Chereads / the Twins / Chapter 2 - Two

Chapter 2 - Two

Semenjak acara MOS dua bulan lalu, kedamaian hidup Aaron terusik. Seorang cewek tengil si anak baru telah mengganggu ketenangan hari-harinya. Bagi Aaron, itu cewek tidak punya urat malu, perempuan tapi terang-terangan mengejarnya. Mungkin di jaman now hal seperti itu sudah biasa. Tapi bagi Aaron yang masih menganut paham kunoisme, cowok lah yang memiliki hak untuk mengejar, bukannya dikejar.

Sebenarnya Aaron sudah terbiasa didekati, tapi dia masih bisa santai karena mereka semua pedekate dengan cara yang wajar. Kalau risih ya tinggal dicuekin saja, beres. Tapi untuk cewek yang satu ini, entah Aaron harus bagaimana lagi agar bisa lepas darinya. Jurus acuh sama sekali tidak mempan. Semakin dia acuh semakin tuh anak banyak gaya. Diacuhkan saja caper, apalagi sedikit ditanggapi, pasti ngelunjak. Mungkin cewek tengil itu salah makan obat, makanya aneh begitu jadinya.

Awal ceritanya, Aaron sebagai ketua OSIS tentu berperan aktif dalam kegiatan MOS kala itu. Dia yang tak banyak bicara dan hampir tidak pernah tersenyum, menjadi sosok yang menakutkan bagi para siswa baru. Sekalinya ngomong, semua langsung diam dan serius memperhatikan. Mereka yang masih lugu merasa takut pada seniornya yang agak menyeramkan sekaligus ganteng itu. Teman satu angkatannya saja sungkan bila berhadapan dengannya, apalagi anak baru yang baru bertemu beberapa hari.

Tapi ternyata aura mengerikan Aaron tidak selamanya ampuh. Ada satu cewek anggota MOS yang kebal akan pengaruhnya. Dia adalah satu-satnya anak baru yang berani kepada sang ketua OSIS. Beraninya lebih ke ganjen malah. Aaron merasa risih. Dia yang selama ini jarang ada yang mengganggu berlebihan, tiba-tiba saja digoda secara terang-terangan.

Contohnya ketika sesi tanya jawab antara senior dengan junior, cewek itu sukses membuat geger dengan pertanyaan yang diajukannya. Ketika rata-rata anak baru mengajukan pertanyaan yang wajar seputar sekolah, si tengil dengan santainya bertanya,

"Kak Aaron kok ganteng sih?"

Atau, "Kakak sudah punya pacar belom?"

Atau lagi, "Akun Ig kakak apa?"

Kontan semua yang mendengar pertanyaan-pertanyaan aneh itu langsung tertawa. Semua, kecuali Aaron. Dan hasil akhirnya sudah bisa ditebak, Aaron menghukum anak baru itu dengan cara menyuruhnya berlari mengelilingi lapangan sekolah sebanyak yang dia mampu. Memang agak keterlaluan menghukum anak perempuan dengan cara seperti itu, tapi kan ada embel-embel 'semampunya'. Kalau cuma sanggup setengah lapangan ya sudah, tidak apa. Aaron hanya ingin memberinya efek jera.

Namun bukannya jera, apa yang terjadi sewaktu MOS rupanya hanya permulaan. Setelah hari aktif sekolah, kelakuan itu anak malah makin menjadi. Setiap pagi dia akan mencegat Aaron di pintu kelas hanya untuk menyerahkan sekotak roti ataupun sekantong snack. Siangnya tepat setelah bel istirahat berdering, dia nongol lagi untuk mengantarkan kotak berisi makan siang. Aaron tidak menolak, tidak pula menerimanya. Dia bersikap acuh dengan hanya memandang sekilas apa yang diulurkan bocah itu lalu pergi meninggalkannya. Mungkin memang dasarnya ndableg, sudah jelas diacuhkan dan ditinggalkan, bukannya menyerah eh malah mengikuti langkahnya.

Pernah sikap dingin Aaron itu mendapat protes dari si peneror. "Kakak kok gak mau nerima pemberianku sih? Terima dong! Aku bikin sendiri loh. Kecuali snacknya, beli di kantin hehe..."

Jawaban Aaron tentu saja diam. Tak sepatah katapun keluar dari mulutnya. Namun meski dianggurin, cewek itu tak putus asa. Hadiah tadi diletakkan secara paksa ke tangan Aaron lalu dia lari sambil senyum gaje dan dadah-dadah. Sok imut pokoknya.

Kegiatan teror itu awalnya masih bisa Aaron anggap santai. Namun lama-lama dia terganggu juga. Bayangkan, setiap hari sebanyak dua kali selama di sekolah dia disatroni cewek ganjen yang tak tahu malu. Pusing kan? Mana anak baru itu setiap bertemu dengannya selalu bilang, "Aku suka deh sama kakak. Mau ya jadi pacarku?"

