Chereads / Pieces of Memories / Chapter 20 - Ch 20. Kenangan Akhir Tahun

Chapter 20 - Ch 20. Kenangan Akhir Tahun

Pada tanggal 30 Desember 2011. Aku, Farel, Nadine dan Devan pergi berlibur ke rumah nenek Farel di Bandung. Tentu saja dengan seizin orang tua. Sehari sebelum berangkat kami semua sepakat untuk berkumpul di rumah Farel pada pukul 09.00 pagi.

"Udah kumpul semua nih?" tanya Farel.

"Belum semuanya," ucapku setelah menghitung.

"Udah Kei, kita cuma berempat," balas Nadine.

"Lho dia ngga ikut?" tanyaku.

"Ngga dibolehin, kita juga ngga bisa maksa bukan?" sahut Devan.

"Iya sih ..." ucapku.

"Berarti udah semua, ayo naik!" ajak Farel untuk masuk ke dalam mobil.

"Maaf ya om kalau ngerepotin," ujarku begitu masuk.

"Ngga masalah kok, sekalian om berkunjung ke rumah ibu om," balas papa Farel.

"Om emang terbaik," celetuk Nadine mengacungkan dua jempol.

"Ngomong-ngomong aku jadi ngga sabar nih, pasti besok kita begadang," celetuku.

"Paling juga tidur duluan, kan kamu yang paling cepet tidur diantara kita," timbal Nadine.

"Daripada ribut soal tidur, mending dengerin puisi yang baru saja aku temui," sahut Devan.

"Ngga bisa sehari tanpa puisi," komentar Farel.

"Padahal ini puisi persahabatan karya Kahlil Gibran," cicit Devan.

"Ya udah coba bacain, tapi 3 bait aja jangan banyak-banyak," ucap Nadine.

"Tapi nanti kalian ngga tahu indahnya puisi itu ..." lirih Devan.

Kami bertiga serempak menghela napas.

"Yang dibacain 3 bait, sisanya kami baca sendiri," ujar Kei yang membuat mata Devan berbinar-binar.

"Bener ya? Nanti kalian harus kasih tahu lho kalau udah baca!" ucap Devan semangat.

"Iya," jawab kami berbarengan.

"Aku bacain ya," ucapnya yang disusul anggukan kami bertiga.

Puisi Persahabatan

Karya: Kahlil Gibran

Sahabatmu adalah jawaban dari kebutuhanmu,

Ia adalah ladang yang kau tebar dengan cinta dan kau panen juga.

Dia adalah papan dari perapianmu

Karena kau datang padanya dengan rasa laparmu dan kau mencarinya untuk kedamaian.

Ketika temanmu membicarakan pikirannya, kau tidak takut "tidak"

Dalam pikiranmu sendiri, atau menarik "ya"

Dan ketika ia diam

Hatimu berharap tidak akan mendengarkan hatinya

Karena tanpa kata kata

Dalam persahabatan

Semua pikiran, semua harapan

Semua keinginan dilahirkan dan diserakkan dengan kebahagiaan yang tak terkatakan.

"Bagus banget puisinya!" pujiku.

"Iyakan? Aku bacain satu bait lagi ya?" balas Devan.

"Ngga masalah," sahut Nadine.

"Aku juga," sambung Farel.

Akhirnya Farel membacakan bait ke-4.

Ketika kau berpisah dengan sahabatmu

Kau tidak menderita

Karena yang kau cintainya mungkin akan terlihat lebih jelas

Bila ia tak ada,

Seperti gunung yang terlihat lebih jelas dari gurun pasir

"Puisi itu indah bukan?" ujar Devan.

"Sangat indah ..." Aku buru-buru melihat puisinya. Aku membacanya dengan pelan penuh penghayatan.

"Hiks ... hiks ..." Air mataku keluar begitu saja. Bagaimana bisa puisi seindah ini?

"Nih," Devan memberikan dua lembar tisu.

"Kamu hebat dapat menemukan puisi yang indah," komentarku.

"Itu tidak ada apa-apanya. Beliaulah yang hebat menciptakan puisi indah. Aku sengaja memilih puisi persahabatan dengan harap kita selalu bersama karena kalian semua adalah sahabat berhargaku," jelas Devan.

"Hiks ... hiks ... hiks ..." Aku kembali menangis dipelukan Nadine. Nadine berusaha menenangkanku, padahal ia sendiri sedang menahan tangisnya.

"Apaan sih ah, geli tau!" celetuk Farel menengok keatas guna menahan air matanya keluar.

"Kalian memang sahabat berhargaku," batin Devan seraya tersenyum.

