"MENANG!"
Sorak kegirangan yang penuh dengan keringat dan hebohnya suasana membuat beberapa wisatawan pantai melirik mereka jengkel. Suaranya terlalu rusuh sampai membuat gendang telinga berasa mau pecah.
Tim Leon memenangkan pertandingan di akhir. Nilai yang hanya berbeda 1 angka itu menjadi berakhirnya pertandingan lama yang cukup menegangkan. Bianca membanting sendalnya saat merasakan perasaan tegang yang ia tahan selama 10 menit akhirnya terbayar dengan memuaskan.
"AKHIRNYA!"Seorang gadis dengan rambut bergelombang yang dikuncir kuda bersorak girang dengan kedua tangan mengepal keatas, ia menyunggingkan senyum lebar mengingat sedari tadi hanya diam memperhatikan.
"Wah! Liona semangat banget nih kelihatannya!"Goda Fiana, gadis cantik berambut sepinggang itu baru saja datang mendekat untuk menanyakan kabarnya mengingat sedari tadi hanya menyendiri dan diam termenung.
Yang di goda berjengkit kaget dan menoleh cepat, ia membulatkan kedua bola matanya dengan blushing yang merambat di seluruh wajah putih pucatnya.
Gadis yang di tatap tiba-tiba kelabakan dan berjongkok untuk menyamakan posisi Liona yang terduduk sembari memeluk lutut. "Loh eyyy kok wajahnya merah? kamu demam ya?"Tanyanya dengan nada bicara yang amat khawatir, tangan kanannya terangkat untuk mengusap lembut jidat gadis mungil dihadapannya agar tak merasa risih karenanya.
Liona yang diperlakukan lembut oleh teman Kakaknya terdiam kaku di tempat, untuk pertama kalinya saja, ada orang lain yang bersikap lembut kepadanya, selain kakaknya yang overprotektif itu tentunya. Ia sama sekali tak merasa terganggu ataupun menolak usapan lembut dari tangan Fiana.
"G-gak papa Kak, aku cuman sedikit kepanasan..."Jawabnya ragu tapi memang seperti itu kenyataan, panas matahari di pantai memang berkali-kali lipat panasnya walau tak jarang angin bertiup kencang menghembuskannya.
"PANAS!?"
"UWAHHHH!"Liona terkesiap saat Leon tiba-tiba datang dan menerobos tubuhnya untuk digendong. Gadis mungil itu merutuk, melupakan fakta bahwa kakaknya amat sangat overprotektif kepadanya.
Ya mau bagaimana lagi, tubuh Liona cukup sensitif terhadap sesuatu yang sangat panas ataupun dingin, bisa-bisa dia masuk rumah sakit untuk yang kesekian kalinya karena masalah imun ditubuhnya yang sangat buruk.
Fiana yang melihat kejadian seperkian detik itu melongo ditempat, ia terheran-heran melihat kecekatan Leon saat menggendong Liona menuju bawah pohon rindang yang cukup sejuk untuk ditempati.
"Wow, sangat overprotektif."
"Siapa?"
"ASTAGHFIRULLAH!"
Yang di tanya malah terlonjak kaget dengan refleks menjauh dalam radius beberapa meter, gadis itu melengos kasar sembari menepuk-nepuk pelan dadanya yang berdetak kencang akibat keterkejutan.
"Rezvan lain kali kalau mau nanya kasih aba-aba bisa? jantung gue cuman ada satu kalau mau tau."Katanya memperingatkan membuat Rezvan tak puas saat pertanyaannya malah diacuhkan.
Pemuda itu memilih duduk dari jongkok nya setelah beberapa saat merasakan pegal di pergelangan kakinya, ia menatap aneh kearah Fiana yang masih saja menjaga jarak darinya. "Ngapain jauh-jauh? ada yang mau gue kasih tau ini."Ajakan yang terdengar cukup tak berekspresi itu terdengar datar di telinga Fiana, membuat sang empu mencibir kecil.
Gadis yang dipanggil itu akhirnya mendekat dan memperhatikan apa yang ingin disampaikan oleh Rezvan. Sosoknya yang terlihat lugu berubah ekspresi menjadi keseriusan yang tak pernah ia tunjukkan kepada siapapun kecuali pemuda dihadapannya tentunya.
"Lo awasi Ael... maksud gue Kyara, karena ada sesuatu yang mau gue pastiin."Perintahnya dengan suara datar membuat gadis disampingnya mengangguk saja mengiyakan.
Toh mau Rezvan mencari informasi seperti apapun, minimal tak perlu melukai teman-temannya, ia akan terus berada di pihaknya, walaupun kadang ia sendiri harus memanfaatkan beberapa keadaan untuk keuntungan pribadi.
SRETTT!
"Uhukkk!"
Fiana refleks menoleh kebelakang saat kerah baju Rezvan ditarik kuat oleh seseorang. Kira-kira gadis SMA berusia 18 tahunan itu menatap tajam kearah bola mata hitam kelam milik Rezvan yang sedikit bergetar saat menetralkan keterkejutan.
