Chereads / My True Friendship / Chapter 30 - Rencana Gila.

Chapter 30 - Rencana Gila.

Suara derap langkah kaki dikoridor panjang sebuah gedung yang tak terjangkau oleh keramaian membuat beberapa orang didalamnya tak ada yang mencoba membuka mulut bertanya atau mencoba mencairkan suasana.

Beberapa menit hanya berlalu begitu saja dengan berjalan kaki dalam keheningan. Seseorang akhirnya menghentikan langkah ke-4 orang dibelakangnya terkecuali rekannya yang sudah mengetahui tujuannya sejak awal.

"Ada apa? Kenapa kita dibawa ke tempat ini?" Tanya Indra dengan alis berkerut tak suka, alih-alih mendengarkan ucapan tuan rumah, ia lebih memilih mencurigai segala hal dan mempertanyakan sesuatu yang membuatnya tak nyaman.

Rudy tersenyum ramah dan menatap pintu yang menjulang besar dihadapannya. Tanpa repot-repot menjawab pertanyaan sang tamu , ia lebih memilih membuka pintu itu dengan perasaan senang.

Cahaya yang berasal dari lampu bak pernak-pernik di tengah-tengah aula menyambut netra ke-4 tamu itu dengan silau, seorang gadis dengan coat berwarna hitamnya segera berjengkit kaget saat tiba-tiba melihat beberapa pria dewasa menghalangi penglihatannya.

Hendri — Henny lekas-lekas memeluk erat lengan kiri Fiana agar tak digiring oleh para pria yang norak akan 'perhiasan emas' itu diseluruh leher, jari-jarinya dan pernak-pernik pakaian yang cukup menonjolkan kemahalan.

'Halah tai, kalah holkay sama Jihan aja belagu ini om-om sinting, ganteng kagak, buncit iya.'

Mungkin, ini efek saat dirinya bertransformasi menjadi Henny membuat jiwa julid nya semakin menjadi saat melihat penampilan orang-orang yang ditemuinya.

Fiana yang kali ini tinggi tubuhnya tak terlalu jauh berbeda dengan Henny — karena efek sepatu hak tinggi — sedikit melirik kesamping, dapat dilihatnya wajah Henny yang menampilkan ekspresi cukup bengis sangat waspada akan keberadaan orang-orang dihadapannya.

"Selamat datang nona-nona...! Kalian pasti pendatang baru disini kan?" Tanya seseorang diantara 3 pria itu yang seperti dugaan adalah pemimpinnya dilihat dari penampilan yang amat sangat mencolok.

Fiana bergidik dan menatap sedikit jijik kearah pria norak dihadapannya, mau tidak mau ia harus memperhatikan penampilan dan cara bicaranya apapun yang terjadi sekarang ini.

"Terima kasih atas sambutannya Tuan, benar, kami adalah pendatang baru disini, apakah pesta ini sering diselenggarakan? Karena kelihatannya kalian sudah cukup akrab ya fufufu." Balas Fiana dengan sedikit berbasa-basi membuat Henny disampingnya menahan muntah saat om-om dihadapannya sudah menampilkan wajah menjijikkan — efek dari ke-geeran yang tinggi karena disambut dengan ramah oleh gadis cantik bagai bidadari didepan matanya.

"Hohoho kami memang sering melakukan pesta disini, oh mungkin sejenis pertemuan dari para kalangan konglomerat, jadi tempat kami berpesta dengan orang-orang kolot miskin didepan sana dipisahkan oleh ruang yang lebih baik." Jelasnya panjang lebar tanpa curiga mengenai hal apapun.

"Maukah nona bergabung dengan kami?" Tanya salah satu diantaranya yang sedari tadi sudah bercukup untuk diam.

Fiana tersenyum lembut dan sedikit menunduk untuk memberikan kesan sopan. "Maafkan saya Tuan, mungkin saya akan bergabung nanti, untuk sekarang ada sesuatu yang ingin saya ketahui terlebih dahulu, jika berkenan maka... bolehkah Tuan-tuan sekalian dengan lapang dada menerima jika saya datang terlambat?"

Indra yang sedari tadi diam memperhatikan kali ini memasang ekspresi aneh, entah kenapa dia merasa...

'Etdah, mulut Fiana lemes amat bjirrr, sopan-sopan menghanyutkan.'

"Hahaha kamu benar-benar gadis yang sopan dan cantik, aku menyukainya, baiklah kami akan menunggumu selama apapun yang kamu minta! Karena kami akan menunggu kedatangan mu dengan sepenuh hati." Katanya penuh harapan, setelahnya para pria itu memilih pergi dan menetap di salah satu meja untuk melanjutkan obrolan.

Rudy yang pertama tersadar maju dan mulai melanjutkan pengucapannya. "Jadi Nona Fiana? Bukankah ini tempat yang bagus untuk dijadikan tempat bersenang-senang?"

"Itu benar, tapi mengapa anda membawa kami kesini? Kami kan hanya wisatawan dan bukan pendatang tetap..."

"Benarkah itu yang anda tanyakan? Ini bukan alasan yang khusus sebenarnya, hanya saja, saya rasa anda akan cocok bila bergabung diantara para konglomerat kalangan atas disini..."

