Satu minggu setelah kabar kesembuhan Raihan.
Raihan memulai sekolahnya hari ini. niatnya telah bulat. Dia telah siap menghadapi apa pun yang akan menimpanya hari ini. dia berjalan ditemani tongkat setianya. Tongkat itu selalu menemaninya kemanapun ia pergi. Revan datang menjemputnya pagi-pagi. Mereka berangkat bersama. Pagi tampak cerah, secerah raut muka Raihan. dalam dirinya telah menyala semangat baru. Bersama kepakan sayap merpati, Raihan melebarkan keinginannya untuk segera sekolah.
Di sisi lain Sheila tengah menjemput Asya. Mereka berangkat dengan mobil ford hitam.
"van tambah kecepatannya..". pinta Raihan.
"loe nggak kapok ya?". Revan menggerutu.
"gue udah lama nggak ngerasain sensasi kecepatan". Ujarnya. Revan terdiam.
"ayolah....". Raihan memaksa.
"baiklah". Revan memacu mobilnya hingga angka seratus, masih meningkat hingga seratus dua puluh.
Suara mesin, getarannya. Nyaman sekali, gue rindu ini. begitu nikmat. Tekanan kecepatan. Roda yang berdecit. Semuanya, gue serasa hidup lagi. Gumam Raihan.
Dalam beberapa menit sampailah mereka di pintu gerbang. Kedatangan mereka bersamaan dengan mobil Sheila. Kedua mobil itu berhenti tepat di depan gerbang. Sheila mengangkat tangannya, mengacungkan kedua jarinya lagu menggerakkanya kedepan. Memberi isyarat agar Revan masuk dahulu.
Melihat Raihan, Asya tersenyum. Senyum yang menawan. Membuat semua tergila-gila karenanya. Raihan membalas senyum Asya dengan senyum khasnya.
Mobil Revan masuk halaman, disusul oleh mobil Sheila. Mobil itu mengundang perhatian seluruh siswa oliver. Kedatangan Raihan membawa perubahan yang besar. Kedua mobil itu berjalan perlahan, beriringan hingga berhenti di satu lokasi parkir.
Raihan keluar dari mobil dengan tongkat setianya dibantu Revan sahabat karibnya. Raihan berjalan tertatih didampingi Revan. Tak jauh mereka berjalan. Asya mengikuti, ia memegang lengan dan bahu kanan Raihan, membantunya berjalan. Asya tersenyum pada Raihan. Raihan merasakan siksaan kecil di kaki kanannya. Sebuah cubitan-cubitan kecil, bentuk protes kaki kanan Raihan yang tak mau diajak berjalan. Raihan meringis.
Dengan setia Asya mendampingi setiap langkah Raihan menuju kelas. Dia tak merasa malu berjalan berdampingan dengan Raihan, walau semua mata memandang. Mereka berdua tak peduli. Revan dan Sheila memandang mereka dari kejauhan. Revan mengacungkan jempol pada Sheila. Sheila tersenyum. Keduanya berjalan membuntuti Raihan dan Asya.
"wah...wah...ternyata loe sudah sembuh?". Ejek Rasya.
"loe kayak pembantu aja sya....kerjanya ngikuti Raihan melulu". Timpal Nita. Raihan dan Asya tak bergeming. Mereka berdua tersenyum.
"eh ngapain loe senyum-senyum?". Bentak Rasya. Raihan tak menjawab.
"loe tuli ya?". Rasya, menendang tongkat Raihan.
"bruuk". Tanpa sengaja Asya lengah memegangi tangan Raihan. Revan dan Sheila ikut tersenyum. Bukan berarti mereka senang melihat Raihan jatuh, melainkan mereka menertawakan sikap Rasya dan Nita yang kekanak-kanakan.
Asya membantu Raihan berdiri sembari tersenyum. Raihan tersenyum.
"kalo loe mau nantangin gue, buang dulu sifat kekanakan-kanakan loe". Ujar Raihan dingin.
"come on guys, kita tinggalkan bayi besar ini". timpal Raihan. Asya membawa Raihan berlalu dari Rasya dan Nita. Sebelum sempat melewati mereka, Revan dan Sheila sengaja nabrak tubuh Rasya dan nita yang menghalangi jalan mereka. "bugg.....".
