HAH!
Aku tersadar. Aku terbangun.
Sialan! Aku ketiduran di sini! DI ATAS KASUR KELLY!
Yang lebih buruk adalah dia masih di sampingku dan tertidur lelap. Entah jam berapa sekarang, intinya aku sangat bersyukur bahwa aku yang bangun terlebih dahulu. Aku bisa-bisa dibunuh di tempat jika ketahuan Billy. Ugh! BUKAN! Lebih parah dari pada itu. Seorang putri sepertinya tidak mungkin hanya diawasi di luar saja, bukan? Siapa tahu di sini ada kamera tersembunyi yang mengawasi kamarnya. Iya, kan?!
Menginap di sini lama-lama bisa memperpendek umurku. Dan persetan dengan aku yang semalam bisa… ugh! Aku tidak yakin, tapi…
SIAPA YANG TIDAK AKAN MENOLAK UNTUK TIDUR DENGANNYA?!
Lihat saja dirinya. Seorang gadis yang masih polos dan badan yang sangat menggiurkan bagi para buaya. Dia itu seperti sosok dewi yang terlihat sangat sempurna. Apalagi hal itu semua didukung dengan latar belakangnya yang tidak akan ada orang mau menyia-nyiakannya.
Tapi bagaimana bisa dia dengan beraninya menurunkan sikap defensifnya terhadapku begitu mudah? Bahkan pertama kali aku mencoba menciumnya saja membuat lengan kiriku patah. Aku mencurigai dengan apa yang dia suka akhir-akhir ini. Pasti. Dia bisa lengah pasti karena novel romansa ataupun drama yang sering dia baca dan tonton. Kelengahannya itu bisa membawaku kematian dalam hitungan hari saja.
Sudahlah… aku sudah tidak tahu harus kukatakan apa lagi kepada Paman Calvin jika mengetahui hal ini. Meski kami tidak melakukannya, tapi aku sudah berani hampir menyentuhnya dan tidur di sampingnya. Itu sebuah dosa yang besar—sebuah kesempatan yang menyenangkan. Aku tidak akan mengelak dari dosa ini. Aku sempat menginginkannya. Setelah menyadarinya sangat membuatku merasa malu.
Tapi untungnya, dia menerimanya. Entah dengan alasan apa yang ada dipikirannya sehingga mau mengerti—tapi kurasa dia lebih ke salah paham. Kelly masih terlalu polos untuk memahami apa yang sebenarnya kurasakan. Ya, dia belum tahu betul apa yang kurasakan. Setidaknya kami tidak jadi melakukannya, titik. Dan kami harus memiliki hubungan yang sehat.
No sex. No sex. No sex!
Itu hubungan yang sehat untuk kami berdua. Terlebih untuk mentalku.
Itu bukan hal yang mudah untukku. Mendapatkan kekasih yang sempurna seperti dirinya merupakan sebuah tanggung jawab yang sangat besar. Haha… menggelikan. Aku bahkan tidak tahu mengapa aku bisa mencintainya yang akhirnya membuatku terbebani dengan tanggung jawab ini. Semuanya itu terjadi tiba-tiba. Mungkin saat pertama kali melihatnya yang rendah hati membuatku tersentuh, bahkan setelah melihat siapa dirinya yang sebenarnya.
Kalau dilihat lagi, dia itu begitu polos. Dia masih menganggap semuanya begitu mudah untuk diucapkan sehingga membuatnya terlihat seperti merendahkan orang lain. Sering sekali dia mengumpatkan ketidaksukaannya terhadap makanan di sebuah restoran dan memberikan saran kepada pemilik restoran untuk mengubah resepnya. Dia juga dengan polosnya menerima semua yang dia tonton dan baca itu dalam kehidupan nyatanya. Apakah dia berpikir bahwa aku mirip dengan laki-laki itu? Yang selalu menunggu kesiapannya untuk bercinta? Nyatanya bukan dia tapi aku yang tidak siap dengan ini, terlebih dengan kemungkinan masa depanku.
Aku bangkit dari tempat tidur dengan perlahan agar Kelly tidak terbangun. Saat aku sudah terbebas dari tempat tidurnya, aku menarik sebuah selimut untuk menutupi tubuhnya. Melihat tubuhnya dengan pakaian minim lama-lama memang tidak baik untukku. Di sampingnya, ada jam hologram yang menunjukan pukul tiga pagi. Dia tidak akan bangun jam segini. Lalu aku pergi ke dapur untuk minum air putih dingin.
Beberapa hari ini merupakan hari yang berat untukku. Selain masalah Kelly yang menjadi seperti ini hingga beberapa masalah di dalam yang tidak berani aku katakan padanya. Aku masih takut untuk mengatakan hal ini padanya karena dia pasti sangat kecewa dengan kenyataan ini. Dan semuanya semakin menjadi sulit. Tali yang mengikatku makin lama semakin kuat.
Aku makin menjadi ragu-ragu tentang hubungan ini. Melihat Kelly lebih jauh membuatku makin merendahkan diriku sendiri.
Kupijat-pijat kepalaku dengan jemariku untuk meringankann ketegangan di otakku. Dinginnya air es bisa menjernihkan tubuh dan isi kepalaku secara perlahan. Aku minum lagi, segelas lagi dan lagi seakan kandungan air di tubuhku benar-benar sudah menguap akibat kerja otakku yang berlebihan.
