The Emotional Battle
Sejauh mata memandang hanya tampak bias cahaya semu mentari pagi. Di ufuk timur beberapa burung merpati beterbangan mencoba saling mendahului, berlomba menggapai ketinggian tertinggi. Burung itu melesat ke angkasa nan jauh di sana. Dari kejauhan terdengar raungan mobil honda civic tahun 2012 menggema menuju halaman sekolah, di dalamnya terlihat sosok remaja bertubuh atletis mengendarainya santai. Seluruh mata tertuju padanya, roman wajahnya yang tampan membuat semua gadis SMA di sekolahnya takjub padanya. Perfeksionis, idealis.
Ini semua hanyalah sesuatu yang kasat mata, ini tak akan bertahan lama, tak ada yang abadi. Gumamnya sembari melangkah memburu menuju kelas. Didapatinya di kelas telah ramai akan ocehan teman-temannya. Ia menatap kosong pada bangkunya, ia melihat surat kecil bertuliskan "untuk raihan".
Ia membuka surat kecil itu. Membacanya sekejap lalu membuangnya. Mengapa setiap hari selalu ada surat kecil bertemakan cinta, haruskah aku merasakan cinta. Gumam raihan.
"hey han, kenapa loe?kok tampak kurang gizi loe?" canda Revan.
"gue Cuma heran aja, kenapa selalu ada surat untukku setiap aku masuk?". Raihan membuang pandangannya keluar.
"come on....nikmati saja han". Sahut Revan seenaknya.
"it's not game van". Jawab Raihan dingin.
"loe hanya perlu pembiasaan han". Revan mencoba memberi sugesti.
"gue nggak butuh beginian lagi van".
"gue tahu loe sakit hati tapi bukan gini caranya menghapus sakit hati loe han, gue tahu sudah banyak loe menaruh hati pada gadis tapi akhirnya loe dikhianati, gue tahu...tapi bukankah loe punya segalanya han?loe punya harta yang banyak...loe juga calon penerus ayah loe...apakah itu nggak cukup buat hilangin kesedihan loe han?". Oceh Revan panjang lebar.
"bukan dengan harta suatu kebahagiaan dapat diraih..tapi dari sini". Raihan menunjuk hati revan. "di hati". Sambung Raihan.
"trus loe mau apa han?apa loe mau gue carikan pacar lagi?". Tawar Revan.
"nggak, gue nggak butuh van".
"lalu?".
"biarkan hal ini gue hadapi sendiri". Sahut Raihan dingin.
"loe yakin han".
"apa wajah ini pernah menunjukkan kebohongan van".
"gue percaya loe han....".
Bel berdering, semua siswa memasuki kelas. Terlihat dari pintu kelas , Nita masuk bersama dua temannya, Mia dan Sovi. Kedatangan mereka disambut hangat oleh siswa laki-laki.
"pagi nita...". sapa salah seorang siswa.
"siapa loe siapa gue..nggak ngaca loe? berani-beraninya nyapa gue loe". Bentak Nita.
Tak banyak ucap laki-laki itu segera menghindar, berjalan menghampiri tempat duduknya. Di kelas dan di sekolahan Nita memang dilkenal sebagai anak orang elite yang kekayaannya berada satu level diatas Raihan. Imbas dari kekayaan itu adalah sifat angkuh dan sombong Nita. Dia mengandalkan ayahnya yang memiliki sekolahnnya itu.
Ayah Nita adalah seorang pengusaha besar yang memiliki sekolah dimana Nita sekolah. Ayahnya bekerja sebagai direktur utama ekspor-impor negeri.
Sekolah itu bernama OLIVER, sekolah elite, gedung yang megah dengan panorama yang eksotik menambah aksen tersendiri, maklum saja sekolah OLIVER memiliki artsitek ternama level internasional. Raihan melihat sekejap Nita lalu membuang pandangannya jauh-jauh. Ia sudah muak melihat keangkuhan Nita.
"hey han..". sapa Nita.
"hey...ada apa?".