"minggir loe....". ucap Revan.
"dasar anak kecil....". ledek Sheila
Rasya dan Nita berdiri mematung, mereka tak percaya dengan hal barusan. Mereka bahkan tak mampu berkutik dan tak memberikan respon apapun.
Sepanjang koridor berbaris siswa-siswi sembari menyambut kedatangan Raihan.
"wellcome back han". Sapa seorang siswa.
"thanks". Jawab Raihan.
Mereka tiba di depan kelas.
Suasana kelas terbilang gaduh. Karena para siswa sedang asyik ngobrol. Kedatangan Raihan menyedot perhatian seisi kelas.
"wah...han, syukurlah loe udah sembuh.....". ujar salah seorang siswa.
"semenjak loe nggak ada kelas menjadi dikuasai oleh Rasya dan Nita". Adu Rendi, ketua kelas.
"memangnya apa yang ia lakukan?". Tanya Raihan.
"dia jailin semua anak han.."
"lalu bagaimana dengan asya?" Raihan menanyakan keamanan Asya.
"dia aman bersama Revan dan sheila". Tutur Rendi. Raihan meonoleh ke arah Revan.
"gue teringat amanat loe han, buat ngejagain Asya selama loe ngggak ada". Tutur Revan.
"bukan hanya Asya han, revan dan sheila juga membalas perbuatan rasya". Tambah Rendi.
"maksudnya?". Raihan memperjelas.
"mereka juga membalaskan dendam teman-teman, seisi kelas". Terang Rendi. Raihan tersenyum, ia bangga pada sahabatnya itu.
"loe hebat van". Ujar Raihan.
"biasa aja kali bro....sudah menjadi tanggung jawab gue, sebagai teman kita harus saling tolong kan, iya nggak temen-temen?". Revan memancing pendapat seisi kelas.
"yo'i brow". Seisi kelas merespon.
"bener loe van". Ucap Raihan.
"gue gitu, ya nggak shel?". Revan menarik Sheila mendekat.
"apa-apaan sih....". Sheila kesal. "plakk". Sheila menampar Revan. Seisi kelas tertawa melihat Revan ditampar. Suasana kelas menjadi hidup kembali.
"gue bercanda kok van". Sheila mengelus pipi Revan.
"sakit ya?". Tanya Sheila. Revan meringis mengangguk.
"makanya jangan genit van". Ujar Asya. Raihan tertawa. Nampak dari mulutnya gigi-gigi yang putih.
"revan.....revan". sambung Raihan. Revan menendang kaki Raihan.
"adau....". Raihan meringis menahan sakit. Seisi kelas tertawa.
****************
Bel pulang sekolah berdering. Seleruh siswa sebelas ipa segera mengosongkan kelas. Kecuali Raihan, Asya, Revan, Sheila dan pak ketua kelas, Rendi. Mereka masih ngoborol seputar keadaan kelas selama Raihan tinggal beberapa bulan lalu. Revan menceritakan semua ulahnya saat Raihan tak ada.
"eh apa aja yang loe lakuin selama gue nggak ada?". Tanya Raihan.
"ngerjain tuh cowok resek". Jawab Revan.
"sendiri?".
"ya nggak lah". Ujar Revan.
"gue selalu jaga kekompakan dengan Sheila, ya nggak shel?". Tambah Revan.
"nggak....". Sheila cuek.
"Yaelah Shell". Revan memelas.
"ah lebay loe van". Sheila gemas.
Raihan memegangi kakinya yang masih mati sebelah. Ia tak dapat merasakan syaraf-syarafnya bekerja. Tak ada tanda kehidupan, dingin. Raihan mencoba berdiri. Tapi ketika ia mencoba, urat-urat di kakinya memprotes. Mereka memberikan rasa sakit pada Raihan. "ahh.....". Raihan melenguh.
"jangan maksain diri han". Asya membantu Raihan berdiri.
"sampai kapan aku harus kayak gini?". Raihan berucap penuh keputusasaan.
"kamu jangan putus asa han, aku akan tetap mendampingimu". Asya memberi semangat.
"aku ragu". Raihan membuang pandangannya.
"percayalah han.....tatap mataku". Keduanya bertatapan muka.
