"PANTAIIII!"
"KAEL JANGAN LARI-LARI! NANTI JATOH!"Ken yang melihat adik perempuannya berlarian kesana-kemari itu tunggang-langgang mengejar adiknya, takut-takut jika adiknya tersandung dan terjatuh.
Walaupun Ken lebih sering bertengkar dengan Kyara, bukan berarti dia tak over kepada adiknya, apalagi perempuan satu-satunya.
"WOAH SEGER BANGET GILA! ADEM UHUY!"
"HEH! AYO KE PENGINAPAN DULU! INI UDAH HAMPIR MALAM! BESOK AJA MAIN DI PANTAI NYA EEQ!"Teriak Jihan sebagai komando saat melihat Kyara, Ken, Juna dan Cashel sudah berlarian kesana-kemari.
"YAH! KAK JIHAN GAK SERU NIH!"Protes Kyara saat Jihan baru saja koar-koar menyuruh mereka semua untuk menuju penginapan.
Ken yang baru saja mendatangi Kyara segera menggendong paksa adiknya ala karung. Bisa bahaya kalau Kyara tetap dibiarkan, gadis itu pasti akan ngeyel ingin bermain di pantai.
"Ayo semuanya ikutin gue, kita ke penginapan punya Keluarga gue ya."Ajak Bianca yang baru saja datang ke rombongan Jihan.
Yang lain mengangguk dan mengikuti langkah Bianca. Ya cukup berjalan sekitar 5 menit saja sampai mereka didepan sebuah penginapan termewah ditempat itu.
"Wow!"Kagum Fiana saat melihat betapa mewahnya penginapan milik Keluarga Bianca itu. Sudah gadis itu pastikan pasti namanya tak jauh-jauh dari Caldwell.
"Ayo masuk, penginapan disini gue kosongin, khusus buat kalian semua soalnya."Jelas Bianca yang membuat Ziano berbinar tak percaya.
Bagaikan makhluk sejenis setan yang ditolong oleh seorang bidadari.
Bianca sangat baik!
Mereka semua melangkah ringan memasuki penginapan. Setelahnya Leon terkejut saat ia mengenali salah satu gadis yang baru saja datang dan ikut bergabung bersama mereka.
"Kenalin, dia temen gue, namanya Angelina Blossom."
"Selamat datang semuanya, perkenalkan nama saya Angelina Blossom, usia saya tak beda jauh dengan kalian, dan semoga kita bisa cepat akbrab ya!"Senyum manis terpancar berbinar di wajah Angel, dan itu berhasil membuat beberapa pemuda tercengang melihat betapa cantiknya wajah Angel.
Liona yang memang sudah mengenal Angel sebelumnya menggenggam erat tangan kiri Leon. Kakak laki-lakinya itu menolehkan kepala dan mendapati adiknya tengah tersenyum menenangkan kearahnya.
"Semuanya pasti akan baik-baik saja."Itulah bisikan yang ia dengar dari adik semata wayangnya. Leon mengangguk percaya dan balas menggenggam erat tangan hangat Liona.
"Baiklah, 1 kamar akan dihuni oleh 2 orang, kalian boleh diskusi kamar siapa aja yang akan dihuni."Jelas Bianca yang dibalas anggukan oleh yang lain.
Fiana mengangkat tangannya dan menatap penuh harap kearah Bianca. "Gue boleh minta kamar tidur yang lebih luas dari yang lain? soalnya gue butuh se kamar sama Liona dan Kyara."
Kyara menoleh kearah Fiana yang ternyata peka dengan keadaan dirinya. Disini gadis itu hanya mengenal Ken dan Cashel. Apalagi Liona juga hanya mengenal Leon.
Bianca mengangguk saja dan menuntun Fiana, Kyara dan Liona menuju kamar yang paling luas. Sedangkan yang lain mengikuti arahan dari Angel mengingat gadis itu mengetahui seluk beluk penginapan ini.
Juna menyenggol lengan kanan Leon sembari menunjuk Angel menggunakan dagunya, pemuda yang diusik itu hanya menggeleng tak tau dan kembali bersikap cuek.
"Eumm disini ada satu kamar terluas, sisa 1, siapa yang mau pakai? khusus 3 orang?"Tanya Angel beserta penjelasannya.
Hendri, Treno dan Juna kompak mengangkat tangan, seperti ikatan batin, mereka sudah seperti twins beda emak bapak. Angel mengangguk dan memberikan kunci kamar ke tangan Hendri.
Pemuda itu segera memasuki kamar bersama Treno dan Juna, sudah dipastikan kamar itu akan menjadi kamar terheboh di seluruh kamar di penginapan.
Setelah berputar-putar untuk membagi kamar, jam sudah menunjukkan pukul 7 malam. Semua penghuni penginapan masih setia didalam kamar masing-masing entah melakukan kegiatan apapun.
Fiana merapikan letak jaket kulitnya sembari membersihkan beberapa debu yang menempel di pundak kanan, ia juga sedikit merapikan letak poni rambutnya sebelum pamit keluar dari kamar.
Entah kemana kakinya membawa kali ini, Fiana hanya mengikuti kata hati, perasaannya mengatakan, dia harus menemui seseorang untuk membicarakan sesuatu.
Ah ketemu!
