Chereads / Blue Aloe / Chapter 6 - Bab 5

Chapter 6 - Bab 5

"Kau tidak apa-apa?!" BJ yang menemukanku di lorong yang sama dengannya langsung berlari dan bertanya kepadaku.

Sekarang dia mengenakan sebuah kemeja berwarna biru tua dengan sweter abu-abu di luar, ditambah dengan celana jins yang sama dia pakai saat terakhir kami berkencan. Dari cara berpakaiannya, aku bisa menduga bahwa dia baru saja sampai di Jakarta. Pakaiannya terlalu formal hanya untuk menjemputku kemari. Jika dia tidak memiliki kelas di kampus dan bertugas untuk menjemputku, dia lebih suka memakai baju yang lebih santai dan kasual. Bahkan terkadang dia hanya memakai baju dalamnya saja saat menjemputku—tapi dia tetap pakai celana panjangnya. Billy langsung memarahinya karena seperti bertindak mesuk kepadaku dengan pakaian seperti itu. Jika dilihat dari pakaiannya sekarang, aku penasaran dengan apa yang dilakukannya sebelumnya. Sebuah pertemuan keluarga? Makan siang? Dengan siapa?

Aku paham kalau BJ sekarang sangat khawatir terhadapku. Semua itu jelas tergambarkan di ekspresi wajahnya. Ini juga salahku bahwa aku tidak mengabarinya setelah posting tersebut—ditambah sebuah posting baru tentang kecelakaan itu. Dia pasti banyak pikiran.

Untuk menenangkannya, aku menyentuhnya. Kubelai pipinya dengan lembut dan juga tidak lupa tersenyum untuk lebih meyakinkannya. "Ya, aku sangat baik-baik saja."

BJ dapat bernafas lega setelah mendengarku. Aku bisa merasakan ketegangan di tubuhnya memudar dan dia bisa sedikit lebih relax. Kemudian dia mengambil tanganku di wajahnya dan mencengkeramnya dengan kuat.

"Ayo pulang." Ajaknya sambil menggandeng tanganku.

Daripada dibilang berjalan bersama, ini lebih tepat dia menuntun jalanku. Dia berada lebih depan saat berjalan sambil menarikku agar bisa mengikutinya. Sekuat ini dia menggenggamku, seakan dia tidak ingin melepaskannya.

Kuharap seperti itu. Dia tidak akan melepaskanku hanya karena posting tersebut.

Kami akhirnya sampai di tempat parkir. Mobilnya diparkirkan di tempat yang lumayan jauh dari pintu masuk tempat parkir. BJ terus mengenggam tanganku dan menarikku sambil berjalan lebih cepat dari biasanya. Kurasa, dia sedang ingin menghindari orang-orang. Di tempat parkir memang sedang tidak banyak orang, hanya beberapa yang benar-benar datang untuk urusan penting. Itupun sebenarnya tidak dihitung dengan beberapa orang yang mengawasi kami dari jauh.

Tempat parkir ini terlalu luas. Bahkan aku cukup terkejut saat memasukinya karena keberadaan mereka. Posting dari Ms. JN memang bisa meningkatkan secara drastis rasa ingin tahu mereka sampai seperti ini. Harusnya aku yang menuntun BJ tadi agar tidak menjadi sorotan seperti ini. Rasanya sangat tidak nyaman.

Mobil BJ adalah merk AX tipe 2075, yang sebenarnya sudah cukup kuno untuk tahun ini. Merk mobil ini muncul di tahun 2050an yang langsung memuncak dan mengalahkan beberapa merk-merk mobil terkenal. Bisa saja, AX menggunakan sebuah mesin melayang yang pernah menjadi insiden kekacauan alat transportasi. Menurut sejarah, kejadian tersebut sangat mengerikan sampai mengakibatkan kehancuran perekonomian dunia. Yang pada akhirnya membuat sistem dunia berubah menjadi lebih kapitalis di bawah perusahaan-perusahaan besar dunia.

BJ sangat menyukai mobil. Kecintaannya kepada mobil membuatnya harus menyimpan semua mobil bagus yang mampu dia beli dengan uangnya sendiri. Meski sebenarnya mobil itu dibelikan oleh orang tuanya untuk hadiah ulang tahunnya, dia masih menjaganya sampai sekarang ini. Dia pernah dengan bangganya memberitahuku bahwa dia ingin sekali memiliki sebuah museum yang isinya adalah semua mobil-mobil pribadinya—yang tentunya paling antik dan paling bagus. Aku terkekeh mendengarnya seperti itu, tapi itu mimpi yang cukup menarik.

Dia pernah sekali kubawa ke rumah dan dia langsung melongo karena kubawa ke tempat pribadi kakekku. Tempat itu merupakan sebuah ruang parkir bawah tanah yang luas berisikan puluhan mobil sejak awal abad 21. Sayangnya, koleksinya berhenti sejak tahun 2060an karena kakekku meninggal dunia. Sekarang tempat itu masih ada. Papa sepertinya masih bingung untuk mengurusi mobil-mobil tersebut.

Kedua pintu langsung terbuka otomatis saat BJ mendekat. Itu sensor praktis dari mobil itu. Aku duduk di kursi penumpang depan dengan diantar BJ yang lalu menutupkan pintu untukku. Dia setengah berlari memutari mobilnya untuk masuk ke kursi pengemudi. Dengan cepat, dia menghidupkan mesin mobilnya dan meninggalkan tempat parkir ini.

"Aku perlu ke super market." Kataku. "Bahan makanan di apartemen sudah menipis."

"HM Mart?"

"Hippo Mart."

BJ melirikku lalu kembali fokus ke jalanan. "Kenapa?" tanyanya bingung.

"Aku ingin jalan-jalan." Jawabku sambil tersenyum.

"Okelah."