"nggak cuma nyapa aja". Nita tersenyum menggoda.
Tak berselang lama Bu Salma masuk kelas.
"selamat pagi anak-anak". Sapa Bu Salma yang ramah.
"pagi bu". Jawab para siswa serempak.
"baik sampai di mana pelajaran terakhir kita?".
"bab 2 bu..". jawab Raihan.
"Baik mari kita review pelajaran kemarin". Ujar Bu Salma.
Dalam pembahasan bahasa inggris tetap diketuai oleh Raihan. Dia disebut-sebut sebagai kamus berjalan,ia pernah menjuarai olimpiade bahasa asing tingkat internasional di london. Wah han..aku padamu han. Gumam Nita. Detik berjalan demi detik, mengantarkan setiap orang pada suatu masa dimana ia akan mengalami suatu kejenuhan yang tak bisa diduga datangnya. Menit demi menit seakan berjalan mencekik leher bagi orang yang memiliki level kesabaran rendah.
************
Tak terasa pelajaran telah berlalu, angin segar terasa berhembus menerpa Nita, jam akhir sekolah adalah saat yang sangat ia nanti-nanti kehadirannya. Nita segera menghampiri Raihan.
"han bisa bareng nggak?"
"sorry gue buru-buru". Jawab Raihan sembari pergi memacu mobilnya keluar halaman sekolah yang sangat luas dengan taman yang indah. Dari kejahuan Nita hanya memandang kecewa. Setiap kali ia mengajak Raihan selalu ditolaknya. Gerangan apa yang membuatmu berubah han?. Gumam Nita. Memangnya loe nggak tahu siapa gue? gue bisa lakuin apa aja hingga gue ndapetin loe.tunggu-tunggu, bukankah ayah gue seorang diretur ekspor-impor, kenapa gue nggak manfaatin saja ayah gue untuk membujuk ayah Raihan.
Dalam perjalanan, Raihan memacu mobilnya hingga angka seratus KM/J. Ia tak memperhatikan ada gadis bersepeda yang hendak menyeberang jalan. Tiba-tiba "ciiiit ciiiit". Suara rem mobil Raihan berdecit keras. Gadis tadi jatuh di aspal. Sepedanya rungsek di parit dekat jalan. Sontak Raihan segera keluar dari mobil dan menemui gadis itu untuk memastikan keadaannya. Betapa terkejut Raihan saat gadis itu menolehkan pandangannya padanya. Bagai tatapan bening bidadari, matanya begitu bercahaya menatap Raihan.
Tampak jelas di roman wajahnya ia bukanlah gadis sembarangan, parasnya cantik dengan pipit lesung di pipnya. Rambutnya terurai lurus dengan poni asimetris kanan yang tertata rapi. Benar-benar bagai gadis khayangan. Raihan sempat terbengong melihatnya.
"hati-hati donk kalau nyetir". Tegur gadis itu.
"e..ma'af..ada yang luka?". Tanya Raihan.
"nggak apa-apa kok, Cuma lecet". Jawabnya sekenanya.
"tapi sepedamu rusak, mari aku antar pulang". Tawar Raihan.
"ah..nggak usah, aku bisa pulang sendiri kok".
"tapi aku ngrasa nggak enak.....ayolah...". Raihan membawanya masuk ke mobil lalu melesat di tengah teriknya matahari. Ia membawa mobilnya mengikuti petunjuk dari gadis itu. Setelah melewati beberapa pertigaan sampailah Raihan di rumah gadis itu.
"makasih ya". Gadis itu tersenyum.
"sama-sama, oh ya kalau kamu mau menuntut ganti rugi ini". Raihan menyerahkan kartu nama beserta alamat lengkapnya. "kamu bisa datangi alamat itu". Sambung Raihan.
"baik...kapan-kapan aku kesana". Senyum kecil kembali terbit di bibirnya.
"aku permisi dulu ya..."
Raihan memutar balik mobilnya lalu pulang. Dalam hati ia tersenyum puas bisa bertemu dengan gadis secantik dia. Ia sangat menanti-nanti kedatangannya.
