Chereads / The Flash of Little Star / Chapter 3 - Fakta

Chapter 3 - Fakta

Sesuai dengan permintaan Raihan, Asya menuruti kemauan Raihan untuk pulang dengannya. Raihan memberi isyarat pada Asya untuk mengikutinya ke parkir. Asya menurut. Ia berjalan tepat di belakng Raihan seakan membuntutinya.

Ngapain tuh anak baru ngebuntutin Raihan. Gerutu Nita. Ia tak tahan, Nita berjalan mengejar mereka.

"eh anak baru". Tangan Nita menangkap tangan Asya. "masih baru udah belagu ya loe". Bentaknya.

"lepasin ta". Suara Raihan penuh wibawa.

"loe gag bisa ngehindar dari gue terus han". Nita memelas. Asya hanya diam tak mengerti.

"biarkan dia pergi...".sambungnya dingin.

"han....kok loe tega sih sama gue?". Suara Nita getar.

Tak banyak kata Raihan membawa Asya pergi ke parkir.

"cepet masuk, lalu kita pergi". Ujar Raihan membuka kunci otomatis dari tombol remotenya.

Raihan menyalakan mesin lalu menancap gas dalam-dalam hingga menimbilkan suara decitan kecil di area parkir.

"ngapain buru-buru sih?". Tanya Asya heran. Tak ada tanggapan dari Raihan.

"han, kamu denger nggak?". Suara Asya agak meninggi.

"dia itu masa laluku". Ujar Raihan. "maksudmu nita itu mantan kekasihmu?". Tanya Asya selidik.

"iya". Jawab Raihan dingin. "dia yang membuatku benci dan sulit untuk mempercayai gadis lagi...". timpalnya.

"hah?berarti kamu nggak percaya sama omonganku tadi?". Asya heran.

"belum seratus persen". Jawab Raihan.

Mudah sekali, ternyata kamu punya masa lalu yang buruk, hingga kamu sulit menerima gadis baru, jadi itu masalahmu....Asya bergumam.

"kenapa memangnya?". Tanya raihan selidik.

"nggak apa-apa, Cuma mastiin aja.". jawab Asya sekenanya.

"katanya tadi kamu mau nunjukin sesuatu padaku, apa itu?". Tagih Raihan.

"ikuti saja petunjuk arahku".

Raihan menuruti kemauan Asya, Asya menuntunnya ke suatu tempat, tempat yang terkucil dari pusat kota, tempat yang sama sekali tidak mendapat perhatian dari pemerintah, suatu tempat yang dilupakan. Tempat di mana para fakir miskin tinggal. Suatu komplek pemukiman kumuh yang sangat memprihatinkan keadaannya.

Tak begitu jauh dari sungai yang kotor. Sungai yang terawat, sungai limbah. Tak berselang lama tibalah mereka di tempat itu.

Ketika menapakkan kaki di bumi kumuh itu, Raihan mencimu bau tak sedap, bau penderitaan yang sangat mendalam. Juga suara yang menyiksa pendengaran. Seluruh mata tertuju pada Raihan, saling berebutan menemukan sosok yang belum pernah mereka temui sebelumnya.

Asya mengajak Raihan untuk menemui salah satu keluarga. Raihan melangkah dengan perasaan malu, malu karena dia merasa dirinyalah yang paling menderita, padahal itu salah. Langkah demi langkah Raihan lalui. Ia melihat ada seorang dengan tangan satu yang sedang berjuang keras menjahit sepatu, sepatu temuan yang akan ia berikan pada anaknya.

Ia juga melihat ada gadis kecil berkaki satu berjalan ke arahnya dan berkata "alangkah baiknya jika kakak mau memberiku uang receh". Sontak Raihan mengeluarkan uang sepuluh ribuan dua lembar. Asya mengajaknya berjalan lagi. Hingga kaki mereka berhenti disebuah rumah yang hampir rubuh.

"permisi...". sapa Asya. Tak lama berselang dari dalam keluarlah anak kecil berusia tujuh tahun, di tangan kirinya terdapat sebuah alat musik kecil, bajunya compang camping, dengan bau khas anak miskin. Asya mendekatinya.

"bagaimana kabarmu dik?". Tanya Asya lembut.

"baik kak....ini siapa kak?". Tanya gadis kecil itu.