Dia sebenarnya keberatan karena situasi yang kumiliki sekarang. Jika kami ingin segera bersembunyi ke tempat yang aman, seharusnya kami pergi ke supermarket yang bisa memesan langsung sebelumnya secara online. Namun, masih ada tipe supermarket tradisional yang mengharuskan pembelinya berjalan ke sana dan ke mari untuk mengambil yang akan dibeli. Dan biasanya, tempat seperti itu lebih murah.

Meskipun aku seorang putri, aku tetap mencari harga yang lebih murah dan berkualitas.

Sampai di Hippo Mart, BJ memarkirkan mobilnya di lokasi yang bagus. Letaknya lebih dekat dengan pintu masuk super market. Itu tidaklah buruk untuk rencana melarikan diri—haha…. Harus kuakui bahwa BJ benar-benar sangat inisiatif.

Aku segera keluar dari mobil—BJ juga sama—kemudian aku meraih lengannya dan menariknya masuk. Diam-diam aku terus memantau sekitarku yang selama ini telah diikuti oleh lima orang. Mereka mengikutiku sejak dari kampus, lebih tepatnya dari tempat parkir kampus. Sepertinya mereka sengaja untuk menguntitku agar tahu di mana aku tinggal.

Aku mengambil sebuah troli roda yang berukuran sedang. Ini sebuah tanda bahwa rencanaku dimulai. Saat di perjalanan, aku diam-diam meminta bawahan Billy untuk menjalankan sebuah rencana. Awalnya, salah satu di antara mereka yang memperingatiku bahwa aku sedang diikuti. Aku meminta mereka untuk tidak melakukan apa-apa sampai aku menyampaikan apa rencanaku. Aku akan membawa BJ ke Hippo Mart untuk berbelanja, dan memastikan mereka menutupi posisi mobil agar para penguntit itu tidak terlalu dekat dengan mobil BJ di tempat parkir. Setelah itu, aku memberikan mereka waktu selama satu jam untuk menjalankan rencana sisanya.

Anak buah Billy yang ditinggal bersamaku ada empat orang yang membawa dua mobil bersamaan. Aku meminta Angga, dia yang memiliki postur tubuh yang sama dengan BJ, untuk membeli baju yang sama persis yang dipakai BJ. Di mana dia membelinya? Aku memiliki sebuah koneksi yang bisa mengantarkan baju yang mirip dengan BJ langsung ke posisi Angga berada. Pengiriman baju menghabiskan waktu sekitar tiga puluh menit dari Singapura. Dia akan mengikuti kami masuk ke dalam dan bertingkah seperti BJ.

Lalu siapa yang akan menggantikanku?

Masih ingat dengan mode sealth? Itu merupakan sebuah fitur untuk menuntupi jejak diri dari pandangan mata kosong ataupun mata digital. Perkembangan lanjut dari fitur ini adalah membuat bayangan sehingga aku bisa membuat bayanganku sendiri hasil dari cahaya hologram.

Di Hippo Mart memiliki sistem cahaya hologram penuh meski memakai sistem tradisional untuk pasarnya. Cahaya ini digunakan untuk membantu segala aktivitas yang terjadi di super market. Manusia sekarang tidak akan bisa lepas dengan layar di depannya dalam waktu yang cukup lama—selama berbelanja di tempat ini. Tetapi sayangnya, tempat ini memiliki sistem keamanan yang lemah. Akses server di tempat ini bisa dibilang terbuka dan bercampur dengan yang di luar. Meretasnya tidaklah mudah, apalagi aku harus memakai akun asliku untuk meretasnya. Ini cukup riskan mengakses akun asliku karena identitas asliku bisa terbongkar ke publik jika aku tidak berhati-hati.

Jack akan menyadari hal ini seketika. Dan aku tidak ingin dia menggangguku sampai ini selesai.

Setelah selesai mengambil semua yang kubutuhkan, aku langsung membawanya ke tempat kasir. Posisi Angga juga sudah berada di tempat kasir yang berbeda dengan barang belanjaan yang besarnya sama. Lalu untuk posisi penguntit sudah menunggu di pintu keluar dan terus mengawasiku dan BJ. Untungnya, pintu keluar dari Hippo Mart selalu sedikit ramai apalagi dengan troli yang dibawa sampai ke tempat parkir. Dalam kesempatan itu, kami akan bertukar posisi.

Waktu yang dibutuhkan untuk bertukar posisi adalah seperempat detik. Dalam waktu sesingkat itu, aku harus bisa meretas dan mengaktifkan dua fitur secara bersamaan. Jika gagal, orang-orang akan menyadari kejanggalan dan akan meneriakiku hantu. Rencanaku bisa gagal jika terlalu menarik banyak perhatian.

Aku menarik BJ yang telah membawa kantong belanjaanku menuju kekerumunan. Angga juga ikut berdesakan dan memposisikan dirinya tepat di depan BJ. Aku sengaja menatap ke arah seorang perempuan penguntit yang mengawasiku dan tersenyum kepadanya, lalu aku mengaktifkan dua fitur sealth dan bayangan secara bersamaan. Bayanganku sekarang bersama dengan Angga.

Kutarik BJ dari keramaian orang yang akan keluar melalui pintu keluar, kubawa dia menuju pintu keluar karyawan di mana seorang bawahan Billy sudah menungguku di sana.

BJ tidak bisa mengelak dengan tarikanku karena aku sedikit mengeluarkan semua kekuatanku sehingga aku bisa menyeretnya ke tempat tujuan.

"Apa maksudmu?!" BJ sedikit kesal karena aku menariknya cukup kuat. Dia baru bisa berkutit setelah kami keluar dari super market.

Aku juga mengaktifkan mode bisu untuknya agar suaranya tidak terdengar di publik.

"Maafkan aku." Kataku meminta maaf. "Akan kujelaskan di dalam mobil."

"Mobilku dibawa orang lain." Katanya datar dan kesal.

"Itu Angga, bawahannya Billy. Kau ikut denganku ya."

"Kau mengira ada yang mengikuti kita?" dia bertanya seakan-akan aku yang berlebihan. Tapi sebenarnya, dia yang tidak menyadarinya.

