~ Author Pov ~
Mereka berlima terdiam di satu tempat. Jemmy tidak bisa menutupi rasa terkejutnya saat tanpa sengaja bertemu dengan Awi dan keluarganya di mall.
"Siapa...Jem?" Nathan menyenggol bahu Jemmy yang hanya terdiam.
"Oh...temen kantor," sahut Jemmy yang mulai bisa menguasai keadaan, "kenalin ini adikku."
"Hahaha...saya kaget, ternyata ada pak Jemmy sama adiknya," kata Awi.
Awi memperhatikan Nathan yang tidak mirip sama sekali dengan Jemmy
Jemmy tersenyum.
Jemmy lebih suka memperkenalkan Nathan sebagai adiknya daripada sebagai teman. Tidak mungkin juga memperkenalkan Nathan sebagai kekasihnya.
"Ini istri sama anak-anak saya pak. Yang kecil namanya Erin dan yang besar namanya Dika," kata Awi sambil memegang bahu Dika.
Nathan tersenyum.
Vina yang menggendong Erin juga ikut tersenyum. Sebuah basa basi yang lazim di negeri ini. Tersenyum, bersalaman, memperkenalkan diri.
"Babynya lucu," kata Nathan.
Saat Nathan ingin menyentuh pipi Erin, Jemmy langsung memegang tangan Nathan.
"Jangan. Jangan menyentuh bayi sebelum cuci tangan. Kamu nggak tau sebanyak apa tanganmu mengandung bakteri," kata Jemmy bak petugas kesehatan.
Kata-kata Jemmy membuat Awi terkekeh.
"Ya ampun galak banget sih Jem. Iya...iya..." gerutu Nathan.
"Hahaha nggak apa-apa kok mas, kalau mau pegang, pegang aja," istri Awi semakin memperlihatkan keimutan Erin pada kedua orang tampan di depannya itu.
"Umur berapa?" tanya Jemmy.
"Tiga bu...eh hampir empat bulan," sahut Vina.
Awi hanya tersenyum sambil melihat Jemmy. Di mata Awi, Jemmy seperti sudah ingin menggendong anak.
"Cepat nikah pak jadi biar bisa gendong anak."
Tanpa di sangka Jemmy langsung tertawa. Sedangkan Nathan hanya mengulum senyum.
"Soalnya pacarku nggak mau aku nikahi hahaha..." kata Jemmy sambil melirik Nathan.
Nathan hanya bisa menarik paksa bibirnya untuk tertawa.
Setelah itu mereka duduk di meja yang terpisah. Karena Dika merengek minta makan, akhirnya Awi menemani Dika memilih makanan.
Jemmy menyusul mereka berdua karena Nathan juga bilang ingin makan sesuatu.
"Makan apa nih ya pak?" tanya Awi.
Awi nampak memandang daftar menu yang tertera.
Mereka bertiga sudah berkeliling untuk mencari makanan sesuai dengan selera. Namun nampaknya tidak semudah itu. Menu makanannya hampir sama semua tapi mereka tidak tau mana yang enak.
"Ada pangsit, bakso, soto hmm..." Awi membaca satu persatu daftar menu.
"Dika mau makan apa?" tanya Jemmy pada anak Awi.
Daritadi Jemmy memperhatikan Dika yang memegang perut.
"Apa ya...apa ya.. Aduh bingung aku om," sahut Dika.
Jemmy terkekeh.
"Ayam goreng deh," kata Dika saat melihat menu dengan tulisan ayam goreng kremes.
Keputusan yang selalu di ambil anak kecil.
Ayam goreng.
Setelah mereka memesan makanan, mereka akhirnya berhenti di kedai minuman. Minuman dengan boba pilihan pertama saat Dika yang memutuskan ingin minum apa.
Saat Dika dengan semangat menusuk dengan sedotan, tanpa sengaja dia di tabrak anak kecil yang sedang berlari dan menyebabkan sobekan pada tutup minumannya terlalu panjang. Air yang mengandung susu dan coklat itu langsung menyiram baju Jemmy yang saat itu ada di depannya. Mata Awi terbelalak saat melihat hal itu dan langsung menarik anaknya menjauh.
"Aduh...gimana nih?!" Awi yang panik dengan cepat menyambar beberapa tissue di meja terdekat.
Dia langsung mengelap baju Jemmy dengan tissue itu.
"Aduh pak...ya ampun maaf. Ini... Kotor."
"Nggak apa-apa Wi, sudah nggak apa-apa," Jemmy berusaha menenangkan Awi yang terlihat panik.
"Bajunya mahal nggak pak ini?" tanya Awi.