"ini teman kakak...". Asya memperkenalkan Raihan pada gadis itu.

Masih kecil sudah menjadi pengamen, kasihan sekali kau. Gumam Raihan. Asya mengajak Raihan masuk. Raihan melihat sebuah foto yang sudah buram, yang usaianya di perkirakan dua tahunan lebih. Ia dapati disana seorang anak kecil dan ibunya tengah bersua ria. Tak terlihat sama sekali kesedihan di raut wajah mereka.

"di mana ibumu dik?". Tanya Raihan.

"ibuku meninggal empat bulan yang lalu". Gadis kecil itu menundukkan kepala.

"di akhir hayatnya ia berpesan untukku agar tidak menyerah dengan keadaan, dia mengajariku untuk tegar. Tapi, tapi aku tetaplah aku yang tak punya masa depan.". sambungya.

"lalu ayahmu dimana?".

"ayahku di tangkap polisi saat penggrebekan, aku tak tahu dimana ayah sekarang".

"jadi kamu tinggal sendirian..?". tanya Raihan.

"tidak, aku tinggal dengan adikku". Jawabnya. "ia masih berumur empat tahun, setiap hari aku harus mencarikannya makanan dan kebutuhan hidupnya". Terangnya.

Pemandangan itu Raihan dapatkan di sini, di tempat kumuh penuh dengan orang miskin. Tak ada fasilitas, beralaskan bumi beratapkan langit, itulah kata kias yang patut diucapkan. Dari dalam hati yang paling dalam, Raihan menangis tersedu-sedu matanya panas menahan air mata yang hendak keluar.

"kau melakukannya sendiri dik?". Tanya Raihan.

"iya kak....kadang aku harus berkejar-kejaran dengan SATPOL PP, kadang aku dihadang preman hingga uang yang aku punya habis diambilnya, tak jarang kami kelaparan. Kadang hanya makan nasi tanpa lauk, kadang tak makan sama sekali" tutur gadis itu.

"lalu di mana adikmu?". Tanya Raihan.

"dia sedang tidur...". ucapnya.

Sungguh beruntungnya gue, gue punya segalanya tapi nggak pernah gue syukuri nikmat itu. Alangkah nista diriku ini.gumam Raihan.

Asya hanya diam membiarkan Raihan bertanya-tanya dengan gadis kecil itu.

"kamu sadar sekarang han?". Tanya Asya.

Raihan tak menjawab, hanya anggukan kepala isyarat "iya".

Asya mengajaknya berpamitan lalu pulang. Mereka berjalaan menuju mobil. Lalu kembali ke jalan raya. Semua hal di tempat itu membuat hati Raihan tak henti-hentinya merasa malu dengan dirinya sendiri. Raihan mengantarkan Asya pulang hingga di rumah.

"kalau kamu masih ingin ganti rugi, datang saja ke rumahku". Kata Raihan.

"iya". Asya berlalu dari Raihan.

**********

"den ada yang cari". Kata satpam Raihan.

"siapa pak?". Tanya Raihan berhenti mencuci mobilnya.

"namanya asya den".

"oh ya, tunggu sebentar". Raihan mencuci tangannya.

Raihan berjalan menuju pos satapam. Di sana telah menanti Asya.

"lama banget sih?". Asya membuka dialog.

"sorry, baru cuci mobil, mari masuk". Raihan menuntun masuk Asya.

Kamu punya rumah segede ini cuci mobil sendiri han, apa kamu pengen ngirit biaya???atau memang udah hobi kamu?. Gumam Asya.

"kenapa bengong?". Raihan membuyarkan lamunan Asya.

"nggak, Cuma kagum aja sama kamu, rumah segede gini masak cucil mobil sendiri???". Asya heran. Raihan hanya tersenyum kecil.

"mari kutunjukkan". Raihan berjalan ke garasi pribadinya. Ketika pintu garasi itu dibuka Asya kagum bukan main, didapatinya sebuah mobil ferari merah tengah beristrahat di sana. Raihan membiarkan Asya kagum sejenak, lalu memulai perckakapan lagi.

"kamu tau ini semua pemberian dari kakekku". Terang Raihan.

"kakek kamu siapa?". Tanya Asya.

"kamu ingin ketemu?". Tawar Raihan.

"kalau boleh...".

