Chereads / WARNA HIDUP / Chapter 9 - 9

Chapter 9 - 9

~ Author Pov ~

Setelah selesai mandi, Jemmy langsung merebahkan diri di tempat tidur. Dia menyalakan tv dan menonton berita di channel tv ternama. Channel tv yang memutar berita setiap harinya. Nathan yang melihat Jemmy akhirnya ikut rebahan di sampingnya. Dia melingkarkan tangan kirinya di perut Jemmy. Dia meletakkan kepalanya di dada Jemmy yang bidang.

"Kalau seperti ini, gimana aku bisa nonton," kata Jemmy sebelum membelai rambut Nathan.

Sebagian pandangannya terhalang oleh kepala Nathan. Tapi laki-laki berwajah cute itu hanya terkekeh pelan.

"Kalau gitu lihat aku saja," kata Nathan sambil menatap Jemmy.

Kini dia naik di atas tubuh Jemmy. Dia duduk di paha Jemmy sambil membuka resleting baju yang dia kenakan. Baju itu terbuka dan mempertontonkan bagian tubuh depan Nathan yang terlihat mulus tanpa noda. Jemmy bersiul saat melihatnya. Tangan Jemmy menyentuh paha Nathan yang masih terbalut celana.

Nathan mencondongkan tubuhnya dan mulai mengecup bibir Jemmy yang sudah menunggu aksinya. Perlahan tapi pasti, ciuman mereka berubah menjadi sangat panas. Jemmy seperti melihat mangsa. Laki-laki yang memiliki cinta Nathan itu mulai membuka lembar demi lembar pakaian yang menempel di tubuh Nathan dan tubuhnya sendiri. Dia membuat Nathan tidak bisa bergerak bebas dan hanya bisa merintih di bawahnya. Dengan peluh yang menetes Jemmy tetap membuat Nathan mengerang tak terkendali.

Jemmy mencium kembali kekasihnya saat sesuatu mendesak ingin keluar. Dia menanamkan miliknya dalam-dalam dengan nafas tersengal.

Akhirnya Jemmy terjatuh di samping Nathan. Nafas mereka berdua tersengal.

Tangan Nathan yang nakal melepas kondom yang masih terpasang di barang pribadi Jemmy yang masih tegak perkasa.

"Capek?" tanya Jemmy saat Nathan merebahkan kepalanya di lengan Jemmy.

"Menurutmu bagaimana?" dengus Nathan yang kini melingkarkan tangan kanannya di perut Jemmy.

Jemmy tersenyum lalu memejamkan kedua matanya. Rasa lelah karena bekerja seharian dan aktifitas yang menyenangkan Nathan membuatnya dengan cepat terlelap.

Nathan masih menatap Jemmy lekat-lekat. Terbayang saat Jemmy terkena pukulan mentah ayahnya karena mengetahui hubungan mereka berdua. Dengan jantan Jemmy meminta ayah Nathan memaafkan Nathan dan dia berjanji akan membahagiakan Nathan. Itulah yang membuat Nathan semakin mencintainya. Laki-laki yang bisa meluluskan hati ayahnya yang keras, hanyalah Jemmy.

Dia tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya saat cintanya direbut. Nathan yang memikirkan itu membuatnya mempererat pelukannya. Beberapa hari ini dia melihat Jemmy suka memperhatikan penampilannya lebih dari biasanya.

"Kamu sedang ingin diperhatikan siapa?" tanya Nathan yang seakan berbisik untuk dirinya sendiri.

Kini kecurigaannya semakin menguat.

~ Awi Pov ~

Situasi ini adalah situasi yang ingin aku hindari. Selama hidupku aku tidak pernah memberi tahu kapan hari ulang tahunku. Yang tahu cuma keluarga saja. Tapi hari ini, saat aku mau pulang, pak Jemmy memanggilku ke ruangannya dan menyodorkan kotak kecil padaku. Katanya ini adalah kado untukku karena aku berulang tahun.

"Bapak...tau darimana kalau saya hari ini ulang tahun?" tanyaku.

Pikiran negatif kembali mengusikku.

Pak Jemmy terlihat duduk di ujung mejanya.

"Oh, sebelum aku di pindah kesini, aku membaca semua data karyawan yang ada disini. Tapi aneh juga, biasanya kalau ada yang ulang tahun, anak-anak bikin surprise. Tapi seharian ini sepi-sepi saja," kata pak Jemmy.

Aku terdiam.

Ya memang sih. Kalau ada yang ulang tahun pasti suasana kantor tidak seperti ini. Yang pasti akan ada drama, bisa juga membuat korban kebingungan bahkan menangis dengan kebohongan yang mereka buat. Contohnya, Dini dulu menangis saat ulang tahunnya, karena ulah mereka.

"Mereka tidak tahu kalau hari ini adalah hari ulang tahun saya. Karena memang tidak saya beritahu," kataku pelan.

Alis kiri pak Jemmy naik dan menatapku bingung.

"Kenapa?" tanyanya.

"Saya tidak terlalu nyaman dengan surprise dan sebagainya," sahutku.

"Jadi...kamu menolak kado dariku?" tanya pak Jemmy lagi.

Gimana nih...?

"Itu...saya..."

"Nggak apa-apa terima saja. Inikan...kado," kata pak Jemmy yang kembali menyodorkan kado itu padaku.

Aku tidak suka seperti ini. Menerima kado dan...merasa seperti punya hutang. Tapi kalau aku tolak, itu lebih tidak sopan lagi. Terlebih lagi aku tidak bisa menangani orang seperti pak Jemmy, sekilas sifatnya mirip dengan Vina. Sebenarnya aku bukanlah orang yang terlalu bisa berinteraksi dengan orang lain. Aku ini canggung dan tidak tahu cara yang tepat untuk mengobrol dengan santai. Tapi setelah bertemu Vina dan menikah, mau tidak mau aku harus bisa beradaptasi.

Aku menghela nafas.

"Kalau begitu...terima kasih pak," kataku sambil menerima kado dari pak Jemmy.

!!!

Pak Jemmy tiba-tiba berjalan kearahku. Ingatan tentang hari itu kembali terbuka. Dengan cepat aku memejamkan kedua mataku.

"Happy birthday," bisik pak Jemmy pelan di telingaku.

Jantungku rasanya seperti diremas. Aku membuka kedua mataku pelan dan melihat pak Jemmy sedang tersenyum menatapku.

"Te...terima kasih pak," sahutku sambil memegang telinga kiriku.

Telingaku terasa panas. Wajahku juga terasa panas.

"Kalau gitu aku pulang dulu," kata pak Jemmy sambil menyambar tasnya, "kamu juga cepat pulang ke rumah."

Dan dia meninggalkanku sendirian di ruangan ini dengan hati yang tidak menentu.

Aku masih mematung di ruangannya untuk beberapa saat. Lalu mengutuk diriku sendiri yang mempunyai pikiran yang aneh-aneh.