Jika di antara kami yang bisa lebih tahu dalam kondisi sedang diikuti atau tidak, pasti jawabannya aku. Aku memiliki empat pengawal yang mengawasiku dan sekitarku. Bahkan mereka bisa-bisa bertindak di luar kontrolku agar aku tidak mengetahui apa yang terjadi. Selain itu, aku juga mendeteksi keberadaan pengikutku yang ingin bermacam-macam denganku.

Apakah BJ menjadi bodoh sekarang?

"Ms. Reccon." Itu Desta, rekan Angga yang satu mobil dengannya. Dia menghampiriku. Aku langsung melototinya karena memanggilku seperti itu.

BJ melihat Desta langsung membuatnya menarik nafasnya dalam-dalam. Dia barusaja menyadari hal bodoh dilakukannya terhadapku.

Desta mengambil kantong belanjaannya lalu menuntun kami ke mobilnya. Aku dan BJ duduk di kursi penumpang belakang.

"Apa kau selalu melakukannya?" tanya BJ saat di perjalanan menuju apartemenku.

"Tidak. Tapi aku sangat terlatih untuk melakukannya." Jawabku.

Aku tersenyum kepadanya yang membuatnya ikut tersenyum namun miris. Sepertinya, BJ tidak terbiasa dengan kehidupan seperti ini. Hidup dengan menyembunyikan identitas aslimu dan harus dalam keadaan aman. Keberadaan pengawal di bawah Billy yang akan bertugas untuk melindungiku dari bahaya yang tidak diinginkan, misalnya dari pembunuh bayaran. Ini tidak main-main. Bahkan aku pernah dikejar-kejar lima pembunuh bayaran dalam waktu yang sama. Alhasil, papa membereskan markas mereka di hadapanku sebagai hukumanku.

Jack akhirnya memeringatiku untuk tidak mengaktifkan akun asliku di tempat umum lagi. Katanya, aktivitasku tadi langsung dapat dilihat ratusan pengawas di seluruh bumi. Itu membuat Jack harus bekerja ekstra untuk menyamarkannya.

Sesampainya di apartemen, aku langsung membongkar kantong belanjaanku dengan memberikannya langsung kepada robot maid mini. Aku juga langsung mengatur makan malam lewat ponselku agar mesin-mesin dapur menyiapkan makan malam tepat pada waktunya. Masih tidak diketahui kapan Billy akan kembali, yang pasti BJ akan makan malam di sini. Dan BJ sangat suka makanan Indonesia, sehingga aku menyiapkan menu makanan Indonesia untuknya.

BJ duduk di sofa ruang tamu sambil merenggangkan lengan kanannya. Saat aku menghampirinya setelah berganti baju, dia menatapku meminta penjelasan. Aku langsung menjatuhkan diriku di atas sofaku yang empuk dan duduk di sampingnya.

"Kau tahu sendiri karena apa aku bisa diuntit seperti ini." Kataku. "Mereka tidak bisa menemukanku di kampus sehingga mereka mengikutimu."

"Apa maksudmu? Aku juga baru saja sampai di kampus saat kita ketemu."

"Melacak keberadaanmu itu lebih gampang daripada melacak keberadaanku." Jelasku. "Apa kau pernah melihat banyak orang di jalan yang sama saat kita berjalan berduaan di kampus?"

Itu menyadarkannya. Hubungan kami tidak ketahuan selama dua tahun di JFTU meski kami sering berjalan bersama di kampus. Namun, hubungan kami bisa ketahuan saat kami sedang berkencan di luar. Waktu itu memang hari yang sial.

"Kukira kau memang suka berjalan-jalan."

"Aku terbiasa menghindari orang-orang." Aku menjadi cemberut karena BJ tidak sepeka itu. "Karena kebiasaan tersebut, mereka tidak bisa memprediksikan posisiku di kampus. Tapi hanya satu yang pasti…" Aku sengaja terdiam karena aku tahu BJ pasti menyadarinya.

"Aku tidak pernah menjadi orang penting seperti itu," dia terdengar konyol.

"Apakah posting itu membuatmu menjadi orang penting sekarang?"

Dia meliriku. "Bukankah aku yang harusnya bertanya tentang itu padamu?"

Aku memang orang penting di dunia. Dan aku tidak bisa menjawab pertanyaan itu dengan jawaban seperti itu. BJ menanyai apa yang terjadi denganku selama dua hari ini.

"Aku butuh quality time." Jawabku.

Sepertinya jawabanku mengecewakannya. Dia terlihat bingung dengan jawabanku.

Apa jawabanku salah?

"Ya…" dia akhirnya bersuara dengan nada yang sedikit curiga. "kau pasti butuh quality time untuk menenangkan dirimu, bukan?"

BJ tersenyum kepadaku, menutupi semua kecurigaannya terhadapku. Kemudian dia merangkulku dan memaksakan kepalaku bersandar pada bahunya. Tinggi kami kurang lebih hampir sama, sehingga menyandarkan kepalaku di bahunya sangat pas dan nyaman. Aku bisa merasakan otot tubuhnya, hangatnya, dan juga perasaannya. Tidak salah jika aku bisa menjadi kekasihnya, kami sama-sama mencintai satu sama lain.

Aku memang bisa merasakannya di saat bersamanya seperti ini. Rasanya begitu nyaman berada di dekatnya. Keberadaannya benar-benar bisa membuatku tenang hari ini, dan aku sedikit menyesal karena mendiamkannya selama dua hari ini. Jika aku terbuka waktu itu, mungkin aku akan jauh lebih tenang. Quality time dengan diriku sendiri dan dengan mama dan kakak laki-lakiku masih membuatku ragu-ragu, bahkan aku sempat skeptis dengan mereka. Itu sangat menyedihkan. Tetapi mengapa BJ bisa membuatku seperti ini?