Pertanyaan Awi membuat Jemmy tersenyum. Jemmy ikut membersihkan tangannya yang juga terkena sedikit minuman.
"Nanti aku ketoilet. Sudah nggak apa-apa," kata Jemmy.
Nathan yang melihat dari kejauhan bermaksud mendekat. Tapi saat melihat Jemmy menatap Awi dengan lembut membuat niat Nathan menghilang entah kemana. Nathan tahu persis tatapan mata kekasihnya itu. Tatapan saat Jemmy sedang tertarik dengan seseorang.
Sama seperti Jemmy menatapnya dulu.
Tangisan Erin yang meledak membuat jantung Nathan berdetak kencang seakan ingin melompat keluar. Nafasnya sedikit memburu dengan tangan yang mendingin. Pikiran jelek menyusup Perlahan-lahan di benaknya.
Nathan tidak berani melihat mereka berdua lagi.
Dia berharap agar apa yang dia pikirkan itu salah.
~ Awi Pov ~
Kabar bos besar akan datang ke kantor pusat membuat geger beberapa kantor cabang. Termasuk di tempatku. Dari tadi pagi semua sibuk mengecek nota dan laporan. Belum lagi faktur tagihan yang menumpuk. Sedangkan aku dan pak Jemmy di pusingkan dengan presentasi di depan bos besar.
"Nggak ada solusi kamu?" tanya pak Jemmy saat tau bulan ini tidak bisa mencapai target penjualan. Bahkan barang menumpuk di dalam gudang.
"Gimana kalau kita lempar barangnya ke gudang cepu pak?"
Pak Jemmy menatapku datar.
"Terus kamu mau bikin nota fiktif gitu?" tanya pak Jemmy.
Aku terdiam.
"Aduh mati aku Wi," kata pak Jemmy sambil memegang leher belakangnya, "kamu mau menyembunyikan barang terus bikin nota fiktif gitu? Ngawur aja kamu Wi Wi."
"Karena nggak ada solusi lain pak," sahutku.
"Kalau sampai terjadi apa-apa. Atau barang yang kamu titipin di gudang cepu hilang. Memangnya mereka mau tanggung jawab?" tanya pak Jemmy dengan nada yang tidak enak di dengar.
Aku semakin terdiam.
Pak Jemmy beranjak dari tempat duduknya dan membuka pintu. Dia menatap anak-anak yang sibuk di ruangan sebelah.
"Hari ini semua lembur!! Jangan ada yang pulang sebelum masalah ini beres!! Kalian lempar barang-barang ke toko-toko. Terserah!! Suruh mereka tanda tangan dulu!! Rayu mereka buat terima barang banyak. Kalau bulan depan nggak habis kita bantu jual ritel. Kalau bisa setengah dari gudang harus bisa keluar. Paham ya?!" seru pak Jemmy dengan lantang.
"Paham pak," sahut mereka bersamaan.
Dan kami berakhir dengan pekerjaan yang tidak ada habisnya. Karena pak Jemmy memilih untuk di pecat daripada kena masalah serius. Katanya, karena aku sudah berkeluarga, aku harus bisa mengambil keputusan yang tepat. Aku tidak pernah berfikir akan mendapatkan ceramah dari orang yang belum menikah dan usianya ada di bawahku.
Saat aku masuk lagi ke ruangan pak Jemmy, aku melihat pak Jemmy memakan pizza. Padahal siang tadi dia sudah makan burger. Aku saja jarang sekali makan makanan seperti itu. Sudah mahal terus nggak sehat. Istriku suka mengomel kalau aku beli itu. Katanya lebih baik uangnya buat masak bisa untuk satu hari makan.
Aku mengambil nasi kotak yang di beli Dini. Kami sepertinya lupa kalau ada pak Jemmy. Dini juga beli untuk anak-anak saja. Jadi aku mengambil punyaku untuk pak Jemmy.
Nasi kotak itu aku letakkan di meja pak Jemmy. Dia langsung menatapku.
"Bapak kan belum makan dari tadi. Jadi lebih baik bapak istirahat dulu. Ini ada nasi kotak dari anak-anak," kataku pelan.
Pak Jemmy melihat isi nasi kotak itu. Ada ayam bakar, nasi beserta sambal dan lalapannya. Dia menatapku dan tersenyum.
"Makasih ya," sahut pak Jemmy dengan senyum yang terukir di bibirnya.
Aku menghela nafas. Sepertinya pak Jemmy sudah mulai tenang. Tadi saat melihat pak Jemmy dengan kening mengkerut serta ekspresi wajah kesalnya membuat suasana kantor menjadi tegang.