Pemuda jangkung yang tengah menggunakan kaos lengan pendek itu tepat sekali tengah berada di taman penginapan. Angin yang berhembus kencang menerbangkan surainya bahkan tak membuat pemuda itu merasa risih ataupun beranjak dari tempat.
Fiana mendekat dan memilih langsung saja duduk di bangku yang sama dengan pemuda yang niat awalnya ia cari. Bukannya menatap langsung wajah pemuda di sampingnya, gadis itu bahkan juga ikut fokus memandang kearah kolam didepannya.
"Gue... mau mastiin sesuatu sama lo."Membuka pembicaraan tak membuat kedua sejoli ini saling menatap lawan bicara, Fiana bahkan terlihat lebih menikmati pemandangan dihadapannya daripada memandang pemuda disampingnya.
"Apa?"
"Gue curiga... kenapa teman-teman yang lain harus terlibat saat masalah ini hanya menyangkut tentang Keluarga Caldwell, dengan alasan minta bantuan? itu gak masuk akal, permasalahan besar kayak gini gak bisa dianggap enteng apalagi sampai bisa dibuat alasan minta bantuan dengan anak-anak yang lain."
"Apa yang sebenarnya lo sembunyikan? kalau tau ini adalah masalah khusus tentang Keluarga Caldwell, seharusnya ini menjadi cerita yang di rahasiakan, apalagi poin utama di kisah ini adalah lo dan Jihan sebagai penerus Caldwell."Tanya Fiana panjang lebar yang kali ini benar-benar mengalihkan atensi seorang Rezvan Earnest Caldwell.
Pemuda itu tersenyum miring saat Fiana dapat berpikir begitu kritis, apalagi hanya Fiana yang menyadari awal perbuatannya, benar-benar gadis diluar perhitungan.
"Oh, jadi udah ketauan ya?"Bukannya terkejut, pemuda bernama Rezvan itu malah terkekeh kecil merasa kagum sendiri dengan pemikiran Fiana.
Rasa ketertarikannya semakin dalam saat melihat tatapan mata yang begitu tajam dari bola mata Fiana. Sepertinya gadis yang ada dihadapannya kini bukanlah seorang Fiana yang lembut dan hangat kepada orang lain.
Tapi Fiana yang penuh dengan perhitungan dan berpikiran kritis.
Menarik sekali.
"Lo pasti tau kan kalau gue ini anak dari pemilik sekolah? tentu sebelum semuanya berjalan seperti ini, sudah banyak informasi yang gue cari kebenarannya. Lo tau? Seluruh orang tua temen-temen lo yang lain ada sangkut pautnya dengan masalah ini."
"Awalnya gue harus mencari para penerus dari keluarga Filbert, Norville, Harrison, Glasdtone, Langdon, Marquel, Halbert, Quantavius, Aleron, Evencio, Almanzo, Ives, Damarion, Samuel dan Egbert."
"Tapi waktu itu gue pernah nanya ke Jihan, temen yang deket sama dia siapa aja, terus dia bilang 'binatang peliharaan gue ada 15', yaudah, gue suruh sebutin nama 'binatang peliharaan' dia semuanya, lengkap beserta nama marganya."
"Dan disana, ternyata ke 15 Keluarga yang ada sangkut pautnya dengan kasus ini berhubungan dengan teman Jihan yang notabenenya penerus Keluarga, yaudah dengan begini, gue gak perlu repot-repot lagi ngumpulin manusia sebanyak 15 orang untuk diajak kerja sama."
"Tapi disini gue belum mendapatkan bukti, siapa kawan dan siapa lawan, jelas para penerus tidak mengetahui tentang rencana ini, karena para orang tua pasti tidak ingin bila anak mereka terseret masalah besar, apalagi dilihat-lihat mereka semua langsung saja setuju dengan rencana awal."
Fiana membulatkan kedua bola matanya dan menatap tak percaya wajah penuh seringai Rezvan. "Jadi mereka semua akan menjadi umpan dari rencana!?"
Rezvan menjentikkan jarinya dan mengangguk. "Benar sekali, jika salah satu orang tua mereka adalah seorang lawan, apa yang akan mereka lakukan jika gue gak mengajak mereka semua bekerja sama? pura-pura tidak tahu atau malah menentang orang tua mereka sendiri?"
"Kemungkinan besar mereka akan memilih pura-pura tidak tau dan tidak peduli dengan masalah orang tua mereka..."Lanjut Fiana yang kali ini mendapatkan respon puas di wajah Rezvan.
Pemuda itu kali ini benar-benar yakin, bahwa Fiana adalah gadis yang bisa ia andalkan. "Itu dia! jika ada yang menentang rencana gue sejak awal, itu artinya orang tua mereka...?"
"Seorang lawan!"Ucap Rezvan dan Fiana secara bersamaan. Disaat itu pula, gadis berambut sepunggung itu menyadari sesuatu dari ucapannya.
"Berarti orang tua Indra... seorang pejabat tinggi bukan? karena Indra terlihat begitu marah saat lo bahas tentang pejabat tinggi!"
"Benar sekali, sekarang, rencana awal kita dimulai dari Keluarga Filbert terlebih dahulu, ada banyak teka-teki didalam Keluarga ini, apalagi gue udah tau fakta yang menarik disini, sesuatu yang sudah disembunyikan begitu lama didepan publik."Cerita Rezvan dengan senyum misterius yang sering kali ia tunjukkan didepan Fiana.