Aku mempertanyakan apa yang sebenarnya kupermasalahkan tentang posting tersebut. Aku memang sedih karena komentar-komentar jahat kepadaku. Tetapi, jauh di dalam situ ada yang lebih kutakutkan. Posting tersebut tidak hanya memengaruhiku. Ada dua orang yang dibahas di posting tersebut. Jika posting itu berhasil memengaruhinya, aku yakin dia akan meninggalkanku. Ada beribu alasan yang bisa dia pakai untuk meninggalkanku akibat posting tersebut, meski dia mencintaiku.

Tidak! Aku tidak ingin itu terjadi!

"Kau tahu, aku bertemu dengan seseorang bernama Rei tadi siang. Dia menawariku untuk bergabung dengan kelompoknya."

BJ merasa terkejut seketika. Aku bisa merasakan gunjangan ditubuhnya dengan sangat jelas.

"Lalu apa jawabanmu?" tanyanya dengan sedikit terbata.

"Aku belum menjawabnya. Dia bilang bahwa dia bisa menghapus rumor buruk tentangku."

"Hahaha…" BJ tertawa. "Apakah dia bodoh?"

Kurasa itu juga yang dipikirkan oleh Satria sebelumnya kepada Rei. Sikapnya yang mau berteman dengan siapa saja bisa membuatnya menjadi senaif ini. Itu semua tidak bisa menutupi apa tujuannya yang sebenarnya. Aku masih tidak mengerti apa motif yang sebenarnya dimilikinya. Namun, menghapuskan rumor tentangku? Itu tawaran yang terlalu bodoh jika dia benar-benar melihatku serendah itu. Rasanya seperti dikecewakan karena aku telah mengizinkannya masuk ke lab dan menyelamatkannya di ruang hampa. Jika dia bertindak seperti tadi—seperti cara dia meminta izin masuk ke lab, dia memiliki tujuan lain yang mengharuskan aku ikut dengannya. Pertanyaannya sekarang, dia menarikku sebagai Kelly Reccon atau Kelly Wijaya?

Tidak banyak informasi yang bisa kudapatkan dari Rei Pramudirga saat ini.

"Aku juga bertanya-tanya." Aku melepaskan rangkulan BJ dan memposisikanku agar bisa bertatapan langsung dengannya. "Apa niatnya yang sebenarnya?"

"Kau saja baru bertemu dengannya." Itu jawaban yang aneh dari BJ. Dia pasti membalasku dengan dugaan sementaranya.

"Kau mengenalnya?" tanyaku.

"Mengapa?" benar bukan? Dia balik bertanya yang tandanya dia menutupi sesuatu.

"Dia satu fakultas denganmu."

"Ya, satu jurusan, satu angkatan, dan kami memiliki beberapa kelas yang sama."

"Kau merasa curiga?"

"Kelly." Dia menyentuh lalu membelai kepalaku. "Aku tidak dekat dengannya. Itu bukan urusanku apa yang dilakukannya. Ketika dia tiba-tiba mendekatimu, itu mungkin menjadi urusanku."

Aku terdiam untuk mendapatkan jawabanku.

"Dan… mungkin dia ingin koneksi bisnis." Jawabnya akhirnya.

"Apa bagusnya perusahaan Billy kecuali perusahaan fiktif yang dibuat seolah-olah nyata?" aku mencibir. "Tapi, apa kau tahu mengapa dia seperti itu?"

Ini membutuhkan waktu untuk BJ berpikir sebelum menjawab, "Aku tidak tahu. Tapi Rei jarang sekali masuk kelas karena dia bekerja. Dia mendapatkan treatmen yang spesial juga di kampus."

"Kukira hanya aku yang memiliki treatmen spesial di kampus." Kataku bercanda. Aku tersenyum padanya yang membuatnya tertawa kecil. Mungkin dia geli dengan ekspresiku.

"Treatmen spesial di rumah sakit kampus?"

Aku ternyata masih punya utang untuk menjelaskannya.

"Bukan aku yang terluka karena ledakan itu."

"Ya, aku tahu. Billy sudah memberitahuku."

Apakah kini BJ menggodaku? Aku benar-benar kesal karena digoda seperti itu. Jadi aku memukul dada BJ dengan sangat pelan—takut melukainya kalau keras-keras. BJ tertawa terbahak lalu memelukku. Dia berhasil menghentikanku memukul dadanya, dan dia juga berhasil mencuri ciuman di bibirku. Aku sebal mengakui ini, tapi aku benar-benar tersipu.

Jantungku benar-benar berdetak lebih kencang. Aku yakin wajahku sudah sangat memerah sekarang. Ditambah, jarak di antara aku dan dia yang sangat dekat. Ini memang bukan pertama kalinya kami berciuman, tapi perasaan ini selalu kurasakan.

"Waktunya makan." Aku menyudahinya lalu bangkit berdiri. Aku masih merasa sangat malu untuk menatapnya setelah berciuman dengannya.

Aku menuju dapur untuk mengecek bagaimana mesin-mesin di dapur telah bekerja. Mesin di dapur telah diatur dengan sangat canggih di mana bisa menyiapkan makanan dengan sendirinya, asalkan kotak-kotak bahan makanan terisi. Cara seperti ini memang sangat efesien, apalagi bagi orang yang begitu sibuk bekerja dan hidup sendiri, apalagi mereka tidak sempat memasak makanan yang enak. Hanya dengan mengunduh resep makanan secara gratis di beberapa web yang menyediakan, maka sistem di mesin dapur akan menyimpan datanya. Jika ingin makan di waktu yang ditentukan, mesin ini akan bekerja sesuai dengan apa yang dipesan sebelumnya berdasarkan resep yang telah disimpan tersebut.

Di apartemenku menyimpan mesin seperti ini karena biasanya Billy dan semua bawahannya juga makan dari dapur ini. Dan mereka sangat menyukai makanan di sini karena semua resepnya berasar dari mama. Mamaku benar-benar sangat pandai memasak, dan dia tidak pernah menggunakan mesin dapur secara penuh untuk memasak, biasanya mesin itu digunakan untuk membantunya seperti asisten kokinya. Mama selalu menguasai dapur di rumah dan tidak semua orang rumah boleh menginjakan kaki mereka di dapur. Bahkan aku saja tidak boleh memasukinya. Di rumah memang menyediakan dua macam dapur, salah satunya adalah yang tidak boleh kumasuki dan satunya adalah dapur yang bisa dipakai semua orang di rumah. Dan di sanalah aku belajar memasak.