Papa Farel tersenyum menyaksikan pemandangan tersebut. Papa Farel senang bahwa Farel mendapatkan sahabat baik.

Setelah acara haru, mereka kembali berbincang, lalu bernyanyi bersama sampai tiba di rumah nenek Farel.

***

Keesokan harinya, aku dan Nadine mempersiapan makanan yang akan kami buat untuk merayakan tahun baru.

"Sini nenek bantu," tawar nenek Farel.

"Tidak usah Nek, nenek istirahat saja," tolak Nadine halus.

"Nenek ngga bisa diem aja," balas nenek.

"Hhmmm kalau gitu bantu memisahkan makanan saja nek," ucapku memperlihatkan dua kantung berisikan makanan yang dibeli oleh papa Farel.

Nenek langsung menyetujuinya, senyum cerah terlihat dari wajah nenek.

Farel senang sekali melihat nenek begitu bahagia.

"Andaikan saja kakek masih ada, pasti nenek tidak akan kesepian," batin Farel.

Kakek Farel meninggal 2 tahun yang lalu akibat penyakit stroke. Hari itu merupakan hari terberat untuk keluarga yang ditinggalkan.

Saat siang hari telah tiba, papa Farel pamit pulang. Ia sudah rindu istrinya, papa Farel akan kembali 2 hari kemudian untuk menjemput kami. Lalu, kami tidur siang agar tidak mengantuk saat pesta akhir tahun nanti.

Aku terbangun dan melihat sekitar. Sepi, "dimana mereka?" gumamku.

Ceklek!

"Syukurlah kamu udah bangun. Ayo keluar, kita bersenang-senang," ajak Nadine.

"Bersenang-senang?" heranku.

"Iya, lihat jam deh."

"Astaga sudah jam 8 malam. Aku tidurnya lama sekali."

"Hahaha ... ayo!"

Aku mengangguk.

"Kei sini sini!" sapa Farel.

"Akhirnya kamu bangun juga," celetuk Devan.

"Nih makan, aku yang panggang lho," Farel memberikan daging.

"Nenek mana?" tanyaku setelah melihat sekitar.

"Nenek tidur, katanya kita bersenang-senang saja," jawab Farel.

Aku mengangguk mengerti. Setelah aku memakan daging, kami langsung bersenang-senang, tak lupa mengabadikan moment tersebut.

"Kalian udah siap?" teriak Devan.

"Siap!" balas kami tak kalah teriak.

Kami menghitung sama-sama, "5 4 3 2 1!! Selamat Tahun Baru!!"

Tidak ada yang tahu bahwa ada seseorang yang terus memperhatikanku, ia sudah membuat permohonannya lebih dulu.

"Ayo kita buat harapan kita untuk tahun 2012," ujar Nadine.

Orang itu terkejut mendengar ucapan Nadine, namun ia ikut tersenyum seperti yang lain dan membuat permohonan lagi.

"Aku harap kita selalu bersama," Harapanku dengan sepenuh hati.

"Semoga makin banyak yang menyukai puisi," Devan memang tak bisa jauh dari puisi.

"Aku ingin dia menyukaiku juga," Nadine dan Farel yang penuh harap.

Farel memandang foto dengan tatapan sendu. Semua kenangan dalam foto itu terlintas begitu saja.

"Saat itu kamu buat permohonan apa, Kei?" gumamnya seraya melihatku dalam foto yang tersenyum memperlihatkan gigi.

***

Berikut lanjutan Puisi Persahabatan mulai dari bait ke-5.

Kala kau berpisah dengan sahabatmu

Kau tidak menderita

Karena yang kau cintainya mungkin kan terlihat lebih jelas

Kalau dia tak ada,

Seperti gunung yang terlihat lebih jelas dari gurun pasir

Dan biarkan tak ada tujuan

Dalam persahabatan menyimpan semangat yang salam

Karena cinta yang tidak mencari apapun

Kecuali penyingkapan misterinya

Bukanlah cinta yang sebenarnya

Melainkan sebuah jaring

Dan hanya kesia-siaan yang berhasil ditangkap kala ia harus tau tentang ombakmu

Birakan ia tau tentang banjir-banjirmu jua

Untuk apa seorang sahabat harus kau cari

Dengan waktu yang kau bunuh?

Carilah dia selalu dengan waktu untuk hidup

Karena dia ada untuk memenuhi Tetapi bukan kekosonganmu

Dan dalam manisnya persahabatan,

Biarkan ada tawa dan kebahagiaan

"Selesai," ujarku menutup buku kecil.

Buku kecil itu berisikan kumpulan puisi yang diperkenalkan oleh Devan. Rasanya aku telah tertular oleh Devan.

***