Chereads / WARNA HIDUP / Chapter 8 - 8

Chapter 8 - 8

~ Author Pov ~

Padahal ini hari minggu tapi cafe tempat Nathan bekerja terlihat sepi.

Untunglah sepi. Karena berkali-kali Nathan membuat kesalahan. Salah antar atau salah memasak sesuatu. Saat ini Nathan sedang duduk di bangku yang kosong bersama salah satu temannya. Masih ada dua orang lagi yang mengambil alih dapur. Karena ini sepi, dia bisa sedikit beristirahat.

Seharian ini pikirannya kacau. Lebih tepatnya dua hari ini. Kemarin Jemmy rapat dan hari ini dia sudah pulang. Tapi saat Jemmy pulang itu bertepatan dengan Nathan harus berangkat bekerja. Dia sama sekali belum bisa bertanya pendapat Jemmy tentang Awi.

"Kamu kenapa sih? Seharian ini kamu aneh banget tau nggak?!" Robby mencoba bertanya.

Dia adalah salah satu teman Nathan yang tau jika Nathan gay dan memiliki hubungan dengan seorang pria mapan dari keluarga terpandang.

Nathan tidak langsung menjawab. Dia hanya menyadarkan kepalanya di atas meja. Tatapan matanya kosong. Pikirannya melayang entah kemana.

"Ayolah cerita aja! Siapa tau aku bisa bantu. Kasih masukan gitu misalnya," kata Robby membujuk.

"Aku sudah tamat Rob," akhirnya Nathan membuka mulutnya dengan berat hati.

"Maksudnya gimana?" tanya Robby bingung.

"Sepertinya nih. Jemmy tertarik sama orang lain," sahut Nathan lirih.

Robby melebarkan kedua matanya.

"Dia selingkuh?" tanya Robby penasaran.

"Bukan!! Maksudku dia tertarik sama salah satu teman kantornya. Tapi kemungkinan nggak selingkuh," sangkal Nathan dengan hati yang tidak menentu.

"Kamu tau darimana kalau pacarmu tertarik sama teman kantornya?" tanya Robby.

Nathan menelan ludah.

"Aku tau saat Jemmy menatapnya. Sorot matanya berbeda..." desis Nathan.

Robby menghela nafas.

"Jadi...cuma karena dia menatapnya terus kamu cemburu?!" kata Robby.

Wajah Nathan menghangat. Antara malu dan sedikit kesal mendengar kata-kata Robby.

"Iya. Aku tau aku konyol. Aku tau kalau cuma menatapnya bukan berarti Jemmy menyukainya."

Robby menyeringai saat mendengar kata-kata Nathan.

"Wajar kalau dia menatap orang yang menurutnya menarik," kata Robby, "aku saja nih, kalau ada cewek menarik, biarpun sedang jalan sama pacar, ya tetap saja mataku berpetualang. Gini deh. Ibarat kucing. Sudah di kasih pindang terus di kasih bandeng, ya disikat."

Nathan menatap kesal Robby. Kesal dengan perumpamaan pindang dan bandeng.

"Apa cuma karena itu? Apa bukan karena sudah bosan sama aku? Terus dia mau cari yang sudah berumah tangga?!" fantasi Nathan mempengaruhi pikirannya.

"Huh? Siapa? Siapa yang berumah tangga??" tanya Robby yang nampak terkejut dengan perkataan Nathan.

"Orang itu. Dia sudah punya istri dan dua anak," sahut Nathan pelan.

Mulut Robby nampak terbuka. Dia tidak habis fikir dengan pola pikir Jemmy. Nathan yang ada di hadapannya sekarang memiliki banyak kelebihan. Nathan orang yang pintar, jujur dan orang yang tenang. Nathan memiliki wajah yang menarik. Tidak ada orang lain yang bisa dengan mudah menggantikan posisi Nathan. Itulah yang dipikirkan Robby.

Kalau bukan cinta...apa itu nafsu?

Robby terdiam. Nampak sedang berfikir.

"Itu...hmm...hubungan kalian sudah lama kan? Berapa tahun?"

"Kurang lebih tujuh tahun."