Berlebihan? Aku hanya memikirkan betapa keras kepalanya keluarga besarku. Mereka begitu memaksakanku dengan segala keputusan mereka. Dan alasan yang tidak bisa kuterima dari mereka adalah untuk kebaikan keluarga. Apanya untuk kebaikan keluarga? Namaku bisa menjadi buruk di depan Kelly dan juga orang tuanya. Mereka akan menilaiku terlebih dahulu baru nama keluargaku.
Tapi ini seperti racun. Aku sudah sangat lama berama mereka dan mereka sangat memengaruhiku. Ini membuatku takut lama-lama.
Sejak aku menginjakan kakiku kembali di Kalimantan, aku langsung ingin sekali kembali ke Jakarta. Itu bukan hanya karena posting tentang kencanku dan Kelly, tapi juga karena aku sama sekali tidak ingin mengikuti acara keluarga ini. Semua dalam keluarga ini selalu berisikan sebuah kompetisi untuk mendapatkan gelar yang terbaik. Dan aku sebagai anak yang paling rendah di antara mereka semua karena papaku menikahi ibuku yang merupakan dari golongan rendah.
Apakah semuanya harus diukur dengan status sosial?
Papaku sangat beruntung mendapatkan perusahaan keluarga karena satu-satunya anak laki-laki dari tiga bersaudara. Semua kakak-kakak perempuannya—atau bibi-bibiku, mereka semua menikahi orang-orang kaya yang sudah ditargetkan oleh nenekku. Intinya, keluargaku tidak boleh memiliki hubungan dengan orang lain yang berstatus lebih rendah agar status keluarga tidak menjadi jelek.
Itu jelek di matanya, bukan di mataku. Bahkan aku menjadi sangat malu jika Kelly mengetahui tentang keluargaku yang sebenarnya.
Apakah mereka mengetahui hubunganku ini? Tentu saja! Itu sebuah kabar yang sangat bagus untuk nenekku. Apalagi saat dia mengetahui bahwa aku bisa mendapatkan hati dari seorang putri Calvin Reccon, yang dikabarkan adalah putri satu-satunya dari keluarga inti Reccon. Nenek menjadi begitu bangga kepadaku dan memanjakanku setelah itu.
Aku mendapatkan perlakukan lebih layak di keluarga itu dan ibuku juga disanjung-sanjung karena bisa mendidik aku untuk mendapatkan hati dari seorang putri.
Menyedihkan.
"BJ, cucuku, mengapa kau tidak membawa Kelly kemari? Nenek sangat ingin bertemu dengannya." Nenek menyambutku dengan menanyakan keberadaannya. Dia sebenarnya tersanjung dengan Kelly, bukan dengan apa yang kulakukan ataupun dengan ibuku.
Di dalam sini, semua keluarga memang sedang berkumpul. Yang paling ramai pasti para ibu, para bibi-bibiku yang biasanya memamerkan apa prestasi mereka untuk nenek dan sekaligus merendahkan ibuku yang sama sekali tidak membuahkan prestasi apapun. Namun semuanya berubah karena nama Kelly Reccon. Itu membuat nenek lebih menjadi berharap padaku daripada keturunan yang lainnya.
"Kami bahkan belum sempat bertemu langsung dengannya." Lanjutnya.
Aku tidak berniat untuk membahasnya lebih jauh, jadi aku membohonginya.
"Maafkan aku, Nenek. Kelly sedang memiliki urusan di Jakarta."
"Urusan?! Kau bilang bahwa kau itu kekasihnya. Apakah dia tidak punya waktu untuk kekasihnya saja?" Itu adalah Bibi Tania. Dia tidak menyukai dengan keberuntunganku karena dia memiliki anak laki-laki yang hanya setahun lebih tua denganku.
"Tania, Kelly adalah putri dari Tuan Besar Reccon. Dia pasti memiliki banyak urusan." Kata ibuku.
"Benar, Tania. Kau tidak perlu kesal. Dia adalah seorang permata bagi keluarga ini. Kita harus menghargainya." Nenekku jelas mendukung ibuku. Itu membuat bibi Tania menjadi semakin membenciku dan ibuku.
Aku bisa melihat ibuku sedikit tersenyum. Dia hanya merasa senang karena dia tidak menjadi bahan olokan keluarga saat ini. Itu hanya meredakan tekanannya di depan nenek. Sebenarnya ibuku tidaklah seperti mereka. Itulah mengapa dia berani menikahi papaku.
"Kita selalu memiliki jadwal yang pasti untuk acara keluarga ini. Jika BJ bisa merayunya, dia pasti bisa meninggalkan beberapa urusannya untuk berkunjung. Setidaknya muncul untuk makan malam bersama." Bibi Tania tidak mau kalah.
Sial, drama ini tidak akan pernah berhenti dan aku tidak bisa pergi dari sini secepatnya.
"Vian pasti bisa merayu gadis itu untuk datang jika dia menjadi kekasihnya." Terusnya.
"Ya. Aku mengenal salah satu relatifnya dan mengatakan bahwa gadis itu tidak sesibuk itu." Vian, sepupuku, menambahinya.
Aku tahu dia berbohong. Dia saja tidak berani untuk mendekati siapa pun. Bahkan dia lebih memalukan saat bergaul dengan teman-teman sebayanya.
"Siapa nama relatifnya itu, Vian?" aku memberanikan bersuara.
