~ Author Pov ~
"Fuuhhh..." Jemmy menghembuskan nafas saat berhasil masuk ke dalam mobil.
Jemmy menyeka air yang menetes dari wajahnya. Baru berlari sebentar saja tubuhnya sudah basah terkena air hujan.
Dari sudut matanya dia sadar jika Awi mencuri pandang padanya beberapa kali. Dada Jemmy berdesir oleh sesuatu yang sulit untuk di jelaskan. Dengan berani, dia menatap Awi saat Awi kembali mencuri pandang padanya.
Kini mereka saling bertatapan. Jemmy tersenyum lalu dia tertawa kecil. Begitu juga dengan Awi. Akhirnya mereka tertawa bersama.
"Jaraknya nggak terlalu jauh tapi sudah bisa membuat basah seperti ini," kata Awi sambil memegang rambutnya yang basah.
Jemmy masih menatap Awi yang memegang rambutnya lekat-lekat. Kini Awi menyeka air yang ada di keningnya, lalu menyeka air yang ada di pipi kanannya dan kini turun ke lehernya. Butiran-butiran air yang menetes dari ujung rambutnya membuat matanya berkedip. Bulu mata yang lentik itu bergerak beberapa kali menghindari tetesan air. Banyak orang tidak sadar daya tarik Awi karena memang penampilannya tidak begitu terurus. Sebenarnya Awi memiliki bulu mata yang panjang dan lentik, hidungnya yang mancung dan bibir yang tipis dengan hiasan setitik tahi lalat di sudut kiri bawah bibirnya. Di mata Jemmy, senyuman Awi sangatlah menggoda.
Seperti saat ini. Saat tanpa sengaja kedua mata mereka bertemu, Awi yang canggung hanya bisa menarik kedua sudut bibirnya untuk tersenyum. Jemmy terus menatap Awi. Kini tangan kiri Jemmy terulur ke Awi. Awi yang terkejut hanya menggerakkan tubuhnya sedikit, lalu dia terdiam mematung dengan hati yang tidak menentu. Kini Jemmy memegang ujung rambut Awi yang meneteskan butiran-butiran air. Awi hanya masih mematung. Dia ingin menghindar tapi tubuhnya tidak merespon dengan benar.
"P...pak...ma...maaf," desis Awi, "ap...apa bapak...menyukai..laki-laki?" pertanyaan Awi membuat Jemmy berkedip lalu menelan ludah.
Tapi Jemmy tidak menarik tangannya. Dengan cepat dia bisa menguasai dirinya dan tersenyum.
"Apa menurutmu begitu?" Jemmy mengembalikan pertanyaan pada Awi.
Awi tidak berani menjawab, tapi dia mengatakan sesuatu dengan lirih, "saya sudah berumah tangga. Saya menyukai wanita."
Jemmy tersenyum.
"Aku tahu," sahut Jemmy pelan, "tapi sekali ini saja...aku ingin menciummu," kata Jemmy yang membuat dada Awi berdebar.
Jari Jemmy kini turun kedagu Awi.
Jemmy mencondongkan tubuhnya mendekati Awi. Awi masih membatu. Dia tidak tau harus bereaksi seperti apa saat mendengar perkataan Jemmy.
"Kalau kamu tidak suka, kamu bisa...mendorongku," kata Jemmy.
Tapi tidak ada penolakan dari Awi. Tidak ada dorongan dari Awi. Itu membuat Jemmy semakin berani. Dia menempelkan bibirnya pada bibir Awi. Mata tajam Jemmy menatap Awi dari jarak sedekat itu.
Awi langsung memejamkan kedua matanya. Saat lidah Jemmy menyusup kedalam bibirnya, Awi hanya bisa mengepalkan kedua tangannya dengan tegang. Sesaat dia seperti lupa bernafas. Nafasnya tidak beraturan. Tangan Jemmy menekan kepala Awi ke arahnya dan membuat ciuman semakin dalam.