"Naahh...itu masalahnya," seru Robby sambil menunjuk Nathan.

Nathan menatap bingung Robby.

"Di setiap hubungan ada yang namanya titik jenuh," kata Robby lagi.

Dada Nathan seperti di remas.

"Jadi...dia sudah jenuh sama aku? Tapi kenapa..."

Nathan yang terlihat tidak bersemangat membuat Robby menepuk-nepuk bahunya pelan.

"Dia...Jemmy mungkin cuma...ingin sesuatu yang berbeda," kata Robby sedikit berhati-hati, "aku yakin orang yang dicintai Jemmy itu tetap kamu. Paham kan maksudku? Orang itu, orang yang diperhatikan Jemmy juga sudah berkeluarga jadi hubungan mereka tidak akan kemana-mana."

Nathan sangat paham kata-kata Robby. Tapi yang dia rasakan tidak sejalan dengan otaknya.

"Gimana kalau lama kelamaan Jemmy suka sama dia dan melewati batas?" desis Nathan yang hanya mendapat diamnya Robby.

Robby tidak ingin berspekulasi lebih jauh dan membuat Nathan terluka.

Dan mereka berdua pun kini terdiam dan tenggelam dalam pikiran mereka masing-masing.

~ Awi Pov ~

Aku sudah memutuskan bahwa itu hanyalah kecelakaan. Pak Jemmy sedang dalam pengaruh alkohol dan tidak bisa berfikir lurus. Buktinya setelah menciumku, dia tertidur lagi. Bayangkan...karena terkejut aku sampai jatuh ke lantai. Sesaat kemudian office boy datang dan bertanya tentang pemilik kunci mobil yang tertinggal di ruang rapat.

Sampai saat ini aku sudah berfikir itu kecelakaan. Tapi melihat perlakuan pak Jemmy yang terlihat aneh belakangan ini aku jadi tidak bisa berfikir seperti itu lagi. Beberapa kali dia menerima barang dariku seperti berkas, nota atau yang lainnya, dia menerimanya dengan memegang juga sedikit ujung jariku.

Seperti saat ini aku hanya bisa terdiam, tidak berani bergerak saat pak Jemmy ikut melihat laptop ku yang menyala. Kami sedang membahas stock gudang yang tersisa. Dia berdiri di belakangku dan mencondongkan tubuhnya ke depan. Dari sini aku bisa melihat lehernya yang panjang, rambut hitamnya yang hitam lebat dan aku bisa mencium bau harum parfum yang dia pakai.

Wajahku langsung menghangat saat mengingat dia menciumku beberapa hari yang lalu.

Aneh...aku tidak mau mengingatnya tapi kejadian itu seperti sudah melekat di ingatanku. Aku tidak tahu kenapa, yang pasti aku merasa aneh saat pak Jemmy menatapku dengan tatapan matanya yang tajam.

!!!

Jantungku berdetak kencang saat pak Jemmy tiba-tiba menatapku. Dari jarak ini, wajah kami sangat dekat. Aku bisa melihat jelas bibirnya.

Aku langsung menunduk.

"Daritadi aku lihat kamu ngelamun terus. Kamu paham nggak sama yang aku bilang barusan?" tanya pak Jemmy yang masih menatapku dari jarak sedekat ini.

"I...iya pak," sahutku tanpa berani menatapnya, "paham."

Aku bisa merasakan helaan nafas yang menerpa sisi kanan wajahku. Membuat jantungku semakin berdetak kencang.

"Kalau sedang kerja jangan melamun," kata pak Jemmy sambil memegang kedua pundakku sebelum pergi.

Akhinya aku bisa bernafas lega saat dia melangkah menjauh dariku.

Hpku bergetar. Ada sebuah pesan masuk dari Dika. Dia menanyakan jam berapa aku pulang. Karena dia mau menunjukkan hasil karya seninya yang dia buat di sekolah.

Benar...aku tidak perlu mencemaskan sesuatu seperti itu. Kejadian itu hanyalah sebuah kecelakaan. Aku tidak perlu memikirkannya lebih jauh seperti orang bodoh.