"Alpha Reccon." Dia menyebutkan sebuah nama yang tidak pernah aku dengar.
Orang yang memiliki nama Reccon sangatlah banyak karena memang sebuah keluarga yang sangat besar. Kelly pernah menceritakan bahwa setiap keturunan Reccon harus memiliki nama tersebut untuk menandai identitas mereka agar terlindung di bawah perusahaan keluarga Reccon. Dan Kelly adalah keluarga inti Reccon. Jika nama yang disebutkan itu benar, berarti dia berasal dari keluarga cabang.
Sebenarnya Kelly pernah bercerita bahwa dia tidak mengenal semua anggota keluarga besar Reccon. Itu menggelikan.
"Keluarga Reccon itu keluarga yang sangat besar. Dilihat posisi keluarga inti Reccon, kurasa mereka tidak begitu dekat dengan keluarga cabang." Itu papaku. Ya, dia lebih mengetahuinya karena lebih sering ke rumah besar Reccon di Kalimantan.
"Bagaimana bisa kau tahu? Kau saja bukan mereka." Bibi Tania masih saja menambahkan bumbu. Tapi itu adalah pertanyaan yang bodoh.
"Aku yang di sini paling sering datang ke Reccon Palace. BJ juga baru beberapa kali saja ke sana. Aku tahu betul bagaimana keluarga itu hidup."
"Jadi rumor itu benar? Mereka hidup terisolasi?" itu dari Bibi Tia.
"Benar. Tidak hanya terisolasikan diri kepada publik, tapi juga dengan keluarga cabang. Bahkan kalian tidak percaya tentang identitas asli Kelly Reccon sebelumnya, bukan? Setelah ibu mengirimkan mata-mata untuk mencarikan informasi, baru kalian percaya."
Itu tidak menutupi salah satu alasan mengapa Kelly harus menyamarkan identitasnya selama ini. Keluarga Reccon memang memiliki tradisi aneh yang sulit untuk dipahami.
"Jadi itu menjadi salah satu faktor juga mengapa Kelly tidak bisa datang. Kita tidak bisa memintanya begitu saja. Aku yakin bahwa Tuan Besar Reccon perlu mempertimbangkan kedatangannya kemari." Papaku menjelaskannya memang paling hebat. Aku tidak menyangka bahwa dia bisa membuat Bibi Tania langsung menutup mulutnya rapat-rapat.
Nenek akhirnya bersuara, "Kita belajar bahwa keluarga elit seperti itu benar-benar hidup dengan menutupi segalanya. Mereka memang sangat luar biasa untuk tidak memamerkan diri mereka ke depan publik. Kita harus belajar dari mereka agar kita bisa terpandang seperti itu."
Sayangnya, nama keluargaku sudah sangat besar. Bahkan posting yang dibuat Ms. JN itu bisa langsung menjadi tranding dalam hitungan jam. Dan bahkan isinya lebih mengasihani aku daripada Kelly sendiri. Kuharap mereka tidak mengetahui tentang isu ini, tidak selamanya. Jika sampai mereka tahu, aku yakin salah satu dari mereka akan bersuara ke pihak media—terlebih Prisly yang sekarang bertunangan dengan pengusaha media di Tingkok, aku sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi untuk mengatasi masalah itu. Aku yakin itu akan menjadi semakin rumit.
"BJ, cucuku." Aku menengok karena nenek memanggilku. "Kau harus mempertahankan hubunganmu dengannya. Kau harus menjadikannya istrimu di masa depan. Kau tidak boleh melewatkan kesempatan permata ini. Mata-mata yang kukirim baru saja mengirimkan informasi tambahan bahwa Kelly Reccon merupakan keturunan dari dua keluarga elit. Dengan ini, kita tidak hanya berbesan dengan Reccon, tapi juga dengan keluarga elit dunia yang lain."
Apa?! Aku malah baru tahu tentang hal tersebut. Dan itu membuat semakin mengerikannya hubunganku dengan Kelly. Berhadapan dengan papanya yang punya nama sangat besar saja sudah mengerikan, apalagi dengan yang lainnya. Berurusan dengan keluarga elit global memang tidak boleh macam-macam.
Aku kembali ke kamarku setelah acara tersebut. Kami memang diperbolehkan untuk beristirahat setelah semua acara keluarga telah selesai. Dan ini adalah waktu yang paling kusuka dari acara yang menyebalkan ini.
Setelah mandi, aku duduk terdiam di atas tempat tidurku sambil menatapi foto Kelly yang sangat cantik. Gadis ini sangat menawan dengan senyuman kecilnya. Di dalam foto ini, dia sangat menggemaskan saat detik-detik menikmati es krimnya. Dia memang suka seperti itu, menikmatinya selama beberapa detik hingga meleleh secara perlahan di mulutnya sambil tersenyum bahagia menikmati kenikmatan tersebut. Aku tidak pernah bosan melihatnya bertingkah seperti itu, apalagi itulah waktu yang sangat tepat untuk mencuri foto darinya. Foto ini tepat kuambil di waktu yang sama dengan apa yang dipostingkan oleh Ms. JN. Foto terakhir yang bisa kucuri darinya, dan aku tidak pernah ingin ini menjadi yang terakhir kalinya.
