Chereads / My True Friendship / Chapter 27 - Rezvan : Tumben?

Chapter 27 - Rezvan : Tumben?

"YAK KAWAN-KAWAN! KALI INI ADALAH PERMAINAN VOLI INDIVIDU ANTARA JIHAN DAN REZVAN!"

Bianca yang baru saja berbicara itu melebarkan matanya dengan semangat membara, inilah pertandingan yang sedari tadi ditunggu-tunggu oleh mereka.

Jihan vs Rezvan.

Kedua sepupu yang di puja-puja memiliki kemampuan bertarung melebihi beberapa orang bodyguard dan begitu kejam. Tapi tentunya akan bersujud bila dipertemukan dengan ibu negara masing-masing.

Fiana yang terduduk disamping Bianca sudah menyiapkan beberapa tumpukan cemilan dihadapannya, mengingat pasti pertandingan kali ini lebih lama daripada pertandingan pertama.

"Ayo taruhan, siapa yang akan menang?"

Indra mendelik saat Treno baru saja menantangnya bertaruh, apa untungnya dia jika memilih salah satu dari para peserta itu?

"Males, gak dapet untung juga kalau gue milih salah satunya." Balasnya cuek dengan tanpa sopan merebut snack milik Treno yang baru saja dibuka sang pemilik.

Treno menggertakkan giginya dan meninju pelan lengan Indra. "Bajingan! kalau minta bilang elah! jangan asal rebut!" Ujarnya kesal sembari merebut paksa snack nya kembali.

Indra mendengus saja dan tak melanjutkan perdebatan, ia melirik Treno yang terlihat menikmati pertandingan yang baru saja dimulai ini.

"Gue milih itu bola voli, soalnya pasti meledak." Katanya memulai pembicaraan, yang dengan cepat mengalihkan atensi Treno.

Pemuda yang mengajaknya bertaruh tadi tersenyum lebar seolah merasa puas dengan jawaban Indra. "Oke, kita lihat apa yang akan terjadi selanjutnya." Balasnya dengan seringain khas kebahagiaan.

"HEH PERMAINAN MACAM APA INI!?"

"DEMI!? MEREKA LAGI PERTANDING APA MAU BUNUH-BUNUHAN!?"

"MAINANNYA HOLKAY BEDA LEVEL GAESSS!"

"BERHENTI MAIN GOBLOKKKKKKK!"

"AKKKKHHHH BRENGSEK!" Reyhan yang jaraknya cukup dekat dengan Bianca berteriak memaki saat gadis itu dengan seenaknya memakai toa untuk menghentikan pertandingan.

Bukannya apa, telinganya rasanya bisa mengeluarkan darah kapan saja jika ia tak menghentikan gadis itu untuk berhenti berteriak heboh!

"Apa si!?" Bianca malah balik nyolot saat Reyhan memakinya begitu.

Yang ditanya memasang raut seakan-akan mengajak 'duel saling tonjok' mengingat kelakuan absurd Bianca barusan.

"Tolong ya nona muda Bianca, ini telinga gue bisa berdarah kalau lo teriak pake toa, kalem aja kalem." Katanya yang kali ini terdengar cukup berdamai tak seperti biasanya.

Bianca yang awalnya memang ingin memukul wajah Reyhan mengangguk sebagai jawaban, lumayan saja melihat Reyhan tak mengajaknya bertengkar sekarang.

Rivan menepuk-nepuk pahanya tertawa terbahak saat dirinya dengan tak sengaja melihat pupil mata Reyhan bergetar, sudah dipastikan alasan pemuda itu tak mengajak Bianca bertengkar adalah...

Karena takut.

Ah sial, Rivan mengumpat sebanyak-banyaknya didalam hati karena menikmati wajah tertindas seorang Reyhan.

"Lo gila ya?"

Rivan yang awalnya masih terbahak menorehkan kepalanya dan dapat melihat wajah menyebalkan dari seorang William menatapnya jijik.

"Ya biasa aja gitu natapnya, gue jadi kek bateri goblok!" Hardiknya cepat saat melihat William malah menarik kuat kerahnya. "Coba bicara lagi, gue jedotin nih kepala lo ke itu pohon!"

Rivan yang berniat membalas ucapan William membuka mulutnya, tapi setelah mengingat keadaannya sekarang, ia kembali menutup mulutnya dan menggeleng kuat.

"Ampun baginda, saya khilaf."

BUGH!

"YAK SMASH YANG INDAH DARI YANG MULIA KANJENG JIHAN!"

Bianca bersorak saat Jihan baru saja mencetak satu poin, beberapa menit setelahnya, gantian Rezvan yang membalasnya dengan smash yang tak kalah kuatnya.

"WOW WOW! BALASAN TAK KALAH BENGIS DARI YANG MULIA PADUKA REZVAN!"

PRITTTT!