Aku belum sepandai mamaku dalam memasak. Tapi aku baru memahami beberapa rasa dan aroma bumbu yang ada dan bagaimana hasilnya jika dipadukan. Aku belum berani memadukan beberapa makanan yang berbeda-beda tanpa ada resep pegangan yang diberikan mama. Kalau tehnik memasak, aku hanya bisa menggoreng, memanggang, dan merebus saja. Ah, ditambah dengan menghangatkannya adi microwave.

Dikarenakan makanan Indonesia yang beragam membuatku harus memasak makanan dengan porsi keluarga. Sebagian besarnya akan dimakan oleh Billy dan bawahannya nantinya. Yang kumasak kali ini hanyalah makanan rumahan. BJ sudah terbiasa makan di sini, jadi aku tidak perlu membuat makanan yang spesial. Dia paling suka dengan tempe goreng, dan sepertinya semua orang juga menyukainya. Bahkan orang di rumah tidak ada yang bisa menolak tempe. Lalu, aku juga membuat telur dadar untuk tambahan lauk dan juga sayur sop jagung. Makanan sederhana ini sudah nikmat dimakan untuk makan malam.

Apakah aku selalu makan makanan seperti ini? Kalau di rumah, aku mendapatkan makanan yang beragam setiap harinya. Mama yang selalu memasak untuk makanan di rumah dengan berbagai macam dan jenis makanan. Bahkan mama sangat mengenal makanan di seluruh penjuru dunia dan selalu mengganti menu sesukanya. Jikalau pergi, mama pasti menyiapkan menu makan untukku dan meminta mesin dapur untuk memasak atau aku yang memasak sendiri. Untuk urusan makanan sehari-hari memang mama yang suka mengaturnya. Sejak aku tinggal sendiri, aku menjadi bingung untuk makan apa karena terbiasa disediakan oleh mama. Setelah dapat beradaptasi selama beberapa bulan, aku akhirnya bisa mengatur bahan belanjaan makanan dan makanan apa yang ingin aku masak.

Aku menggantikan posisi koki dan melanjutkan proses memasak yang baru setengah jadi. Aku bersyukur bahwa ini bisa mengalihkan rasa maluku karena BJ.

Kusajikan semua makanan di atas meja dengan ukuran dua porsi. Aku juga sudah menyiapkan makanan pembuka dan penutup untuk kami berdua. Aku hanya menyiapkan buah-buahan tambahan dan juga es krim rendah lemak. BJ tidak suka es krim jadinya aku yang akan makan es krimnya. Inilah yang kunamakan memanfaatkan makanan yang tidak disukainya tapi paling yang kusuka. Dengan begitu, aku bisa memakan es krim dua kali lebih banyak. Meskipun nanti akhirnya aku harus menurunkan kalori yang lumayan di tubuhku.

"Es krim? Kau hanya ingin makan double es krim saja hari ini, kan?" BJ menggodaku lagi. "Padahal baru kemarin Jumat kamu makan es krim double."

"Dan jumat kemarin juga dapat penguntit." Balasku setelah aku menyelesaikan satu es krimku. BJ tahu bahwa aku tidak akan berbicara saat aku sedang makan hingga habis.

Kami sudah selesai makan malam bersama. Tidak ada terjadi percakapan apapun di antara kami saat kami makan. Dan untungnya aku tidak merasa salah tingkah karena perasaan malu tadi. Dan kini kami sudah duduk bersantai di sofa di kamarku sambil makan es krim—aku yang makan es krim. Kamarku yang sangat luas bisa menjadi gabungan antara ruang keluarga dan kamar sekaligus. Tapi karena aku tinggal di sini bersama Billy, tidak mungkin aku menikmati hari santaiku bersamanya. Dia selalu sibuk dengan pekerjaan yang hanya menjagaku—maksudku bersikap profesional.

"Ngomong-ngomong, aku tidak menyadari keberadaannya. Apa kau mendapatkan peringatan dari semua pengawalmu?" tanya BJ akhirnya. Aku tidak tahu mengapa dia baru menanyakan hal ini sekarang. Tapi ini lebih baik daripada dia tidak menanyakannya. Sebab, dia harus mengetahui hal ini.

Aku sengaja tidak memberitahunya terlebih dahulu karena aku tidak terbiasa memberikan informasi tanpa ditanya terlebih dahulu. Orang tuaku selalu memintaku seperti itu jika hal itu berhubungan dengan hal yang tidak boleh dibongkarkan secara publik. Tujuannya sangat jelas: aku tidak boleh sembarangan menyampaikannya kepada siapapun yang tidak berkepentingan. Termasuk BJ sendiri.

Dia harus menunggu sampai es krimku selesai baru aku menjawabnya,

"Billy dan bawahannya tidak menyadarinya karena Ms. JN hanya melihat kita saat kita makan malam." Jawabku.

"Bagaimana foto itu?"

"Ms. JN bisa mendapatkannya karena kita berada di tempat publik. Meski pemilik hotel itu pernah menjadi teman papaku, aku tidak bisa menghindarinya."

Seperti kataku sebelumnya, sebut saja itu sebagai hari sial.

"Dan kau tidak menghentikannya?" tanyanya.

Aku menghela nafasku setelah mendengarnya. "Hanya kau, Billy, Jack, dan Anna yang bertanya seperti itu kepadaku. Mama dan Kak Leo tidak menanyakan hal itu sama sekali." Kataku.