Jangan, apalagi setelah dia mengetahui tentang sebenarnya niat buruk dari keluargaku. Apalagi di saat aku tidak yakin dengan diriku sendiri untuknya. Kuharap hanya dengan mencuri fotonya di momen tertentu bisa selalu mengingatkanku bahwa aku mencintanya, bukan karena paksaan dari mereka.
Aku sangat merindukannya.
Tetapi, dia dalam kondisi yang kurang baik. Pesanku tidak dibalas setelah dia memberitahuku bahwa dia tidak apa-apa dengan posting itu. Tidak, dia pasti sedang tidak baik-baik saja. Kelly yang malang…
…atau aku yang malang juga?
Di saat seperti ini, aku harus lebih menghawatirkan Kelly yang sedang bersedih. Sungguh memuakan! Bahkan aku tidak bisa menghawatirkannya sekarang. Mungkin karena perasaan kesalku berada di sini dan beberapa hal lain dapat menutupinya.
"Maafkan aku, Kelly." Gumamku sedih.
Aku mencoba mempertahankan hatiku untuk mencintainya, namun aku tidak bisa membuat diriku merasa khawatir untuknya. Apakah benar aku mencintainya?
Di saat aku akhirnya bisa bertemu dengannya, rasanya langsung berbeda. Ada yang berubah, entah aku yang terdiam atau dia yang terasa lebih pendiam. Kami menjaga jarak yang cukup jauh saat kami benar-benar berpapasan di lorong.
Kelly memberitahuku bahwa dia sangat baik-baik saja sambil membelai pipiku halus. Sentuhannya seperti sengatan listrik kecil yang menggelitiki setiap syaraf-syarafku sehingga membuatku begitu nyaman. Di sinilah aku menyadari bahwa aku benar-benar mencintainya. Kugenggam tangannya dan kutarik dia untuk menuju mobilku agar kami bisa pergi dari tempat ini sesegera mungkin. Aku ingin memiliki waktu berduaan saja dengannya.
Tiba-tiba aku mendengar sebuah alarm berbunyi. Itu adalah alarm pagi untuk mengingatkan hari sudah pagi. Aku mengecek jam dan sekarang sudah jam setengah lima pagi. Siapa yang bangun jam segini paginya? Kelly bahkan terbangun jam lima tepat. Ah, aku lupa bahwa dia memiliki banyak pengawal yang harus dua puluh empat jam bersiaga di sekitarnya.
Cukup aneh rasanya untuk tinggal bersamanya, apalagi ini pertama kalinya aku menginap. Dia memiliki kebiasaan yang tidak pernah aku tahu sebelumnya. Akibatnya aku menjadi terkejut dengan segalanya di dekatnya. Bahkan kemarin saja aku bisa seperti salah satu orang penting yang harus dilindungi, melakukan menyamaran dan dibawa kembali ke apartemen ini dengan selamat. Lalu Kelly hanya menyebutkan bahwa dia terbiasa dengan ini?! Kehidupan macam apa yang dia punya sebenarnya? Diikuti penguntit sekelas anak kampus?
Aku berprasangka kalau inilah kehidupan para orang elit. Dan ini juga yang membuatnya menjadi menutupi identitas aslinya.
Tiba-tiba Billy muncul. Dia tiba di apartemen dengan pakaian yang lusuh dan rambut yang sangat berantakan. Wajahnya sudah tidak bisa dideskripsikan lagi. Dari sudut pandangku, dia seperti seorang pemabuk berat yang suka keluar hanya untuk membeli minum berakohol saja. Dan dia lebih terlihat mengerikan daripada biasanya.
Aku tidak berani menyapanya karena tidak tahu apa yang dia rasakan sebenarnya. Wajahnya yang tertekuk dan sangat lelah itu menandakan bahwa aku tidak boleh membuatnya kesal. Dia pasti akan memasukanku ke neraka setelah itu.
Billy langsung masuk ke dalam kamar mandi tanpa menghiraukanku. Itu bagus. Tapi kamar mandi ini seperti sebuah kotak ajaib. Sepuluh menit berlalu, Billy keluar dengan tampilannya yang seperti biasa. Dia terlihat segar dan siap dengan pakaian yang sering dia pakai untuk mengawal Kelly tiap hari. Apakah kamar mandinya itu bisa membuat orang jelek bisa menjadi tampan seketika? Ya, itu pasti yang membuat Kelly langsung membalikan badannya setelah melihatku sehabis mandi.
Aku masih terdiam di dapur sambil memegangi gelas kacaku.
"Breakfast set. Egg benedicts set at 06.20 a.m." Aku mendengar Billy memberikan perintah kepada robot maid mini. "Kopi. Kau tidak menyambutku dengan kopi, Brandon?"
Dia menyadariku sejak tadi. Tapi dia tidak marah. Itu bukan hal yang buruk.
Billy mendekatiku dan duduk di meja makan. Dia menatapku dengan dingin seolah-olah aku telah berbuat salah.
"Aku ini ayah angkatnya, apa kau tidak menghormatiku?"
Dan drama ini akan dimulai.
Aku menekan mesin minuman untuk membuatkan dua buah kopi. Mesin pembuat minuman Kelly ini memang paling efektif karena bisa membuat berbagai minuman dengan cepat. Bahkan aku hanya menunggu kurang semenit untuk mendapatkan dua cangkir kopi yang sangat panas. Aromanya benar-benar menusuk dan membuat kedua mataku terbuka lebih lebar.
Aku memberikan salah satu cangkirnya kepada Billy.
