Chereads / WARNA HIDUP / Chapter 10 - 10

Chapter 10 - 10

19. Warna Hidup

~ Author Pov ~

Pluuukk...

Kain lap yang di bawa Nathan tiba-tiba jatuh ke lantai saat dia melihat orang yang menyapanya. Orang itu...orang yang akhir-akhir ini menjadi mimpi buruk bagi Nathan datang ke cafe tempatnya bekerja.

Awi mengambil kain lap itu dan memberikannya pada Nathan. Nathan langsung dapat menguasai emosinya yang tadi sempat membumbung.

"Apa kamu pemilik cafe ini?" tanya Awi sambil memperhatikan sekeliling.

Nathan mencoba tersenyum.

"Bukan. Aku hanya bekerja di sini mas," sahut Nathan.

"Huh??" Awi nampak terkejut.

Dia tidak menyangka bahwa adik atasannya bekerja di cafe. Untuk beberapa saat Awi terdiam memikirkan sesuatu tentang kakak beradik itu.

"Hahahaha...mas Awi mau duduk dimana?" tanya Nathan yang tertawa karena melihat ekspresi Awi.

Nathan tidak menyangka bahwa laki-laki itu akan mengeluarkan ekspresi terkejut yang terlihat mencolok.

"Di pojokan situ aja," sahut Awi sebelum berjalan mendekati meja yang ada di pojokan.

Hari ini cafe nampak ramai dengan pengunjung. Mereka datang bergerombol atau mengajak pasangannya.

"Kok datang sendiri?" tanya Nathan yang mendekati meja Awi setelah mengambil menu dan buku pesanan serta bolpoint.

"Aku tadi dari toko dekat sini. Terus karena jam makan siang, aku kesini," sahut Awi, "kata teman-temanku ini cafe yang bagus. Wifinya kencang."

Nathan tersenyum. Dia meletakkan kertas kecil berisi password wifi.

"Mau pesan apa mas?" tanya Nathan yang bersiap menulis menu pesanan.

"Apapun yang enak deh. Kamu ada rekomendasi?" tanya Awi.

"Bagaimana kalau king manggo thai dan makanannya...dadar gulung daging asap? Ng...nggak cocok sama minumannya sih..tapi kalau mas Awi mau..." Nathan melihat Awi yang mengeluarkan laptopnya.

"Nggak apa-apa itu aja. Siapa sih namamu? Nathan ya?" tanya Awi sambil berusaha mengingat nama Nathan.

Nathan tersenyum.

"Iya mas. Namaku Nathan," sahut Nathan.

Setelah itu Nathan memberikan pesanan pada salah satu rekannya. Dia kembali ke tempat Awi untuk membereskan kursi-kursi yang berserakan. Tanpa sengaja Nathan menangkap sesuatu yang menarik minatnya. Jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kiri Awi. Jam itu yang dia bilang bagus ke Jemmy. Dia sudah memberi kode pada Jemmy kalau menginginkan jam tangan itu. Tapi sampai detik ini dia tidak menerima jam itu dari Jemmy.

"Jamnya bagus," kata Nathan.

Awi melihat jam yang melingkar di tangannya.

"Ini? Kakakmu yang memberikan ini," sahut Awi yang langsung membuat jantung Nathan berdetak tak nyaman.

"M..maksudnya?" tanya Nathan yang hampir gagal mengontrol nada suaranya.

"Katanya sih kado ulang tahun," sahut Awi dengan wajah yang menghangat.

Malu saat mengira Jemmy akan menciumnya lagi.

Dengan jelas Nathan menangkap ekspresi aneh di wajah Awi. Tanpa berbasa basi lagi dia meninggalkan Awi begitu saja dan masuk ke dalam toilet.

Nathan menghela nafas panjang. Dia marah dan dia sangat kecewa tapi dia tidak bisa melampiaskan semua kekesalannya.

Matanya memanas.

"Huuuufff.... Huuuuuffff...!!!" kembali dia menghembuskan nafasnya.

"Sialan," desis Nathan sebelum mambasuh wajahnya dengan air.