Itu cukup membuat BJ untuk menutup mulutnya. Setidaknya dia tidak mempertanyakan kekuasaanku di sini. Dia sudah pernah merasakan kekuasaanku dan keluarganya sempat akan hancur dalam sekejap. Jika papaku mau memanjakanku seperti itu, mungkin dia sekarang bukanlah kekasihku. Mungkin dia akan banting tulang untuk memperjuangkan perusahaan keluarganya lagi dari nol.

Terkadang sangat lucu. Papaku menguasai Pulau Kalimantan, bahkan dia mengatur sumber daya alam yang ada di sana. Bahkan papa BJ secara tidak langsung berada di bawah papaku. Melihat orang-orang seperti itu mempermainkanku—yang hanya ingin hidup normal, dan akhirnya terinjak-injak dengan sadis dengan kekuasaanku. Nama keluargaku memang sangat berbahaya jika aku hidup dengan orang-orang seperti ini.

Hidupku tidak sebahagia itu karena bisa mendapatkan segalanya. Itu bukan didikan orang tuaku. Jika aku menggunakan kekuasaanku untuk menutupi isu ini, aku yang akan terkena hukuman mengerikan dari papa lagi. Dan hal itu tidak akan lepas dengan Saphira Young.

Apakah aku perlu membuat kesalahan yang sama? Cukup BJ saja yang merasakan hal ini dan diampuni.

"Lalu apa yang akan kau lakukan?" BJ masih berani untuk bertanya. Setidaknya dia tidak menanyakan hal yang sama seperti sebelumnya, aku tidak akan merasa keberatan.

"Apa yang akan kau lakukan setelah itu?" jawabku.

BJ terkejut dengan jawabanku. Tentu saja. Dia lah yang sering bertanya di sini. Ini yang tidak kusukai dari dirinya yang bersikap berhati-hati denganku untuk mengetahui langkahku selanjutnya. Sebut saja trauma masa lalunya. Dan sudah berulang kali kukatakan padanya bahwa aku tidak akan melakukan itu lagi padanya.

"Aku tidak bisa melakukan apa-apa. Aku bahkan tidak bisa mengatakan hal ini kepada mereka, Kelly." Dia akhirnya menjawab. "Tapi bagiku, mereka adalah orang bodoh yang tidak menyadari siapa yang sebenarnya beruntung di sini. Bukan kau yang beruntung, tapi aku lah yang sebenarnya beruntung bisa bersamamu sekarang."

Dia berhasil membuatku tersipu lagi. Sialan.

"Aku hanya sangat khawatir padamu." Dia meneruskannya sambil memeluk tubuhku.

"Aku juga tidak tahu apa yang harus kulakukan. Aku hanya ingin meminta Ms. JN untuk berhenti membuat posting tentang diriku. Aku tidak menyukai kalau aku terlalu disorot sepert ini."

"Jika kau berterus terang seperti ini padanya, kurasa kau akan di-bully." BJ mengingatkanku.

Kini pelukan kami sudah terlepas. Aku bisa bernafas lebih lega sekarang.

"Aku sudah memikirkannya." Kataku.

"Dan satu lagi, Kelly. Saranku, kau tolak saja tawaran dari Rei. Dia tidak akan membantu apa-apa untuk menghapus isu itu padamu."

Aku hanya tersenyum untuk membalasnya. Aku masih sangat penasaran dengan niat tersembunyinya. Terlebih, aku ingin tahu bagiamana dia melihatku. Jika dia melihatku sebagai Reccon, aku tidak bisa mengabaikannya. Jika sebaliknya, aku bisa langsung mengabaikannya.

Sudah jam 11 malam dan Billy tidak mengabari kapan dia akan pulang. Ini menyebalkan karena dia tidak pernah melakukan hal ini sebelumnya. Apalagi…

BJ ada di apartemenku sekarang!

Aku tidak pernah tidur bersama dengannya selama ini. Ini benar-benar membuatku menjadi merasa gugup.

Dia akhirnya menguap setelah menyelesaikan beberapa tugas kuliahnya. Sepertinya dia belum menyadari waktu sekarang, sehingga dia terlihat biasa saja. Entah ekspresi apa yang akan dia buat jika dia menyadari hal ini. Apakah dia benar-benar akan tinggal jika Billy belum pulang? Padahal dia bertugas untuk menggantikan Billy jika dia sedang keluar.

Aku tidak berani untuk memulainya. Aku benar-benar menyedihkan.

BJ kini hanya mengenakan kemejanya saja dengan beberapa kancing atas terbuka. Sweater-nya sudah dilepaskan sejak makan malam tadi. Dia sekarang terlihat seperti seorang pembisnis yang baru saja menyelesaikan tugas kantornya, padalah dia barusaja menyelesaikan tugas kuliahnya saja. Rambutnya berantakan, wajahnya tetap terlihat tampan meski sebenarnya dia sudah sedikit lesu. Dan semakin ke bawah aku melihatnya, semakin mengerikan pikiranku mengenainya. Aku tidak bisa menghentikan pikiranku yang menjadi kotor melihatnya sekarang.

"Billy tidak mengabariku kapan dia akan kembali." Katanya akhirnya. Itu menyadarkanku.

"Dia juga tidak mengabariku." Balasku.

BJ hanya melirikku lalu kembali fokus dengan layar hologram di depannya. Apakah dia masih memiliki tugas lain?

Lalu layar di depannya mati. Aku tersenyum lebar.

"Sepertinya aku harus pulang sekarang." Katanya.

"Tidak boleh!" sial, darimana keberanian ini muncul?

BJ menatapku dengan bingung.

"Maksudku, Billy menyuruhmu untuk menggantikannya saat dia pergi. Jadi kau harus menjagaku di sini."

"Dia tidak pernah mengatakan hal itu sebelumnya." Katanya.

"Tidak bisa. Aku atasannya. Akan kusiapkan semuanya untukmu di sini sebagai balasannya."

"Baaa…iklah…." Dia menjawabnya dengan sedikit berat hati, tapi dia menyetujuinya!

"Kau tidak bisa tidur di kamar Billy. Kita harus menjaga privasinya. Jadi kau harus tidur di kamarku." Kataku.

