"Maaf ya lama," ucapku begitu sampai dengan seporsi mie ayam.
"Eh udah pada kumpul," ujar Mia yang diikuti Farel, mereka memesan seporsi nasi beserta lauk.
"Selamat makan!" seruku.
Kami makan dengan hikmat, terbukti tidak ada satupun yang berbicara. Berbeda sekali dengan meja lain. Disatu sisi memang bagus, namun aku merasa iri pada mereka. Mereka terlihat begitu dekat saat makan sambil bercerita. Aku harap hubungan kami menjadi dekat.
"Aku udah selesai nih, duluan ya," pamit Shella.
"Lho Shel? Bareng ..." sahutku.
"Makanan kamu belum habis, habisin dulu aja," ucapnya berlalu.
"Kamu deket banget ya sama Shella. Aku mau deh kaya kamu," celetuk Nadine.
"Kaya aku?" heranku.
"Iya, gampang dekat dengan orang lain," sambung Nadine.
"Aku tidak seperti itu."
"Masa sih? Keliatannya gitu, apa dari dulu temen kamu cuma Farel? Eh maaf aku lupa kalau kamu amnesia," ucap Nadine.
Farel memandang Nadine penuh amarah, andaikan saja ia tidak di kantin, pasti Farel sudah memarahi Nadine habis-habisan.
"Ngga masalah kok," ucapku seraya tersenyum.
"Kei, kamu ngga penasaran gitu sama masa lalu kamu?" sahut Mia.
"Penasaran sih ... tapi ..." Aku sedikit melirik Farel.
"Tapi apa? Farel? Emang Farel siapa kamu sih sampe larang kamu buat inget?" ucap Nadine cepat.
"Dia sa—"
"Cukup! Bentar lagi masuk, ayo kembali ke kelas," potong Farel meninggalkan kami.
"Farel tunggu," Mia menyusul Farel.
"Kalau kamu penasaran sama masa lalu kamu, kamu bisa tanya aku," ujar Nadine.
"Emang kamu tau?" tanyaku.
Nadine menjawabnya dengan tersenyum membuatku bertanya-tanya, benarkah Nadine mengetahuinya?
***
"Jadi jangan lupa untuk belajar materi yang sudah ibu berikan," titah sang guru.
"Baik bu ..." Semua murid menjawab kecuali aku, aku masih memikirkan ucapan Nadine.
"Kei?" panggil Shella.
Aku diam tak mendengar panggilan tersebut.
"Kei ..." panggilnya lagi.
Aku masih diam.
"Kei!" panggilnya tepat di kupingku.
"Eh ya? Apa Shella?" jawabku.
"Hari ini mau belajar ngga?" tanyanya.
"Boleh boleh," Aku mengangguk semangat.
"Di perpustakaan aja, gimana?" tawarnya.
"Ngga usah, di rumahku saja. Rumah aku deket kok."
"Ya udah kalau gitu."
"Aku ajak yang lain boleh ngga?"
"Ajak yang lain? Siapa?"
"Mia, Nadine sama Farel."
"Terserah sih, tapi aku cuma mau ngajarin kamu."
"Kalau gitu ngga usah deh, takut berantem hahaha," balasku seraya tertawa.
"Itu yang aku mau," batin Shella.
Untuk menghindari Mia dan Nadine, kami keluar kelas lebih cepat dan juga sudah mengkabari Farel agar ia tak menungguku.
"Kita kaya melakukan dosa aja menghindari mereka," komentarku.
"Ya apa boleh buat, mereka seneng banget ngekorin kamu," balas Shella.
"Hahaha ... tapi aku suka, berkat mereka aku ngga merasa sendiri," ucapku.
"Kamu ngga takut dikhianati sama mereka?"
"Apa yang mau dikhianati? Mereka semua baik kok."
"Tetap saja jangan terlalu percaya agar kamu tidak terlalu kecewa."
"Tenang saja, kamu ngga usah khawatir."
Shella memandangku datar.
"Ah sebentar," ucapku seraya menghentikan langkahku diikuti oleh Shella.
"Kenapa?" tanyanya heran.
"Kamu ngga akan khianati aku, kan?"
"Masa depan ngga ada yang tau."
"Meskipun kamu khianati aku pasti ada alasannya, ngga mungkinkan langsung khianati gitu aja tanpa sebab."
Shella tidak habis pikir dengan pikiranku, "bagaimana bisa ia berpikir positif? Tidak ada sama sekali raut curiga diwajahnya?" batin Shella sambil melihatku yang tengah tersenyum.