Di lain tempat, Nita tengah membujuk rayu ayahnya untuk melakukan koneksi dengan ayah Raihan. Nita mendapatkan segalanya dari ayahnya. Ia tergolong anak yang manja dan sangat suka menghabiskan uang terlalu banyak. Dengan uang semua bisa ia dapatkan. Tak peduli berapa banyakkah uang itu, ia hanya menghambur-hamburkan tanpa guna sama sekali. Ayah Nita menyetujui permintaan anaknya, ia berpikir sejenak tentang cara melakukan koneksi dengan ayah Raihan. Ayah raihan bukanlah sosok yang gila harta, ini takkan semudah kelihatannya. Tapi aku harus tetap mencoba untuk anak tercintaku. Gumam ayah Nita. Terbit sebuah senyum kecil wajahnya. Ia teringat kalau ayah Raihan adalah seorang distributor dalam negeri yang sukses. Ia berniat untuk menawarkan beberapa jasa bantuan bersyarat pada ayah Raihan. Aku tahu caranya, ya aku tahu. Ada kebanggan muncul dari dalam dirinya.
Harta takkan menggiurkan pendirian ayah Raihan, atau apapun. Sejak kecil beliau telah mendapatkan warisan pendirian yang tegar dari ayahnya, Handoyo. Orang-orang memberinya julukan singa podium. Julukan itu diberikan karena setiap ucapan yang keluar dari mulut ayah Raihan selalu bisa diterima dan membawa efek segan pada bawahannya. Bukan karena harta atau tingkat sosialnya yang tinggi, beliau dihormati karena kepemimpinan beliau sebagai MAIN DIRECTOR sangatlah baik. Dia tak malu untuk bermasyarakat dengan bawahannya. Setiap ucapan yang ia lontarkan selalu mendapat respon baik dari setiap orang.
**********
Raihan sampai di depan pintu gerbang rumahnya.
"siang den....". sapa satpam sembari membukakan pagar.
"siang pak...". jawab Raihan ramah. "sudah makan belum pak?". Tanya Raihan.
"sudah den, tadi pagi".
"yang siang belum?".
"belum den...". satpam meringis.
"ya sudah ini". Raihan mengeluarkan uang lima puluh ribuan.
"untuk beli makan, ajak juga teman bapak". Ujar Raihan.
"terima kasih den". Satpam itu berlalu darinya.
Raihan segera memarkirkan mobilnya di garasi pribadinya, terlihat di dalamnya ada sebuah mobil ferari dan sebuah mobil yang tertutup terpal pembungkus mobil. Saat melangkah keluar dari mobil ia mencium bau ayam goreng kesukaannya. Pasti ini kerjaan ibu. Gumam Raihan.
Diam-diam ia menuju dapur lewat pintu belakang. Berjalan perlahan tanpa suara. Ternyata benar, ibunya tengah menggoreng ayam. Ia berjalan mendekati meja yang di atasnya telah tersedia ayam goreng satu piring. Ia berniat hendak membawanya pergi ke kamar tapi sebelum itu terjadi ibunya mengetahuinya terlebih dahulu.
"wah sudah pulang ya kucing besar ibu". Canda Bu Fatma.
"iya bu, aku bawa satu ya bu".
"iya".
Raihan membawa satu piring ayam goreng ke kamarnya.
"lho-lho...katanya satu".
"iya bu, maksudnya satu piring". Raihan berlari ke kamarnya. Ibu Raihan membiarkannya pergi. Beliau telah mengerti kesukaan anak nya itu.