BJ terkejut saat aku mengatakannya. Sepertinya aku terlalu terburu-buru. Aku lalu pergi untuk mengambilkannya handuk.

Aku meminta BJ untuk mandi selagi menunggu pakaian yang kupesankan untuknya. Aku juga langsung mencuci baju yang dipakai BJ malam ini agar besok pagi bisa langsung dipakai lagi olehnya. Hanya menunggu lima belas menit, pesanan bajuku datang. Desta yang mengantarkan pesanan itu kepadaku.

"Desta, beristirahatlah hari ini dengan teman-temanmu. Usahakan sedikit memberikanku ruang." Pintaku dengan berbisik.

Aku tahu dia sedikit terkekeh mendengarnya, tapi dia harus bersikap profesional di depanku. Dia menjawabku dengan mengangguk patuh lalu dia pergi. Kemudian, aku membawakan pakaian tidur baru untuk BJ ke kamar mandi. Aku membuka pintunya sedikit dan meletakannya di atas wastafel yang dekat dengan pintu. Ada sebuah bilik kaca buram untuk area basah di kamar mandi ini sehingga aku tidak melihatnya secara langsung sedang mandi. Toh aku juga sambil menutup mataku saat aku membuka pintunya untuk meletakan bajunya. Aku juga tidak lupa menahan deteksiku untuk tidak melihat setiap detail tubuhnya.

Setelah itu, aku kembali ke kamarku dan berganti pakaian. Aku menggunakan kamar mandi pribadiku yang ada di kamarku untuk membersihkan wajah dan menggosok gigiku. Aku memakai pakaian yang biasanya aku pakai untuk tidur, seperti baju tank top dan celana pendek. Bahannya yang dingin bisa membuatku tidur nyenyak malam ini. Dan aku memikirkan BJ yang tidur di sampingku. Ugh… rasanya…

"Kelly?" BJ mencariku.

Aku keluar dari kamar mandi dan menemuinya. Oh, Tuhan! Dia hanya mengenakan handuk sekarang. Aku langsung otomatis menutup wajahku dengan kedua telapak tanganku dan juga membalikkan tubuhku.

"Tahan deteksi. Tahan deteksimu, Kelly. Hold your f*cking detection!" aku terus memeringati diriku sendiri.

"Aku menemukan baju ini."

"Itu milikmu. Pakailah." Jawabku langsung.

"Oke."

Dia akhirnya kembali ke kamar mandi. Dia benar-benar bisa membuatku jantungku copot seketika tadi. Ini juga bukan hal yang bagus juga. Saat dia sedang mandi, aku harus menahan deteksiku dengan kuat sampai aku tidak menyadari dengannya—telanjang dada dengan handuk. Apakah dia ingin pamer tubuh kekarnya itu? Ah… itu terlalu menawan!

Aku duduk di atas tempat tidurku. Terdiam. Termenung. Aku memikirkan apa yang akan terjadi denganku dan dirinya nanti. Kami akan tidur berdua dan… apakah itu akan terjadi? Hubungan kami hanya sejauh berciuman saja. Kami tidak pernah sampai ke tahap lebih jauh dari itu.

Deg deg… deg deg… deg deg… deg deg… sepertinya detak jantungku menjawab pertanyaanku.

BJ akhirnya kembali. Aku tersenyum lebar ke arahnya, tapi dia sepertinya kecewa akan sesuatu. Apakah aku berbuat hal yang salah?

"Aku pikir aku akan tidur di sofa." Katanya.

Dia pasti melihat bahwa aku menyiapkan tempat tidurnya di ranjangku, bukan di sofa. Ini membuatku benar-benar malu.

"Maafkan aku." Kataku. "Sofa bukan tempat yang pantas untuk tidur."

"Apa itu alasan?"

Aku takut dia tidak menyukainya dan marah padaku.

Tanpa sadar, BJ sudah mendekatiku. Dia mengangkat daguku sehingga aku bisa menatap kedua matanya. Tidak ada ekspresi marah yang kubayangkan sebelumnya. Dia menatapku begitu dalam. Apakah ini permulaannya? Aku menutup kedua mataku segera.

BJ mencium bibirku dengan sangat lembut. Dia melumat bibirku perlahan-lahan dan dalam. Aku sangat menikmatinya sehingga aku langsung membalasnya sambil mengalungkan kedua tanganku di belakang lehernya. Sesaat ciuman kami semakin intens, BJ mendorongku sampai aku jatuh di atas ranjang. Wajahnya masih berada di depanku, tubuhnya juga ambruk di atasku dan menindihku dengan sebagian dari bebannya. Kemudian kami melanjutkannya dengan melumat bibit dengan lembut dan dalam. Aku tidak tahu berapa lama, tapi kami belum menyentuhkan lidah kami. Saat aku mencoba untuk memasukan lidahku, dia menarik dirinya sendiri. Nafasnya terengah-engah. Lalu dia mencium dahiku dengan sangat dalam dan lama.

"Aku tidur di sofa saja." Katanya kemudian setelah melepaskan ciumannya di dahiku. Dia mulai bergerak menyingkirkan tubuhnya dari atas tubuhku.

"Jangan pergi!" kataku sambil menahannya dengan menggenggam tangannya. Dia terhenti tapi dia juga kesal secara bersamaan. "Kumohon."

"Aku yang harusnya memohon padamu, Kelly. Aku tidur di sofa atau aku pulang."

Aku tidak bisa berkutip. Dia tidak memiliki keinginan untuk melakukannya denganku.

"Ya, ya. Kau boleh tidur di sofa. Setidaknya, kau duduk di sini sampai aku tidur." Pintaku.

"Kau tidak takut kalau aku menyerangmu tiba-tiba?" BJ menanyaiku dengan tidak percaya.

Apa yang sedang dia harapkan?

"Kau menolakku baru saja dan kau mengingatkanku seperti itu?"

"Aku hanya bingung mengapa kau mau melepaskan pertahananmu."