Di wajahmu memang tak ada tanda-tanda kebohongan sya, tapi aku ragu, dan keraguan itu nggak bisa hilang begitu saja. Gumam Raihan.
"kalau kamu masih nggak mau percaya, harus dengan apa aku membuktikannya?". Asya menyambung dawai kata-kata sihirnya. Raihan menggeleng.
"mau loe apa han?.....katakanlah". Revan angkat bicara.
"kita kan sudah lama temenan...jujurlah han". Sheila memperkuat.
"loe yang gentle dong han....". Rendi menyahut.
"baiklah Rai...beri aku waktu saja...". mata Asya mulai berkaca-kaca.
"biarkan waktu, yang membuktikan....". Asya beranjak pergi. Sebelum sempat Asya melangkah, tangan Raihan terlampaui cepat memegang tangannya.
"gue percaya sya....". Raihan tiba-tiba berubah pikiran. Asya berdiri mematung di hadapan Raihan.
"merawatmu adalah sebuah kehormatan bagi gadis biasa sepertiku han, jangan kau cabut sebuah penghargaan itu dariku, saat aku mulai masuk hidupmu. Izinkanlah aku mengenalmu lebih dalam, sedalam ikan menyelami samudra, izinkan kasih dan perhatianku tercurahkan seutuhnya padamu. Biarkan ia mengalir bebas. Aku tahu aku gadis biasa yang tak punya apa-apa, tapi setidaknya buanglah firasat burukmu terhadapku, aku tahu kau berkali-kali terkhianati, tapi berilah aku kesempatan untuk menghapuskan itu". Kata-kata Asya mampu menekuk lututkan Raihan. Sheila terpaku mendengar ungkapan Asya.
Dari mana loe belajar merangkai kata sya?padahal loe yang dulu sosok yang pendiam, tak banyak bicara. Tapi lihatlah sekarang. Perubahan besar nampak pada dirimu.
Gumam Sheila.
Romantis, gue belum pernah mendengar kata kata tulus semacam itu. Hanya beberapa untaian kata dari novel bertajuk cinta, gue pernah baca. Gumam Revan.
Beruntung loe han...jangan loe sia siain gadis satu ini. gumam hati Rendi.
Perlahan air mata Asya menetes. Mengalir perlahan membasahi pipi. Menciptakan alur air yang mengalir dan berakhir di dagunya. Tangan Raihan dengan lembut menghapus air mata itu.
"maafin gue sya.....gue yang selalu buat loe khawatir sedih dan apapun hingga kau menangis". Tutur Raihan.
"udah han, udah". Asya sesenggukan menahan air matanya. Asya berdiri. Tangannya meraih tangan Raihan, menariknya untuk berdiri.
"mari pulang....". ajak Asya. Raihan menurut. Ia memaksa kakinya berjalan perlahan. Kadang ia meringis menahan siksaan kecil di kaki kanannya. Cubitan-cubitan kecil, terasa cenat cenut mengiringi setiap langkah kakinya. Ia mencoba bertahan.
Beberapa langkah di belakang, Revan, Sheila dan Rendi mengikuti. Membiarkan mereka berdua menyatu dalam cobaan yang membuat cinta mereka kuat. Walau kata cinta tak pernah terucap dari mereka, tapi hati mereka menyimpan suatu rasa. Ya, sebuah rasa. Rasa cinta yang begitu mendalam. Tak dapat terungkap dengan kata, hanya hati mereka yang berkata. Tak bisa ditebak.
**********
Matahari memancarkan sinarnya lembut, menyelimuti kota mega metropolitan. Embun pagi perlahan menguap bersama datangnya sinar matahari. Bunga-bunga bermekaran di taman rumah Raihan. udara terasa begitu segar walau rumah Raihan berada di tengah kota mega metropolitan.
Suasana alam milik rumah Raihan mampu menetralisir pemanasan yang berlebihan. Asya sangat senang berada di taman Raihan. ia merasa begitu nyaman, sejuk dan tentram di sana. Raihan memandang dari lantai dua. Asya sedang asyik menyalami bunga. Kecantikan alaminya berpadu dengan suasana alam membuat Raihan takjub akan pesona menawan itu.