Di dalam kamar, ia mengingat kembali wajah gadis itu, begitu cantik nan menawan. Namun, tiba-tiba saja kenangan buruknya kembali muncul. Pengkhianatan yang dilakukan oleh mantan-mantan Raihan membuatnya gusar kembali. Gue nggak mau hal buruk itu terjadi lagi...nggak akan. Gumam Raihan. Raisa, Nita, Erika dan jesica. Mereka telah mengkhianatiku. Takkan terjadi lagi, gue nggak akan terbujuk oleh siapapun. Tapi kenapa sekarang Nita mencoba kembali ngedeketin gue?apa jangan-jangan ada sesuatu yang hendak ia rencanakan. Tapi gue nggak kan mau kembali padanya. Apapun paksaannya, gue akan tetap sendiri. Erika bilang lebih baik sahabat??apanya?sama saja sahabat juga pengkhianat, saat mereka telah menemukan seseuatu yang baru mereka akan lupa padaku. Mungkin ini udah jalan hidup gue, gue nggak boleh kalah. Apa itu sifat alamiah perempuan....apa semua gadis seperti itu,,,,habis manis sepah dibuang...jika iya. Maka mulai detik ini gue nggak akan percaya lagi pada semua gadis terkecuali orang yang telah mampu mendedikasikan dirinya itu setia. Titik. Pikir Raihan.
Sampai kapan han?sampai kapan loe bakal seperti ini?". pertanyaan muncul dari hati sanubarinya. Perang emosi ego terjadi lagi setelah sekian lama Raihan tak merasakannya. Apa loe pikir semua gadis di muka bumi ini seperti mereka yang mengkhianatimu???nggak han...loe salah, masih ada orang yang berhati malaikat berparas bidadari, hanya mungkin saat ini kamu belum menemukannya saja han....bersabarlah...ketika loe sudah menemukan pendamping yang cocok buat loe yakinlah hati loe akan terjaga...aku..hati sanubarimu akan tetap mengajakmu pada jalan yang baik. Hilangkan prasangka burukmu han, loe punya segalanya, hanya satu yang nggak loe punya....kebahagiaan... nasihat hati sanubarinya.
Raihan merebahkan tubuhnya di kasur, mencoba menggunkan akal fikirannya untuk menetralisir perang emosi ego tadi. Jika gue fikir-fikir sama saja gue ngehancurin perasaan orang yang menaruh perhatian pada gue. Juga hal itu juga hanya akan membuat mantan-mantanku merasa menang atas apa yang telah mereka lakukan padaku. Jika sepereti itu maka benar-benar gue orang yang rugi. Nggak ada salahya memberi kesempatan pada orang lain untuk dekat dengan gue. Iya, gue harus bangkit. Gue nggak bisa seperti ini terus. Gue harus terbuka. Akhirnya Raihan mendapatkan titik terang atas masalahnya. Ini merupakan langkah awal baginya untuk menjajaki dunia yang luas di sana.
Sesuatu yang baru janganlah ditolak tapi hendaknya pintar-pintar memilah-milah agar tidak terjerumus dalam penyesalan yang mendalam. Orang-orang sukses adalah mereka yang mau mengoreksi diri mereka sendiri dan terbuka menerima hal baru dengan mem-filternya agar tidak menyesal kelak. Meski langkah awal untuk memulainya sulit namun Raihan akan tetap mencoba. Namun, Raihan tetap bersikukuh untuk tidak pacaran lagi. Baginya hal itu hanyalah sandiwara yang tak rasional. Baginya cinta sejati adalah dimana saat seseorang mampu menunjukkan perhatian dan cinta kasih tulus untuk orang yang dicintainya. Bukan dengan kata kias cinta diungkapkan tapi cinta terucapkan dengan sendirinya melalui sifat alamiah seseorang. Juga bukan dengan memuji kelebihannya dan menutupi kekurangannya tapi dengan berkata apa adanya dan berusaha melengkapi kekurangannya karena pada hakikatnya cinta diciptakan untuk melengkapi sesuatu yang belum sempurna. Kebanyakan orang menilai bahwa cinta harus butuh pengorbanan. Iya memang betul, namun dalam artian pengorbanan itu adalah pengorbanan yang wajar bukan dengan mengorbankan harga diri.