Nathan menatap wajahnya sendiri melalui pantulan cermin. Terlihat air yang menetes dari wajahnya. Kini dia membandingkan wajahnya dengan Awi. Tapi semakin dia memikirkannya, dia semakin tidak nyaman dengan situasi yang terjadi padanya.

Mungkin bagi orang lain, sosok Nathan adalah orang yang tenang. Tapi sebenarnya tidak seperti itu. Jika ada masalah, Nathan akan memikirkan masalah itu secara mendalam sampai menjadi sebuah beban dalam hidupnya.

~ Awi Pov ~

Cuaca hari ini sangat tidak bersahabat. Dari pagi sampai siang sudah mendung. Awan hitamnya terlihat menggantung. Bayangkan saja, hari ini aku menghabiskan waktuku di luar kantor dengan cuaca yang tidak bersahabat. Sangat merepotkan.

Kemungkinan aku pulang malam sangat tinggi karena hari ini aku ada jadwal keluar berdua dengan pak Jemmy.

Aku menatap pak Jemmy yang masih asyik mengobrol, lebih tepatnya menjilat konsumen dengan kata-kata manisnya.

Ya ampun. Kalau di kantor, dia terlihat lebih pendiam daripada saat di luar kantor. Ternyata manusia memiliki sisi yang bisa berubah drastis seperti ini. Tapi aku sedikit terbantu dengan pak Jemmy yang pergi bersamaku. Biasanya para konsumen sulit sekali di rayu dengan alasan mereka bisa menerima barang dengan harga yang lebih murah. Tapi pak Jemmy dengan segala bujuk rayunya selalu berhasil meyakinkan para konsumen. Dia memberitahukan bahwa barang yang di terima dengan murah itu memiliki banyak resiko. Bukankah itu artinya ada sales yang merusak harga di luar sana? Aku juga pernah melakukan itu beberapa kali karena harus capai target, aku menjual barangku pada penadah dengan harga yang jauh lebih murah. Hasilnya aku selalu tekor. Kalau sampai ketahuan aku merusak harga...kalau nggak kena SP ya langsung di pecat. Tapi hal itu sudah jadi rahasia umum di perusahaan.

"Wah deras sekali hujannya," kata pak Jemmy.

Pak Jemmy mendekat ke arahku dan melihat hujan yang turun dengan sangat deras.

"Iya pak, mana mobil bapak ada di ujung sana," sahutku sambil melihat ujung jalan tempat pak Jemmy memarkirkan mobilnya.

Pak Jemmy menguap. Ya memang, hujan-hujan seperti ini membuat orang mengantuk.

Saat ini aku dan pak Jemmy menunggu di depan toko yang sudah tutup. Dari toko yang tadinya masih buka sampai tokonya sudah tutup. Matahari juga sudah mulai terbenam, tapi hujannya tidak berhenti dan semakin deras.

"Hujan angin nih," kata pak Jemmy sambil melihat putaran angin yang tidak biasa, "bahaya juga kalau tetap di sini."

Aku setuju dengan pak Jemmy. Karena di samping kami banyak pohon-pohon tua. Aku pernah membaca sebuah berita, ada anak kuliah yang meninggal waktu berteduh di depan sebuah toko. Dia meninggal karena kejatuhan pohon tua yang patah. Dan sudah ada beberapa contoh lainnya yang viral di sosial media.

"Nekat?" tanya pak Jemmy.

"Boleh," sahut ku yang langsung berlari diikuti pak Jemmy.

Kami masuk ke dalam mobil dalam keadaan basah kuyup.

Ah...harusnya aku membawa baju ganti. Tubuhku sudah kedinginan karena terkena air hujan. Apalagi cuacanya sudah dingin sejak tadi. Membuatku menggigil.

Aku mencuri pandang ke pak Jemmy. Dia terlihat sedang menyeka air yang menetes dari dagunya. Mataku masih mencuri pandang ke arahnya saat sebuah motor melaju dengan cepat melewati mobil kami. Aku buru-buru menundukkan kepalaku saat menyadari tingkah lakuku yang terasa tidak wajar.

Akhirnya aku menghela nafas untuk menenangkan jantungku yang berpacu sangat cepat.

Aku terkejut. Aku cuma terkejut karena suara motor dan suara petir yang menggelegar.

Hanya itu.