Gadis itu menyeret kuat Rezvan menjauhi area pantai dengan Fiana yang dikode untuk mengikutinya juga. Sesampainya mereka di beberapa tenda penjual yang masih sepi, gadis berponi lurus itu melemparkan flashdisk kedepan wajah Rezvan dengan kasar.
"Gue udah cari buktinya, gue udah bilang kan sama lo sebelumnya! biar gue aja yang jadi rekan lo! jangan sampai adek gue terlibat! awalnya gue diam aja karena gue pikir lo gak akan seret adek gue ke dalam masalah ini!"
"Tapi apa!? lo dengan terang-terangan ngajak adek gue kerja sama? bajingan!"Amuknya meledak tak karuan sembari menahan kepalan tangannya yang sebentar lagi bisa saja meluncur mulus di wajah pemuda brengsek dihadapannya.
"Falisa Floreal Harrison. Sampai kapan lo mau jadi pahlawan buat melindungi adek lo? jangan jadi cewe naif, lo sendiri tau kan kalau masalah ini udah bukan masalah pribadi?"Lawan pemuda dihadapannya sembari memegang erat flashdisk yang baru saja dilempar paksa kearah wajahnya.
Falisa. Kakak perempuan dari Ziano Geffrey Harrison yang memiliki kepribadian badas tapi juga lembut. Gadis yang akan merasa terusik bila ada sesuatu yang menyangkut tentang kehidupan damai adiknya.
Ia sudah berjanji akan berada di satu jalan bersama Rezvan, dia tau bahwa orang tuanya selama ini melakukan korupsi diam-diam ataupun menggelapkan dana rakyat yang mereka pimpin untuk kepentingan pribadi.
Seharusnya pemerintah sudah mengetahui korupsi ini sejak awal, tapi karena ada orang lain yang melindungi ayahnya, apalagi kuasa orang tak dikenal itu amat kuat didalam dunia politik, itu mengapa ayahnya bisa menjadi lebih leluasa menguasai pendapatan uang bantuan untuk rakyat yang ia gelapkan.
Falisa benci, marah dan juga sedih selama ini ia hidup diatas kehancuran orang lain. Ia menginjak banyak hidup orang tak berdaya untuk kehidupan mewah yang selama ini ia nikmati. Itu mengapa dia berniat menghancurkan segalanya.
Menghancurkan segala kemewahan yang ia miliki saat ini, menghancurkan apapun yang membuatnya memiliki rasa bersalah mendalam dan juga membawa pergi adiknya sejauh mungkin dari pria brengsek yang sayangnya adalah ayah kandungnya sendiri.
Falisa tak akan tinggal diam, dia akan melakukan apapun agar adiknya tak perlu merasakan perasaan sepertinya saat ini, benar, dia harusnya bisa melindungi Ziano tanpa adiknya tau seperti apa sifat ayah mereka selama ini.
"Kakak gak bisa berfikiran seperti pahlawan begitu, cepat atau lambat, Ziano pasti akan mengetahui segalanya."Penengah diantara keduanya akhirnya bersuara setelah memahami percakapan mereka yang cukup bercabang baginya.
Fiana melirik kecil kearah Rezvan yang mengangguk menyetujui dan kembali menatap Falisa yang berniat memprotes ucapannya. "Apakah Ziano tidak akan kecewa kalau dia tidak tau apa-apa sejak awal? bukankah dia akan merasa 'aku adalah anak yang tidak berguna? bahkan sifat brengsek orang tua ku sendiri aku tidak tahu? lalu apa gunanya aku jadi anak mereka kalau begini?' apakah Kakak tidak memikirkan itu?"
Falisa terpojok, gadis itu menggertakkan giginya kasar saat mendengar penuturan Fiana. Benar, adiknya pasti merasa tak adil kalau dia menutupi segalanya. Pilihan ini, apakah baik untuk masa depannya?
"Lalu—"
"WOI BAJINGAN! BERHENTI SETAN!"
DUAGH!
"WAH KDRT ANJIR!"
Hendri tertawa puas saat melihat bagaimana nista nya Arfan yang digebuk habis-habisan oleh Ziano. Mengingat tadi dengan sengaja Arfan menumpahkan es kelapa tepat di baju Ziano, membuat sang korban langsung meledak dan menghabisi nya.
"BELIIN GUE ES KELAPA YANG BARU! GAK LO BELIIN! GUE ROBEK INI BAJU LO YA BRENGSEK!"Ancam Ziano penuh amarah sembari menarik kuat kerah baju Arfan yang sudah lusuh tak karuan.
"Zi sumpah, lo galak amat sama gue, mana main kdrt lagi."Balas Arfan bernyali tinggi sembari menatap penuh kepuasan wajah penuh amarah Ziano.
"WAH GILA ARFAN NANTANG MAUT BANGET SI, GAK NYANGKA GUE!"Heboh Juna yak tertahankan sembari mencomot sate gurita yang baru saja Treno beli.
Falisa yang melihat betapa galaknya adik kandungnya itu menjadi speechless, biasanya adiknya itu amat sangat manja bersamanya. Tapi kenapa sekarang terlihat berbeda...?
Ziano menyeringai lebar saat melihat wajah menggelap Arfan terpampang nyata didepan matanya. "Oh, gitu ya?"
SRAKKKK
"ZIANOOOOOOOOOO!"