"Kau beruntung bahwa tuan dan nyonya sedang pergi, dan mereka tidak mengawasi Kelly langsung."
Dan dia juga cukup beruntung bahwa dia tidak pulang semalaman.
"Mereka baru saja kembali dan aku harus membuat laporan kepada mereka." Billy terdengar seperti kakek-kakek tua. Ini pertama kalinya aku mendengarnya sedikit mengeluh. Setahuku Billy itu sangat disiplin.
"Kau tak marah dengan apa yang kulakukan?" aku mencoba untuk berani bertanya meskipun nyawa taruhanku.
"Dasar anak muda. Kelly yang meminta bawahanku untuk menjaga jarak dari kalian. Apakah aku punya wewenang jika itu keinginannya?"
"Kau ayah angkatnya."
"Ya…" dia tidak menyukainya, mengapa tiba-tiba? "apakah aku perlu memarahimu lagi?"
Ini cukup aneh. Billy biasanya bersikap sangat protektif kepada Kelly. Bahkan dia selalu mengawasi kami berdua saat berkencan dengan melototiku tajam. Sempat aku berpikir bahwa dia tidak menyukai keberadaanku. Dan dengan sifat seperti itu, aku merasa sangat terganggu jika aku berduaan dengan Kelly. Tapi sekarang, dia seakan sudah lelah dengan drama ini.
"Tidak perlu. Toh aku tidak melakukan apa-apa." Kataku akhirnya.
Billy hanya melirikku tajam. Itu mengejutkan.
"Ya, Tuan. Brandon juga berada di sini sekarang untuk menemani Ms. Reccon…. Benar… Untuk sisanya sudah saya tulis secara lengkap di laporan sebelumnya… Baik, Tuan."
Billy bertelepon dengan Paman Calvin. Aku melongo mendengarnya karena dia membiarkanku untuk mendengar sebagian kecil dari percakapan mereka.
"Kau sudah dengar bukan? Tuan tidak akan memarahimu karena telah menyentuhnya jika memang Kelly bersedia."
Benar, bukan? Pasti ada kamera tersembunyi di kamarnya. Papanya saja bisa langsung tahu dengan keberadaanku di sini.
"Dia tidak mengatakan hal itu."
"Jika tuanku tidak suka, tuanku akan langsung memanggilmu dan memintaku untuk mengirimmu ke Kalimantan."
Apa itu sebuah peringatan?
"Mungkin paman tahu bahwa aku tidak menyentuhnya, jadi dia tidak marah."
"Kau tahu bahwa tuanku masih bisa mendengar suaramu." Kata Billy yang langsung membuatku merinding. Kukira dia sudah menutup panggilannya.
Billy tiba-tiba terkejut dengan sesuatu. Tubuhnya sedikit berguncang dan dia juga sedikit memiringkan kepalanya ke kanan. Dia seperti berusaha untuk menjauhkan sesuatu dari telinga kirinya.
"Billy! Billy! Apakah BJ masih di sana? Apa yang dia lakukan terhadap putriku?! Oh, Tuhan! Putriku sudah…"—itu mama Kelly! Sial, aku bisa mendengarnya juga.
"Alicia! Kau menghidupkan full speakernya. Dia bisa mendengarkanmu. Dan berhentilah bersikap heboh!" Suara paman juga akhirnya terdengar.
"I'm her mother, Calvin! Bagaimana bisa aku tidak seperti ini?! Aku meninggalkan putri kesayanganku berhari-hari karena pekerjaan sialanmu itu! Go and find Kim before I kick your ass!"
Mengejutkan! Aku tidak pernah mendengar mereka bertengkar seperti ini. Bahkan percakapan semacam ini tidak seperti percakapan antara orang tua, apalagi mereka seperti terbiasa melakukannya. Orang tua Kelly yang kutemui selalu bersikap dingin, tegas, dan susah ditebak. Menatap mereka saja menjadi hal yang kularang pada diriku sendiri karena tidak berani menganalisa ekspresi mereka. Hanya mama Kelly bisa bersikap sedikit manis dan ramah kepadaku. Tapi sama saja, dia juga mengerikan.
"Sudah kubilang bahwa anak itu bisa mendengarmu." Itu suara penutup dari Paman Calvin.
Aku tidak berani tersenyum meski aku rasanya ingin terkekeh. Dan Billy pun hanya menutup kedua matanya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Halo?" suara bibi menjadi sedikit malu. "Aku hanya ingin mendengar apa yang terjadi dengan putriku selama ini." Jelas sekali bahwa dia ingin tahu apa yang sudah aku lakukan pada putrinya.
"Tenang, Mrs. Reccon. Kelly tidak apa-apa selama ini. Dia mampu mengatasi masalahnya sendiri. Terlebih dengan kekasihnya. Mereka tidak melakukan apa-apa."
"Terima kasih Billy. Dan BJ, jangan macam-macam ya…"
Peringatan dari bibi memang terdengar lebih manis tapi juga lebih mengerikan. Sepertinya aku akan dijanjikan dengan sesuatu jika aku melakukannya lagi.
"Panggilannya sudah selesai. Tapi mereka tetap bisa mengawasi." Kata Billy. "Jaga sikapmu."
Aku mengangguk patuh sambil menangis di dalam hatiku.
