mata nya terbuka namun tidak menemukan orang tua nya.
"Kok mami sama papi ngak bangunin letta sih!" Kesal gadis itu bangkit dari tempat tidur, berjalan menuju kamar mandi untuk gosok gigi dan mencuci muka nya, setelah nya ia bergegas keluar dari kamar menuju dapur.
"Apa maksud nya ini Melia?! " Aletta berdiri si sisi dinding pembatas antara dapur memasak dengan ruang makan dan ruang keluarga, mendengar suara rendah namun berat milik ayah nya di dapur.
"Dengar aksa, obat itu sama sekali tidak menantu semuanya sia sia!"
"Tapi bukan berarti kau membuang nya!" Suara itu terdengar semakin rendah dan semakin berat.
"Kau tidak mengerti Sa, aku yang meminum obat nya, kau tidak akan mengerti betapa tersiksa nya aku meminum semua obat itu, setiap kali obat itu di minum, seluruh tubuh ku terasa di cubit, kau tidak akan mengerti Sa!" melia menyuarakan penderitaan yang selama ini dirasakan nya seorang diri.
"Tapi bukan berarti kau bisa egois dengan membuang semua obat obatan itu!" Semakin lama, Aletta mualai merasa tak nyaman dengan ayah nya yang terasa semakin dingin.
" kau hanya ingin menang sendiri, kau egois Aksara!" Pekik Melia meledakan amarah nya.
"Cukup Melia!"
"Kau egois Aksara, kau tidak pernah bertanya tentang perasaan ku, kau manusia paling egois yang pernah ku temu_"
Plak
Sebuah tamparan melayang di udara, menghantam wajah Melia, Aksa menahan tenaga nya sehingga tamparan itu hanya membuat meli terkejut dan berhenti bicara, namun cukup perih di rasakan oleh wanita penyakitan seperti diri nya.
"Papi?!" Aletta keluar dari persembunyian nya, menatap kedua orang tua nya yang bertengkar hebat di dapur.
"Aletta?" Aksa berucap gugup seketika. Apa kah Aletta mendengar mereka bertengkar.
Aksa hendak meraih Aletta namun gadis itu beringsut takut dengan wajah keras dan menyeramkan ayah nya.
"Papi menyakiti mami?" Tanya Aletta menatap Aksa dengan ekspresi takut nya.
"Aletta, papi tidak menyakiti mami kok!" Melia meraih putri nya kemudian mengendong gadis yang sudah berusia 11 tahun itu, jelas saja Aletta sudah tumbuh dengan cepat dan bertambah berat. Namun entah kenapa Melia sangat ingin mengendong Aletta.
"Mami Aletta berat!" Aletta memperingati sang ibu namun di abaikan, kemudian Aletta menoleh pada ayah nya yang masih berdiri di tempat degan wajah suram.
"Papi marah ya mi? Apa karena Aletta?"
" Tidak_"
Bruk...
Belum ada 5 langkah meninggal kan dapur, Melia terjatuh, menindig tubuh kecil Aletta yang spontan berteriak kaget dan kesakitan secara bersamaan.
"Aletta!" Aksa berlari mengangkat tubuh istri nya dari atas Aletta.
"Papi, mami!" Tangis Aletta menyadarkan Aksa bahwa wanita yang di pangku nya tidak sadarkan diri.
Tanpa melupakan Aletta, Aksa membawa istri nya keluar dari unit apartemen nya dengan menggendong istri nya di tangan kanan dan menggandeng Aletta di tangan kiri. Aletta masih sanggup berjalan, tentu saja awal nya Aksa ingin mengendong kedua orang yang di cintainya namun Aletta menolak, saat ini Melia lebih penting dari apa pun.
Dan setelah hari itu, Melia tidak pernah keluar rumah sakit selain untuk berlibur ke desa. Mereka akan kesana 1 kali setahun, sesuai perjanjian mereka.
***
"Aletta... Aletta hanya ingin menyegarkan pikiran pi!" Aletta menjawab pertanyaan ayah nya, mengangkat kepala nya dari gelas lalu menoleh pada ayah nya yang ada di sebelah nya.
"Tapi tidak dengan bolos, papi berikan Aletta kepercayaan tapi Aletta tidak bisa menjaga nya, apa Aletta tidak bisa bersyukur! " Aksa berkata dengan nada rendah nya dengan menatap mata Aletta yang terkejut mendengar ucapan ayah nya.
"Cukup pi! "
Tbc