***
Waktu terus berjalan sampai tiba saatnya Ujian Tengah Semester. Di sekolahku ini setiap Ujian tempat duduknya sendiri-sendiri sesuai absen, biasanya satu kelas dibagi dua. Para guru sudah mengaturnya sedemikian rupa, jika kelas tidak cukup mereka akan ditempatkan di Lab Bahasa.
Saat ini aku sedang membaca rangkuman pelajaran Bahasa Indonesia. Tak lama Nadine datang menghampiriku.
"Hai Kei, gimana udah siap ujian?" tanyanya.
"Udah dong!"
"Kei banget deh."
"Apanya?"
"Semangatnya ... kalau lagi gini kamu yang dulu dan sekarang ngga ada bedanya," ucap Nadine dengan suara yang mengecil pada ujung ucapannya.
"Eh apa?" tanyaku yang tak sadar karena terlalu fokus membaca.
"Ngga, aku cuma nyemangatin kamu. Semangat Kei!" ucapnya berlalu.
Tett ... tett!!
Bel masuk sudah berbunyi, seluruh murid bersiap untuk ujian. 5 menit kemudian datanglah guru dengan soal serta lembar jawaban ditangannya.
Sebelum memulai ujian, kami berdoa terlebih dahulu. Setelah selesai, guru membagikan soal berserta lembar jawaban.
Aku mengerjakan soal dengan tenang dan teliti, jika ada soal yang membuatku bingung aku melewatkannya terlebih dahulu. Beda dengan Farel yang mengerjakannya dengan cekatan, Farel mampu menjawab soal dengan cepat tak kalah dengan Shella. Sedangkan Mia mengerjakannya dengan santai dan Nadine mengerjakannya dengan percaya diri.
Hal itu terus terulang sampai ujian terakhir.
"Akhirnya selesai," batinku menatap lembar soal.
"Waktunya tinggal 5 menit lagi," ucap sang guru.
Aku memeriksa jawabanku lagi agar tidak ada yang tertinggal.
"Semoga hasilku memuaskan," batinku penuh harap.
"Kei ..." panggil Mia dari jauh ketika guru sudah keluar kelas.
"Gimana ujiannya?" tanyaku.
"Bisa dong!" jawabnya seraya memelukku.
"Kamu kangen aku apa gimana deh? Tumben banget meluk," ucapku.
"Iya karena ujianku lancar. Aku yakin bakal nilai bagus!"
"Seyakin apa sih?"
"Hhmmm, sangat sangat yakin!" ucap Mia dengan mata berbinar-binar.
"Emang ada apa sih kalau nilai kamu bagus?" celetuk Nadine.
"Nanti ya aku ceritanya," balas Mia.
"Kenapa ngga sekarang aja?" sahutku.
"Nanti ya, pokoknya ini sesuatu yang bagus!" Mia mengacungkan kedua jempolnya.
Aku dan Nadine saling bertukar pandang, sedangakan Shella terlihat tidak peduli.
***
Tepat 15 menit sebelum ujian pertama dimulai, Mia mengajak Farel untuk bertemu di UKS. Mia tahu betul, kalau UKS sudah dibuka dan dokter sekolah belum datang.
"Ada apa?" tanya Farel tanpa basa-basi.
"Mau buat permintaan dan aku harap kamu mengabulkannya," ucap Mia.
"Apa?"
"Jadilah pacarku ketika nilai aku lebih bagus dari kamu. Nanti kita lihat dari rata-rata nilainya, maka dari itu berusahalah untuk menang!" Mia memperlihatkan senyum senangnya.
"Wow, aku ngga nyangka dia bakal begini. Tapi ini bisa jadi kesempatan yang bagus untukku! Semakin aku dekatnya, semakin aku mengetahui apa yang direncanakan oleh Mia dan Nadine!" batin Farel.
"Ok!" Tanpa Mia duga Farel langsung menyetujuinya.
"Yes! Untuk pelajaran khusus IPA dan IPS disesuaikan saja ya."
"Kalau misalnya nilaiku lebih tinggu dari kamu gimana?"
"Itu terserah kamu, kamu yang menentukan."
"Menarik," pikir Farel.
"Baiklah," balas Farel.
Berkat permintaan Mia, Farel menjadi lebih rajin dan Mia sangat serius dalam mengerjakannya.
Mia tersenyum ketika mengingat kejadian itu. Melihat Mia tersenyum membuatku dan Nadine bertanya-tanya.
"Mia baik-baik aja, kan?" bisikku ke Nadine.
"Aku harap gitu," balas Nadine berbisik.
"Udah biarin aja, kalau udah waktunya juga dia bakal cerita," celetuk Shella.
"Kalian ngapain diem disitu? Ayo!" teriak Mia.
Aku dan Nadine berlari menghampiri Mia seraya menarik Shella untuk ikut berlari.
***