"Mereka memang seperti itu sebenarnya. Abaikan saja jika mereka mulai bertingkah bukan seperti seorang tuan dan nyonya sebenarnya. Aku sudah sering melihatnya seperti itu dan anak-anak mereka seperti menjadi pemandu sorak di antara mereka. Memang keluarga yang lucu."
"Mengapa kau katakan hal itu padaku?" tanyaku.
"Kau tidak sadar? Nyonya telah menerimamu."
Apa?!
"Nyonya sengaja mengambil alih sistem di tempat ini dan menghidupkan speakernya agar kau bisa mendengar. Sepertinya kau sudah membuatnya percaya."
Aku hanya bisa tersenyum kecil. Aku tidak menyangka bahwa bibi bisa percaya kepadaku secepat ini. Menurutku, bibi bisa mempercayaiku karena aku tidak melakukan apapun pada putrinya semalam. Ya, ada untungnya ternyata selain nyawaku yang terselamatkan.
Billy menghidupkan layar hologram di depanku dan menunjukan lima buah foto orang yang berbeda. Aku sedikit terkejut karena dia tiba-tiba saja melakukannya. Dia tidak bisa memberikan jeda untuk mengganti topik pembicaraan kami.
"Kau mengenal mereka?"
Aku mengamati setiap foto yang ada. Foto pertama adalah seorang gadis dengan rambut pendek bergelombang. Dia memiliki mata yang lebar dan cukup charming. Kurasa dia tipe orang yang sangat periang. Lalu ada juga seorang gadis lain yang tampak biasa saja. Maksudku, kebanyakan perempuan berpenampilan seperti dirinya. Bahkan bentuk fisiknya juga mengikuti taraf kecantikan perempuan saat ini. Untuk sisanya adalah laki-laki semuanya. Ada yang terlihat begitu ceria dan tertutup namun bergaya keren. Namun, hanya satu yang aku ketahui di antara mereka berlima.
"Hanya laki-laki dengan tahi lalat di bawah matanya saja." Jawabku.
"Siapa dia?"
"Anak media kampus. Dia admin dari akun sosial media kampus."
"Renaldino." Billy bergumam sambil menyingkirkan foto yang kukenal. "Keempat ini?"
"Tidak tahu." Sepengetahuanku, aku tidak mengenal empat orang ini. "Apakah mereka yang menguntit kemarin?" aku hanya menebak-nebak.
"Ya. Mereka yang mengikuti Kelly dan berhasil dialihkan oleh Angga."
"Apa yang akan kau lakukan dengan mereka?" tanyaku.
Billy menutup layar hologramnya.
"Untuk saat ini aku hanya ingin mencari informasi kecil tentang mereka."
Cukup mencurigakan dari seorang pengawal pribadi Kelly. Jika dia memang ingin mencari informasi tentang kelima orang tadi, dia hanya perlu mencarinya di internet tanpa menanyaiku. Itu tidak akan sulit baginya. Dia bisa saja mendapatkan informasi selengkap-lengkapnya jika itu dikaitkan dengan pekerjaannya. Pihak perusahaan Reccon pasti mengizinkan untuk mendapatkannya.
Ketika jam sudah menunjukan pukul lima pagi lebih dua menit, aku izin kepada Billy untuk kembali ke apartemenku. Aku ingin segera pergi dari tempat ini sebelum Kelly keluar dari kamarnya. Kurasa, aku masih kurang begitu nyaman jika aku harus melihat Kelly pagi ini. Apalagi aku mendapatkan banyak peringatan. Selain itu, aku juga harus kembali untuk persiapan pergi ke kampus. Dosen dadakan yang satu ini suka memberi tahu keberadaan kelas offline kurang dari sepuluh menit yang lalu. Ini belum apa-apa, bahkan dia pernah memberitahukan tentang kelas offline lima belas menit sebelumnya. Bukannya itu sudah kelewatan? Dosen yang pandai berhitung uang pun tidak pandai menghitung waktu.
Billy meminta Angga untuk mengantarkanku karena aku tidak membawa mobilku ke apartemen ini. Setelah meninggalkan apartemen itu, aku merasa lebih tenang dan lebih terasa bebas dari pikiran-pikiran yang menghantuiku tadi pagi. Di saat seperti ini, mungkin aku baru bisa mengistirahatkan otakku—sampai tertidur. Angga membangunkanku saat kami sudah sampai di apartemenku. Istirahat dalam beberapa menit tidaklah buruk.
Kuucapkan terima kasih kepada Angga karena mau mengantarkanku sampai ke apartemenku. Kemudian aku berlari masuk ke dalam gedung apartemen dan menaiki lift. Kamar apartemenku berada di lantai lima dari dua puluh delapan lantai. Kondisi pagi ini masih sangat sepi kecuali para pekerja kebersihan dengan para robotnya dan juga petugas keamanan yang berganti shift kerja. Hanya ada beberapa orang yang sudah terbangun dan beraktivitas di luar sehingga penggunaan lift tidaklah padat dan lama.
Sesampainya di kamar, aku langsung mandi. Aku tidak lupa membuat sarapanku dengan mesin di dapur lewat ponselku. Aku juga mulai mengaktifkan robot maid mini yang kumatikan karena aku pergi selama berhari-hari. Robot itu langsung melakukan pekerjaannya dengan memutari seluruh ruangan yang ada di apartemenku.