Dalam renungannya, Raihan berusaha mencari arti cinta sesungguhnya. Namun, apalah daya jika Tuhan belum memberinya petunjuk. Hanya waktu yang akan menuntunnya pada kedewasaan tingkat lanjut. Waktu yang kan menerangkan apa arti cinta itu. Seiring berjalannya waktu akan tumbuh jua deskripsi-deskripsi masalah disekitar Raihan.
***********
Sekecil cahaya merah mengambang di ufuk barat, membiaskan sinarnya pada garis batas ufuk. Nampak warna kemerahan lembut dibalut dengan awan senja yang bergerumul. Raihan tengah duduk santai di beranda luar kamarnya, dari lantai dua itu ia dapat menikmati pemandangan taman rumahnya dan beberapa kolam ikan yang bening airnya.
Desain rumahnya disamakan dengan suasana rumah elite desa yang dulu pernah ia tinggali. Kesan asri tak lepas dari rumah mewah itu.
"raihan....". panggil sebuah suara dari luar kamar Raihan. Suara itu kedengaran berat dan penuh wibawa. Raihan segera membukakan pintu, ia mempersilahkan kakeknya masuk.
"sedang apa kau cu?". Tanya kakek Handoyo.
"hanya duduk kek, menikmati pemandangan senja hari". Jawab Raihan berjalan ke tempat duduknya di teras kamarnya.
"kamu suka ya cu?". Tanya kakek sembari duduk di sebelah Raihan.
"iya kek, rasanya bisa menghilangkan penat hari-hariku...Rai lelah kek...setiap hari harus melawan emosi Rai sendiri...". keluh Raihan pada kakeknya. Kakek tersenyum kecil.
"itulah remaja cu...kamu akan dituntut untuk menyikapi berbagai masalah dalam kehidupan ini, kakek juga pernah muda Rai". Ujar kakek.
"lalu bagaimana rai harus bersikap kek?". Tanya Raihan polos. Kakek mengambil cerutu dari sakunya, menyalakannya lalu menghembuskan asapnya keudara.
"hanya satu hal rai". Jawab kakek.
"apa itu kek?". Tanya Raihan penasaran.
"kenali dirimu....". Raihan mengeritkan kening. "apa maksudnya kek?". Tambahnya. "kakek tak tahu...". tertawa kecil.
"kok bisa kek". Raihan sebal. "itu tugasmu rai, untuk mencari jati dirimu. Jika sudah kau temukan maka kau akan tahu sikap apa yang harus kau ambil". Kakek meninggalkannya sendiri, membiarkan ia dengan sejuta tanda tanya di kepala Raihan.
Mengapa selalu kata-kata yang ngga gue tahu betul keluar dari lisan kakek, kenali diri gue???siapakah gue???ah...gila bahkan gue nggak tau siapa sebenernya diri gue. Apa ini tandanya gue belum dewasa ya??. Gumam Raihan. Ia mengedarkan pandangannya ke sekitar kamarnya lalu ia mendapati sebuah tulisan besar tertulis di dindig kamarnya. Be your self, never say i can't but say i'm doing it. Sejak kecil Raihan menaruh tulisan itu disana tapi hingga sekarang arti kata itu belum juga dapat ia nikmati atau bahkan belum ia pahami. Dalam dirinya tersimpan beribu pertanyaan yang memaksanya untuk mencari tahu sesuatu yang membuatnya penasaran. Ah....siapa sebenernya gue.....
"bruak...thaarr....". Raihan memecahkan cerminnya. Kakek mendengar suara dari luar kamar Raihan.
Benar rai, cermin itu takkan mampu menjawab pertanyaanmu, hancurkan saja. Bukan dengan cermin itu kamu harus mengaca, tapi mengacalah pada orang lain, bandingkan dirimu dengannya. Gumam kakek Handoyo. Senyum kecil muncul di wajahnya, menghisap ceruttunya lalu pergi menuruni tangga. Bisakah Raihan menemukan jati dirinya?disela-sela masalah percintaannya yang rumit ia bergumam
when live brings me to blind, love brings me to kind...