Gue nggak sadar selama ini gue punya bidadari. Gumamnya.
Kalau gue pikir-pikir gila juga gue, masak harus asya yang setiap hari kasih perhatian ke gue....?cowok macam apa gue ini, nggak gentle. Tapi tak apa lah, setelah gue sembuh gue akan perhatiin dia sebagai rasa terima kasih gue.
Raihan melihat kakinya yang masih tak mau berjalan. Sampai kapan loe mau manja seperti itu...ha?.huft... Raihan sebal.
Indah banget....harum lagi. Emmm hari ini hari minggu. Kira-kira bunga apa ya yang cocok buatku hari ini. gumam Asya memilah-milah bunga di taman Raihan.
"asya....kemari sayang....". panggil ibu Raihan. beliau telah menganggap Asya sebagai anak sendiri.
"iya tante....". Asya berlari mendatangi tante.
"wah...kamu kelihatan cantik deh, dengan bunga yang terselip di telingamu". Ujar ibu Raihan.
"makasih tante...".
"lihatlah tante punya sesuatu buat kamu". Ibu Raihan mengeluarkaan sebuah kotak kecil berisikan liontin perak yang cantik.
"wah....indah banget tante". Asya kagum.
"iya...ini buat kamu sya". Ujar ibu Raihan.
"buat asya tante?...wah makasih tante". Ujar Asya senang.
"seharusnya tante yang bilang gitu. Sini tante pasangkan". Ibu Raihan memasangkan liontin itu. Asya nampak anggun. Bagai cinderella. Kulitnya yang putih. Rambutnya yang lembut. Matanya yang bening. Pipinya yang ranum. Semua itu berpadu menjadi satu dengan liontin pemberian ibu Raihan, menambah cantik Asya.
"sekarang kamu ke atas. Tunjukin ke Raihan". ujar ibu Raihan.
"iya tante". Asya menaiki tangga.
Raihan tengah duduk di teras kamar. Asya membuka pintu. Ia berjalan perlahan. Setelah beberapa langkah dari Raihan. Asya memanggil Raihan.
"raihan....". panggil Asya. Raihan menoleh. Betapa terkejutnya dia dengan penampilan baru Asya. Matanya terbengong. Darahnya berdesir. Tanpa sadar ia berdiri melangkah bebrapa langkah.
"astaga han...". Asya terkejut.
"apa?". Raihan heran.
"kamu, kamu bisa berjalan". Ujar Asya. Raihan melihat kakinya. Ia merasa kakinya sudah kembali. Syaraf-syarafnya sudah mulai bekerja dengan baik.
"gue sembuh, gue sembuh....". Raihan bahagia.
"kemarilah han...". Asya membentangkan tangannya. Raihan berjalan perlahan. Dengan penuh keyakinan ia mendekati Asya. Raihan tersenyum.
"belum saatnya sya". Ujar Raihan. Asya malu dan kecewa. Dia membalikkan badan. Hendak melangkah, namun terhenti.
"kamu begitu cantik pagi ini....". bisik Raihan memeluk Asya dari belakang. Asya tersenyum.
Akhirnya, kamu mau berkata jujur han. Terima kasih tuhan...engkau telah satukan kami. Gumam Asya.
"jaga kehormatanmu sya....untukku". bisiknya lembut. Asya mengangguk.
"aku akan menjaga kehormatanku demi dirimu han.....". ujar Asya. Raihan melepaskan pelukannya.
Asya membalikkan badan. Keduanya saling bertatapan.
Ketahuilah, walau nggak pernah ada kata cinta yang terucap dari mulut gue, tapi gue sayang loe sya.gue sayang loe. Gumam Raihan.
perlu kamu tahu han...walau aku terlalu malu untuk mengungkapkan cinta, tapi sejujurnya aku mencintaimu....sepenuh hatiku. Gumam Asya.
Hubungan mereka semakin menguat. Jalinan kasih diantara mereka telah kokoh. Mereka takkan gentar melalui hambatan demi hambatan. Rintangan demi rintangan. Mereka akan selalu bersama. Menyatukan kekuatan. Membulatkan tekad menyongsong masa depan.
Ketulusan, Kesabaran Dan Kepercayaan Akan Membawa Pada Kekuatan Cinta Sejati.