Aku tidak bisa menjawabnya. Ditolaknya adalah hal yang sangat memalukan dan aku tidak berani meneruskannya.

"Temani dulu." Aku akhirnya mengalah.

BJ tersenyum padaku dan membelai kepalaku.

"Agar bisa tetap menciummu aku harus mengorbankan lengan kananku, apa yang harus kukorbankan jika aku bercinta denganmu? Nyawaku?"

Tidak… dia membahas hal ini.

"Kau keterlaluan waktu itu." Sangat jelas bahwa situasinya berbeda. Menyebalkan.

"Ya, aku mengakuinya. Dan bagiku, aku juga keterlaluan jika aku melakukannya denganmu sekarang."

"Aku tidak merasa seperti itu."

"Aku tidak tahu apa yang kau pikirkan tentang ini. Tapi sejujurnya aku belum siap." Katanya. "Aku di sini hanya untuk menjagamu, bukan untuk mengambil kesempatan lebih. Dan keberadaanku di sini tidak harus diisi dengan melakukan itu."

BJ mencium tanganku yang menahannya pergi. Dia menciumnya dengan penuh perasaan.

"Setidaknya, kau harus tetap menjadi Kelly. Pertahankan sikap defensifmu itu biar aku tahu bahwa aku kelewatan atau tidak."

"Bagaimana kalau aku yang menginginkannya?" tanyaku.

"Mengapa kau menginginkannya?"

Sungguh menyedihkan. Aku bahkan tidak bisa menjawabnya. Aku tidak bisa mencari alasan yang pasti untuk hal ini. Bahkan aku tadi bisa berpikir seperti itu secara tiba-tiba. Dan itu yang seharusnya kulakukan jika kekasihku menginap di rumahku. Tapi jika dipikir kembali, semuanya tidaklah benar. Maksudku, aku tidak perlu sejauh ini. Oh, Tuhan. Aku tidak tahu lagi apa yang akan terjadi jika BJ tidak menahan dirinya sendiri. Kami masih sama-sama muda dan belum siap untuk konsekuensi ke depannya.

Aku begitu naif. Aku berpikir bahwa ketika aku memiliki kekasih dan sudah cukup umur, aku boleh melakukannya. Seperti itu sering muncul di film romantis yang pernah aku tonton selama ini. Dan ternyata itu salah.

Tidak salah bahwa aku mencintainya selama ini.

Dari ini aku bisa belajar darinya. Pertanyaannya membuka otakku kembali untuk berpikir lebih logis. Sehingga aku sadar bahwa aku mungkin belum siap dengan ini. Maksudku, aku belum mempercayainya sepenuhnya. BJ mungkin sudah mempercayaiku dan dia tahu bahwa aku belum bisa. Aku harus berterima kasih dengannya.

Kutarik tangannya agar bisa kupeluk dalam tidurku. BJ tertarik dan menjadi tiduran di atas ranjangku. Kami sedikit menjaga jarak di antara kami, terlebih aku yang membatasinya dengan gulingku. Yang sekarang kuinginkan adalah bersamanya saat aku tidur.

***

Pukul 00.23 WIB

Aku tiba-tiba terhubung ke dunia virtual dan menarik kesadaranku masuk. Aku ditarik kemari dengan akun asliku, dan hanya beberapa orang saja yang bisa melakukannya tanpa seizinku. Dia juga bisa melewati sistem keamanan Jack dengan sangat mulus.

Kubuka kedua mataku yang langsung disambut oleh seseorang di depanku. Dia adalah seorang pria yang terlihat sedikit lebih tua denganku. Matanya yang bersinar itu terpancarkan begitu indah. Dia tersenyum manis ke arah avatarku karena sudah hidup.

"Welcome, Kelly." Sambutnya sambil memeluk avatarku. "Aku kangen banget!"

Kami padahal baru saja bertemu kemarin di tempat ini.

"Mengapa kau tiba-tiba membawaku kemari, Kak Leo?" omelku kesal.

"Benar." Dia melepaskan pelukannya. "Kau memintaku untuk mencarikanmu informasi, bukan?"

Saat aku tengah sibuk mengerjakan tugas kuliahku setelah makan malam, aku diam-diam mencari informasi tentang Pramudirga. BJ tidak akan memberitahuku tentang Rei sejauh dia tahu tentang dirinya, jadi aku mencarinya sendiri. Aku bisa mengakses informasi sedalam apa yang kubutuhkan. Dan aku mencari sangkut pautnya dengan perusahaan keluargaku. Hasilnya memang tidak ada. Perusahaan Pramudirga adalah perusahaan pariwisata terbesar di Indonesia. Dia tidak memiliki hubungan kerja sama yang besar dengan perusahaan keluargaku, bahkan tidak bekerja di bawah kekuasaan papaku langsung. Tapi, ada yang terlihat aneh di sana. Dari data yang kudapat tertulis bahwa saat Pramudirga berdiri, dia berada di bawah Bryant Corp. Itu sangat aneh. Apa yang dilakukan sebuah perusahaan farmasi terbesar tingkat dunia ini dengan perusahaan pariwisata tingkat regional?

Dengan namaku, aku tidak bisa mengakses data tentang perusahaan ini. Bahkan dengan bantuan Jack pun juga tidak bisa. Bryant masih sangat berbahaya untuk aku gali lebih jauh.

Tetapi, hanya ada satu yang bisa kumintai tolong tentang ini. Kaleo Bryant, dia bisa mengakses data perusahaan itu lebih mudah.

"Kau bisa mengirimiku pesan, bukan?"

"Aku bisa sempat memanggilmu kemari saat istirahat makan siang saja, tahu!" Benar, dia sedang berada di Alaska sekarang. "Dan ini bukan hal yang bisa kukatakan lewat pesan."

"Lalu?"

"Kau salah meminta bantuanku. Bye!" Dan dia tiba-tiba saja menghilang.

Sialan! Dasar kakak yang menyebalkan!

Bab 5

The doves with their own wings…