Aaron saja bosan mendengarnya, masa yang punya mulut tidak? Padahal dia juga tidak pernah memakan hadiah yang dia terima, alasannya jelas karena tak mau punya hutang budi. Setiap makanan yang disodorkan dia transfer ke teman yang lain. Tapi cewek itu tetep kekeuh dan terus menghantuinya, sama sekali tidak ada tanda-tanda akan menyerah.

Aaron jadi bertanya-tanya, sebenarnya siapa sih orang tua si tengil? Apa tidak bisa mendidik anaknya agar punya etika dan sopan santun? Terlebih sekolah ini termasuk sekolah elit yang hanya anak berprestasi atau anak orang kaya saja yang bisa menjadi siswa di sini. Jadi seharusnya itu anak punya kepribadian yang lebih baik, bukannya malah mengejar laki-laki.

Setelah hampir tiga minggu kegiatan teror itu berlangsung, dan setelah hampir tiga minggu pula Aaron mencoba bersabar, akhirnya dia meledak juga. Pemicunya karena cewek pengganggu itu telah merambah tempat tinggalnya. Siang hari sudah bikin risih, malamnya dia masih belum capek juga dengan mengiriminya kotak makanan. Memang dia tak menampakkan diri dan hanya memencet bel pintu lalu kabur, tapi Aaron sudah pasti tahu siapa dalang dibalik tergeletaknya makan malam itu di depan pintu apartemennya. Untuk kakak ganteng, begitu tanda pengenal yang tertera di kotaknya.

Kesabarannya habis sudah. Keesokan paginya ketika si penguntit menyambutnya dan mengulurkan dua bungkus roti, Aaron langsung menghardiknya.

"Kau ini gak punya malu apa? Setiap hari menggangguku?"

Itulah kata-kata pertama yang Aaron ucapkan setelah sekian minggu. Judes, kasar, sama sekali tidak ada kesan manis di dalamnya. Namun bukannya takut, itu anak malah kegirangan.

"Wah, kakak akhirnya bicara padaku!" serunya.

"Bodoh!"

"Kok bilang aku bodoh sih?" wajah si anak kelas satu seketika berubah muram.

"Karena sudah jelas aku tidak suka padamu, tapi masih saja keras kepala. Apa itu namanya kalau bukan bodoh? Kau itu perempuan, bisa gak punya harga diri sedikit?"

Tidak seperti tadi yang seolah tidak terpengaruh dengan kejudesan Aaron, kali ini bocah itu diam.

"Mulai hari ini dan selamanya, jangan pernah menampakkan mukamu di depanku. Kau membuatku muak." Aaron beranjak meninggalkan pengganggunya, tapi cewek tadi secepat kilat menyambar lengannya.

"Roti dariku belum kakak terima," ucapnya sembari menaruh hadiah tadi ke tangan Aaron.

Karena masih dalam mode kesal, Aaron spontan menampik roti-roti itu hingga terlempar jauh ke halaman depan kelas. Sialnya, tempat jatuh si roti adalah sebuah kubangan air yang keruh. Terdengar pekikan kecil dari mulut si menyebalkan. Jangankan dia sebagai pemberi, Aaron sebagai pelaku kejahatan pun kaget dengan ulahnya sendiri. Dia tadi hanya spontan, tak sengaja. Siapa yang sangka kalau makanannya akan jatuh ke tempat kotor, hasil dari Pak Kebon menyiram tanaman pagi ini.

Dan pemandangan selanjutnya membuat Aaron merasa tak enak hati. Cewek yang menurutnya sinting itu berjalan mendekati lokasi kecelakaan, memungut roti yang telah basah, membuangnya ke tong sampah lalu menatap Aaron dengan mata berkaca-kaca.

"Kalau gak mau, berikan saja pada temanmu. Jangan membuangnya. Mungkin roti ini bagimu gak layak makan, tapi setidaknya hargai usahaku. Demi kakak aku bahkan rela setiap hari bangun lebih pagi untuk buatin kakak sesuatu. Meski selama ini semua pemberianku gak pernah disentuh, tapi aku gak pernah nyerah. Setidaknya nanti kakak akan selalu ingat bahwa pernah ada cewek bodoh yang ngejar-ngejar cinta kakak."

Mata yang tadinya berkaca-kaca kini telah berubah menjadi hujan. Seumur-umur, baru kali ini Aaron melihat perempuan menangis, dan dia makin merasa bersalah. Tidak pernah tersentuh kasih sayang seorang ibu semenjak bayi, sekarang dia malah membuat kaum hawa mengeluarkan air mata. Tapi sayang, ego menahan Aaron untuk meminta maaf. Dia hanya diam ketika cewek berambut panjang terurai itu meninggalkannya.