Fiana mengangguk paham dengan balasan 'oh' saja di akhir ucapan, setelahnya Rudy dan Stephen pamit untuk bergabung dengan tamu yang lainnya.

Tentunya, sebelum itu mereka sempat pamit bila ada masalah yang menimpa mereka ber-4 bisa memanggil Rudy atau Stephen untuk dimintai bantuan.

Dan sekarang, mereka be-4 mulai membentuk sebuah lingkaran setelah mencari-cari tempat duduk yang cocok.

"Nah jadi? Mulut lo lemes amat sopannya, belajar dimana Fin? Perasaan gue tiap ada pertemuan antara ortu kadang suka diajak kelakuan gue tetep 11 12 kek preman." Kata Jihan yang pertama melontarkan pertanyaan tanpa menyadari bahwa Hendri — Henny sudah mengangkat tangannya ancang-ancang ingin memukul kepalanya.

"Halah, itu mah gue nya aja yang sering baca di manhwa-manhwa genre kerajaan gitu tuh, makanya mulut gue bisa lemes begitu, coba aja ada Duke Tampan Kaya Raya kayak di manhwa, adem kali yah ngeliatnya..."

"Lah gue udah Tampan dan Kaya Raya Fin..."

Duagh!

Dalam sekali dalam beberapa tahun, akhirnya Hendri — Henny bisa memukul kepala Jihan tanpa beban, karena sekarang, jelas Jihan tak akan balas memukulnya karena ia tengah bertransformasi menjadi seorang gadis cantik.

"Bukan lo setan!" Entah kenapa hari ini Henny benar-benar sensi dan berani bertindak kurang ajar kepada Jihan, padahal biasanya, ia di tindas oleh Jihan pun tetap diam dan hanya merengek dan memakinya saja.

Pemuda jangkung itu melotot dengan urat-urat yang tercetak jelas dibeberapa tempat rahangnya menandakan bahwa ia tengah menahan diri untuk tak menonjok seseorang dihadapannya.

"Simpelnya, gue dan Jihan gak bisa sembarangan ngebacod?" Tanya Indra mencoba mengalihkan perhatian semua orang agar berhenti berdebat tak berguna dan malah membuang-buang waktu.

"Tambahin nama Henny noh!" Tunjuk Jihan kearah seseorang yang duduk tepat dihadapannya tengah mencibir kecil sebagai tanggapan.

Fiana menghela nafas panjang dan segera melanjutkan ucapannya yang sempat tertunda tadi akibat acara perdebatan tak tahu tempat dan waktu seperti biasanya.

"Gak harus gue aja yang bicara, kalian juga butuh bicara, walaupun bicaranya terkesan kurang ajar, itu lebih baik untuk melindungi gue dan Henny dari para om-om mata keranjang tadi." Jelasnya dengan bisikan di akhir kalimat.

"Ok, kita bagi tugas, Indra dan Fiana jaga Rudy untuk sementara, sedangkan gue sama Henny ada urusan penting sama Stephen, dia itu korban pertama kekacauan ini." Senyum mengejek terpatri indah didalam ekspresi wajah Jihan Aarav Caldwell, tangan kanannya terangkat dan menunjukkan sebuah parfum berbotol kecil yang mencurigakan.

"Apa itu?" Tanya Fiana sedikit mencondongkan tubuhnya untuk meneliti botol berukuran kecil yang cukup untuk ia sekali genggam.

"Didalamnya ada Absinth."

Indra melotot tajam saat mendengar jawaban santai dari Jihan sedangkan Fiana sudah ancang-ancang ingin merebut botol itu dan membuangnya, tapi tentu tangan Hendri — Henny lebih cekatan dan lincah darinya.

"Heh! Kalian gila!? Serius!?" Bola mata gadis cantik itu membulat sempurna dengan mulut ternganga kecil tak percaya, sungguh, bahkan tangannya sudah gemetar kecil saat melihat ada Absinth didalam parfum botol kecil itu.

"Itu Absinth! Bukan wine anjing!" Kali ini Indra maju untuk memberikan protes saat kedua temannya malah membawa Absinth. Ini benar-benar rencana gila yang tak terduga.

Jihan hanya menguap bosan sedangkan Hendri — Henny memainkan botol parfum itu dengan membolak-balikkan nya berulang kali tanpa perasaan bersalah apapun. Mereka terlampau santai membuat satu-satunya gadis diantaranya bersuara.

"Ok, itu rencana gila, dan konyol! Heh! Dapet Absinth dari mana!?"

"Biasalah, orang dalam, ini cuman alkohol, bukan narkoba."

"Sama aja bego!" Indra melengos pasrah tak mengerti jalan pikir ekstrim seperti apa yang terlewat di otak Kanjeng Jihan itu.

Kedua orang yang saling mengetahui rencana sebenarnya saling melirik dan menyeringai lebar, entah apa yang akan terjadi selanjutnya, Indra dan Fiana hanya diam dan menonton keributan apa yang akan terjadi selanjutnya.

'Yah, mungkin tempat ini bakalan runtuh dalam bom waktu yang dipasang oleh Jihan.'