Ruang apartemenku lebih kecil daripada milik Kelly. Bahkan kamar Kelly saja ukurannya hampir sama dengan ukuran seluruh ruang apartemenku. Kamar Kelly memang dipakai tempat yang multifungsi untuk dirinya sendiri, termasuk tidur, belajar, mandi, bersantai, sampai berolah raga. Satu ruang yang seharusnya menjadi rumah super minimalis untuk satu orang saja. Itu sangat berbeda dengan ruang apartemenku yang terbilang lebih kecil ini. Aku memiliki kamar yang secara tidak langsung terhubung dengan ruang tamu atau ruang santai dan dapur. Area air atau area untuk mandi juga berdempetan dengan dapur. Tempat ini tidak begitu luas karena berbagai perabotan dibuat seminimalis mungkin dan lebih berguna.
Aku mengecek semua agendaku yang kuatur untuk minggu ini dan aku juga merubah beberapa jadwal yang kemungkinan akan kulakukan. Dan semuanya hanya berhubungan dengan kehidupan kampus, membantu papa, dan juga dengan Kelly. Tentu saja, aku juga memiliki waktu untuk diriku sendiri. Hanya saja, beginilah kehidupanku. Tidak ada yang spesial dari ini.
Setelah tepat pukul tujuh, aku langsung meninggalkan apartemenku untuk berangkat ke kampus. Ada dua kelas offline yang harus kudatangi, tapi jarak waktu antar kelas cukup jauh. Aku terbiasa mengisi kekosongan tersebut bersama Kelly di kampus. Biasanya kami pergi ke bengkel kampus dan makan siang di sana bersama.
Sesampainya di kampus, aku memarkirkan mobilku di tempat parkir bawah tanah di Gedung 3. Seperti kata Kelly, keberadaanku lebih mudah ditebak. Tidak sedikit orang kutemui saat aku berjalan menuju kelas. Dan ada juga beberapa gadis yang mengetahui namaku menyapaku. Tidak mungkin aku bersikap dingin kepada mereka, sehingga aku juga menyapa balik lalu pergi.
Fakultas Ekonomi berada di Gedung 2 di JFTU. Banyak yang bilang bahwa Gedung 2 menjadi sebuah gedung yang dinomor duakan oleh pihak kampus karena Gedung 1 lebih membawakan potensi lebih. Aku tidak terkejut melihat banyak perkembangan yang diharapkan dari fakultas-fakultas di Gedung 1 hingga menganggap remeh fakultas lain yang dibuang di Gedung 2. Tetapi, ada hal yang tidak bisa diabaikan dari Gedung 2 karena kebanyakan berisikan orang yang tidak main-main. Ada anak dari pengusaha besar—tidak setingkat dengan milik Kelly, tapi lebih besar dari perusahaan keluargaku. Ada juga yang berasal dari kalangan perusahaan yang menguasai pasar tingkat regional. Ada juga dari kalangan besar di Tiongkok dan Rusia sampai kemari. Melihat ini semua seperti melihat duniaku yang sebenarnya. Di mana kebanyakan dari mereka mencari sebuah hubungan bisnis dan kekerabatan untuk mempertahankan posisi mereka.
Tidak ada yang ingin jatuh dan masuk ke dalam perlindungan negara sekarang. Perekonomian yang hancur hampir tiga dekade yang lalu bisa merubah tatanan ekonomi dunia sehingga menjulangkan perusahaan besar yang pada akhirnya disebut sebagai kalangan elit. Kelly Reccon memang salah satunya, dan di kampus ini bukanlah tempatnya. Jika dia mau memilih untuk bergabung dengan standar yang tepat, dia pasti berada di universitas ternama seperti di Universitas Himalaya ataupun Atlantic of Institute yang berisikan kaum super elit di dunia.
Tapi juga tidak banyak dari kalangan elit yang berada di sini, misalnya Anna Reccon (sepupu Kelly) yang bagian dari keluarga cabang. Lalu ada juga Richard Wellstone yang berasal dari Rusia. Dia bisa dibilang kalangan elit, namun seperti percabangan keluarga. Standar terendah mereka untuk menempuh pendidikan adalah kampus seperti ini. Dan kebanyakan dari mereka lebih memilih jurusan hukum.
Aku mengambil sebuah lift di Gedung 3 dengan jurusan khusus ke fakultasku. Di sini lumayan ada banyak orang, apalagi beberapa perempuan yang selalu terenyum selama berada di dalam lift ini. Aku tahu bahwa mereka tersenyum karena bisa satu lift denganku, ya aku tahu! Itu cukup menyebalkan.
Setelah keluar dari lift, aku mendapati ada beberapa perempuan yang menghalangi jalanku. Merkea seperti sedang menunggu lift selanjutnya namun aku tahu mereka sengaja melakukannya.
"Permisi." Kataku dengan sopan.
"Oh, maaf." Salah satu di antara mereka yang menjawab tapi mereka tidak berpindah. "Kau Brandon, kan?"
"Iya. Ada apa ya?"
"Aku mendengar kabar buruk tentangmu, sehingga aku menjadi khawatir. Apalagi tentang posting Ms. JN itu. Kau tahu, banyak orang-orang menjadi juga menjelekanmu karena berkencan dengan anak beasiswa. Anak beasiswa tidak ada yang baik dan pantas untukmu, Brandon. Ini seperti sebuah saran agar kau tidak merasa direndahkan oleh mereka lagi. Dan kuharap—"
"Maaf. Aku tidak mengenalmu dan kau tidak mengenalku. Kau awalnya menghalangiku dan memberitahuku hal ini? Apa kau sudah kehilangan akal sehatmu? Jika orang-orang menjadi menjelekanku karena posting tersebut, aku tidak masalah sama sekali ya. Dan kutegaskan lagi bahwa ini bukan urusanmu. Jadi, aku mohon permisi sekarang."