Jemmy melepaskan ciumannya, dia menatap Awi yang masih terpejam dengan mulut yang sedikit terbuka. Dia tersenyum dan kembali mencium Awi. Kini Awi mulai mengimbangi ciuman Jemmy dengan lidahnya. Lidah keduanya saling bertaut.
Tanpa mereka tahu, hp Awi yang ada di dalam saku mengedipkan cahaya. Ada sebuah nama terpampang jelas di sana.
Vina.
~ Awi Pov ~
Sumpah aku bukan suami yang baik. Bisa di katakan aku ini laki-laki bajingan yang mengkhianati istrinya. Aku bercumbu dengan orang lain, apalagi orang itu adalah laki-laki. Kemarin Vina menelfonku beberapa kali. Itu waktu aku dan pak Jemmy berciuman. Padahal di rumah Vina kebingungan karena atap yang bocor. Bocornya di atas tempat tidur anak-anak. Mau tidak mau dia pontang panting sendirian untuk menggeser tempat tidur dan memindah Erin kami ke ruang tamu. Aku hanya bisa mengumpat untuk kebodohanku dan tidak berani menatap Vina. Entah apa yang aku pikirkan sehingga aku hanya diam saja saat pak Jemmy menciumku. Aku sudah berjanji untuk tidak mengulanginya lagi, aku sudah berjanji untuk menjaga jarak aman dengan pak Jemmy, aku juga sudah berjanji untuk memperlihatkan sikap yang jelas padanya.
Tapi...
Apa ini...?
Ada apa denganku yang tidak bisa menolak keberadaan pak Jemmy?
"Hmmhhh..."
Dadaku seperti mau meledak. Detak jantung saat pak Jemmy menciumku untuk yang kedua kalinya ini membuat kakiku lemas. Hal gila yang kami lakukan saat ini adalah kami berciuman di tempat kerja.
Saat pak Jemmy menjauh dariku, air liur kami yang menjadi satu kini memanjang, menipis lalu terputus.
Nafas kami tak beraturan.
Ini adalah ciuman kami yang kedua.
Tidak...
Mungkin ini adalah yang ketiga kalinya.
Saat kedua mata kami bertemu, aku melemparkan pandanganku ke arah lain.
Ini gila.
Ada apa denganku? Kenapa aku seperti ini? Aku bukan anak abg yang dipenuhi oleh rasa penasaran. Aku adalah seorang suami. Seorang ayah dari dua orang anak.
Tiba-tiba pak Jemmy memegang daguku dan membuatku menatapnya.
"Kamu benar-benar..." pak Jemmy menatapku lekat-lekat, "bisa membuatku menjadi gila."
Wajahku memanas. Tatapan matanya membuatku tidak bisa berfikir yang lainnya. Ini seperti aku yang sedang terjerat jaring laba-laba. Tidak ada jalan keluar.
Dia menciumku di mobil dan kini dia menciumku di kantor. Apakah ciuman saat dia sedang mabuk dulu bukan sebuah kecelakaan?
Aku...tidak berani berfikir tentang hal itu.
Sekarang aku...
Tidak tahu tentang perasaanku sendiri.
Aku....
!!!
Pak Jemmy kembali menciumku, tapi kali ini berpindah ke leherku. Rasa geli langsung aku rasakan di sekujur tubuhku. Bulu kudukku meremang.
"P..pak Jemmy, kita ada rapat sebentar lagi," kataku pelan.
Aku berusaha untuk menghentikan aksi pak Jemmy.
"Kamu benar," sahut pak Jemmy.
Dia menatapku lalu mencium keningku.
Kenapa aku tidak menghindar?
Kenapa aku tidak bisa mendorongnya?
Kenapa aku menerima semua perlakuannya?
Aku tau dia punya kekasih, tapi kenapa dia...
Aku menelan ludah.
Apa aku pantas bertanya saat aku sendiri sudah berkeluarga?!
Sebenarnya apa yang sudah kami lakukan?
Sebenarnya permainan apa yang sudah kami mulai ini?