Kyara meniup peluit nya cepat-cepat saat melihat adegan seperkian detik yang akan terjadi, tepatnya, bola voli baru saja melambung jauh melewati arena dan bergerak menembus angin.

Mata mereka bergulir mengikuti arah bola voli menuju, beberapa pasang mata melotot kaget saat tujuan bola itu mendarat tepat berada diatas kepala seorang lelaki.

Jihan yang menjadi tersangka dan juga Rezvan dengan refleks berlari kencang mendatangi tempat kejadian dengan wajah panik. Mulut mereka kompak terbuka dan melontarkan kata yang sama.

"OM AWAS KEPALA!"

DUAGH!

"KYAAAAAAAAAA!"

Jleb!

DUAR!

[•]•[•]•[•]

Jihan menunduk meminta maaf dengan perasaan bersalah didepan wanita muda dihadapannya, tak disangka pertandingannya bersama Rezvan dapat membuat masalah seperti ini, apalagi poin mereka baru saja terkumpul 1 vs 1 saja.

"Maafkan saya ya tante..."

Wanita muda yang sedari tadi diajak bicara hanya terbengong ditempat menatap wajah Jihan. Sedangkan yang ditatap hanya menunduk dalam-dalam takut ditampar atau apalah sama wanita dihadapannya.

"Fufufu kamu tak perlu meminta maaf, aku sangat bersyukur loh kamu sudah dengan sukarela membuat kepala mantan pacar saya terkena bola voli sampai pingsan begitu." Candanya yang benar-benar bersyukur saat mantan pacarnya mendapatkan azab dari Jihan.

Pemuda yang diajak bicara mendongak dan tersenyum lega. "Benarkah? oh syukur deh." Matanya melirik ke sisi kanan dimana Rezvan masih menemaninya untuk meminta maaf tanpa mengeluh tak seperti biasanya.

Tangan wanita muda itu mengibas pelan saat merasakan suasana hati Jihan melega. "Pukulan kamu tadi keren! terima kasih ya!" Pujinya penuh syukur sembari menggenggam kuat tangan Jihan merasa tertolong begitu saja.

Jihan mengangguk saja walau tak mengerti apa yang dibicarakan wanita muda dihadapannya, yah sekarang masalahnya sudah selesai, jadi saatnya ia kembali ke pesisir pantai mengingat mereka tengah berada di salah satu penginapan terdekat.

"Kalau begitu kami pergi dulu ya tante!" Pamit Jihan penuh sopan dengan tangan yang satunya segera menggeret Rezvan menjauh setelah mendapat anggukan dari lawan bicara.

Rezvan yang di geret hanya melengos pasrah dan sedikit menggumamkan kata-kata kasar kala melihat kelakuan kasar Jihan padanya.

"Kalian mau kemana?"

Sebuah suara menghentikan atensi keduanya, mereka kompak mengernyit dan memasang ekspresi yang sama seolah-olah,

'untuk apa bertanya sesuatu yang sudah jelas jawabannya?'

Yang bertanya tadi memutar kedua bola matanya sambil berkacak pinggang merasa tak habis pikir dengan kedua pemuda dihadapannya. Jari telunjuknya memutar dan menunjuk matahari yang sudah hampir tergelincir tenggelam oleh kegelapan.

"Udah mau petang, waktunya balik ke penginapan, soalnya tadi kalian lama ditunggu, makanya sekarang ditinggal." Katanya yang cukup peka melihat tatapan kedua saudara sepupu itu kepadanya.

Jihan dan Rezvan kali ini untuk yang kesekian kalinya kompak mengumpat bersama. Padahal pertandingan mereka baru saja dimulai, bisa-bisanya langsung dibubarkan secara sepihak begitu.

Dimanakah keadilan sekarang!?

"Udah, gak usah banyak protes, waktunya pulang~" Bianca berlari dan mendesak untuk berdiri ditengah-tengah Jihan dan Rezvan. Gadis itu memeluk lengan kiri Jihan begitu juga sebagaimana ia memeluk lengan kanan Rezvan.

Gadis berambut pendek itu tersenyum antusias dan mulai berbalik menuju penginapan bersama kedua saudara sepupu kesayangannya ini. Tak habis pikir, mereka yang setiap bertemu selalu bertengkar untuk hari ini benar-benar bisa akur.

Rezvan melangkah menjajarkan kakinya dengan ritme berjalan Bianca, sedangkan Jihan mendengus geli melihat sepupu bungsunya itu mulai menempel padanya dan juga Rezvan.

"Tumben?"

"Ck! sekali-kali akur, jangan berantem mulu, gue juga punya cape kali ah." Jawabnya enteng setelah mendengar pertanyaan keheranan dari Rezvan yang sedari tadi memilih diam dan pasrah.

"Karena sebentar lagi bakalan ada tragedi besar, maka kita juga harus saling terbuka untuk mencapai akhir yang memuaskan!"