Aku menerobos mereka berdua dengan sedikit kasar. Tapi setidaknya tidak sampai membuat mereka terjatuh dan menangis. Itu sangat menyebalkan! Berani-beraninya mereka mendekatiku hanya karena masalah posting tersebut dan menyebutkan bahwa itu hal yang salah? Apa mereka bodoh? Menunjukan keinginannya langsung dengan berpura-pura bersikap baik hanya karena ada masalah ini sangatlah menjijikan. Orang semacam seperti itu lah yang tidak pantas denganku. Bagaimana bisa dia menghakimi orang yang tidak dia kenal sama sekali? Dasar bodoh.
Aku memang kesal dengannya dan langsung melupakannya segera. Ada kelas yang harus aku datangi dan ada urusan yang ingin kulakukan juga. Dan kuharap bahwa prediksiku tepat.
Rei Pramudirga, aku harus bertemu dengannya.
Aku memang tidak menghubunginya jika aku ingin bertemu dengannya. Dia memiliki kelas yang sama denganku pagi ini. Mendengar keberadaannya di kampus kemarin, itu membuatku yakin bahwa dia akan berangkat kali ini. Ya, dia tidak akan membolos jika tidak pergi ke suatu tempat untuk urusan pekerjaannya. Sesuai dengan prediksiku, dia datang.
Kutemui dirinya setelah kami selesai kelas dan di saat kelas benar-benar sepi. Dan dia tersenyum melihatku.
"Yo, Brandon! Lo keliatan kesal hari ini." Katanya. Dia memang terdengar begitu bersahabat tapi juga menyebalkan di waktu yang sama. Aku tahu bahwa dia hanya bersandiwara.
"Mau ngobrol?" tawarku.
Rei sekarang memang sedang dengan dua orang temannya. Mereka sepertinya sedang merencakan sesuatu entah apa itu. Mendengar tawaranku membuat kedua temannya pergi meninggalkan kami berdua di kelas sendirian.
"Kayaknya serius banget."
"Cukup serius untuk menanyakan mengapa kau mendekati Kelly."
"Apa lo jealous?" Jelas dia menggodaku sekarang. Dia bahkan lebih terlihat konyol sekarang.
"Jelas sekali tidak, Rei. Jangan libatkan penolakanku dengan Kelly, dia tidak tahu apa-apa."
Jawabanku membuat Rei tertawa. Aku tidak tahu lagi apa yang ada dipikirannya sekarang.
"Jadi lo pikir kalau gue deketin Kelly karena itu?" Dia menjeda sebentar. "Seperti apa yang gue katakan sebelumnya, Brandon. Rin ingin ketemu dengan lo."
Setelah kami tidak bertemu bertahun-tahun, yang aku dengar darinya adalah semakin memanjakan Rin dan menuruti apapun yang diinginkan oleh gadis itu. Bagaimana bisa dia mempertaruhkan segalanya demi gadis itu? Bahkan dia sampai berniat untuk mendekati Kelly dan memberikan tawaran tersebut.
"Apa lo jadi seangkuh itu setelah memiliki pacar? Setidaknya temui Rin lah, toh dia juga teman masa kecilmu."
Kami memang pernah berteman, tapi waktu itu masa lalu dan kami masih di sekolah dasar. Aku lahir dan tumbuh di Jakarta selama dua belas tahun. Karena meninggalnya kakekku, aku menjadi pindah ke Kalimantan dan papaku menggantikan posisi kakek.
Aku mengenal Rei karena dia satu kelas denganku dan kami selalu menjadi satu kelompok kalau ada tugas kelompok. Aku juga menjadi dekat dengan adik kembarnya yang sakit-sakitan dan selalu ter-bully di sekolah karena kondisinya yang lemah.
"Enggak." Aku tidak bisa memberikannya alasan dari jawabanku.
Berhubungan dengan Kelly membawaku harus mengikuti sandiwaranya. Aku juga harus menjaga kerahasiaan dari identitas Kelly di sini. Dengan memiliki hubungan dekat dengan orang lain bisa menjadi sangat berbahaya karena masalah keamanan Kelly. Hal ini sudah sangat ditekankan oleh Billy bahwa aku tidak bisa berhubungan terlalu dekat dengan orang lain—termasuk dengan teman lamaku sendiri.
Di saat aku sudah mencoba untuk menghindarinya, Kelly yang akhirnya ditarik olehnya. Itu memang seharusnya jika memang itu yang sebenarnya diinginkan oleh Rin.
Aku tidak menyukai obsesinya yang sangat berlebihan terhadapku. Bahkan dia menganggap dirinya seperti seorang putri yang harus kutemui. Jika dia ingin bertemu denganku, dia harusnya yang datang padaku—tidak meminta saudara kembarnya untuk memintaku ataupun memaksaku.
"BJ." tiba-tiba ada yang memanggilku dan menyentuh pundakku dari belakang.
Sialan! Bagaimana bisa Kelly berada di belakangku sekarang?!
Bab 6
Side to side to the main…