"ikuti aku". Ajak Raihan.

Raihan mengajak Asya berkeliling taman, ada bermacam bunga mawar melati semuanya memberi bau yang harum, udara terasa segar di taman Raihan, walau rumahnya terletak di tengah kota. Asya juga melihat ada kolam ikan yang airnya bening mengalir seperti sungai.

Asya berhenti sejenak, ia menyelupkan tangannya ke air itu. Dingin, itu yang Asya rasakan. Asya benar-benar dibuat takjub akan pemandangan itu, ditambah lagi dengan adanya rumah burung dara. Di sana ia dapati berbagai macam burung dara yang tengah asik bercengkrama dengan pasangan mereka masing-masing.

Dalam angannya, Asya berfikir bahwa ia tengah berada di surga. Asya melanjutkan berjalan. Lalu ia berhenti lagi di rerumputan kecil yang di sana banyak kelinci berkeliaran. Asya mengambilnya satu, digendongnya kelinci itu.

"wah han, rumah kamu kayak surga ya?". Asya kagum.

"memamangnya kamu pernah ke surga?". Tanya Raihan.

"belum sih, tapi lihatlah ini begitu alami, ada bunga, taman, kolam ikan, rerumputan dan taman han". Ujar Asya.

Raihan hanya tersenyum. Ia tahu Asya pasti akan kagum jika tahu rumahnya. Namun tak ada rasa sombong yang terbit dari dalam hatinya, ia bersikap sewajarnya saja.

"kamu beruntung han". Ucap Asya memainkan kelinci yang ia pegang.

"ayo, katanya kamu mau ketemu kakekku?". Raihan mengajak Asya masuk.

"iya iya".

Raihan membawanya masuk rumah, rumah yang besar dengan ukiran-ukiran alam di sekitar pintunya. Asya masuk rumah dengan perasaan was-was, ia khawatir kalau keluarga Raihan akan menolaknya mentah-mentah. Saat ini Asya hanya berpakaian seadanya. Memakai kaos putih kengan panjang dan celana jeans panjang. Sungguh penampilan yang sangat biasa bagi keluarga se-kaya Raihan. Baru beberapa langkah, ia di kejutkan dengan ibu Raihan yang tiba-tiba datang.

"ini siapa han?". Tanya Ibu Raihan.

"teman Raihan bu".

"dari mana dia?". Tanya ibu Raihan, sepintas pertanyaan ibu Raihan menjurus pada strata sosial Asya.

"dari sana bu...". ujar Raihan menunjuk arah timur sembari nyengir.

"kamu ini, selalu becanda ketika diajak bicara ya...". gerutu ibu. Asya tersenyum kecil di dalam hati.

"sebenernya gini, bu. Dia datang ke sini untuk minta pertanggung jawabanku bu". Ujar Raihan enteng.

"apa??kamu apakan dia han?". Ibu shock.

"hehehe, aku tabrak bu". Raihan nyengir.

"haduh, ibu kira kamu apakan han... tapi kamu nggak apa-apa kan nak?". Ibu Raihan balik bertanya ke Asya.

"e..nggak apa-apa tante.". suara Asya lemah gemulai.

"kakek di mana bu?". Tanya Raihan.

"itu di kamar". Jawab ibu. "rai kesana dulu ya bu". Raihan dan Asya berlalu darinya.

"gila kamu han, gimana coba kalau ibu kamu jatuh pingsan?". Asya khawatir.

"santai aja, aku dan ibuku sudah terbiasa bercanda kok". Jawab Raihan sambil tetap berjalan.

Keluarga yang aneh, beda dengan kebanyakan orang kaya, ibu raihan terkesan lebih merakyat dari pada orang kaya yang pernah aku temui. Apa sudah menjadi daya tarik tersendiri bagi keluarga ini. gumam Asya.

Gadis yang cantik, aku harap rai tidak salah ppilih lagi, kasihan jika ia sampai sakit hati lagi. Gumam ibu Raihan.

Mereka berhenti di depan pintu bertuliskan handoyo. Raihan membuka pintu.

"ha, kakek". Asya terkejut.

"Asya?". Kakek kaget.

"ini rumah kakek?". Asya menghmapiri kakek.

"iya..ini rumah kakek". Tutur kakek.

"kakek sudah kenal Asya?". Raihan heran.

"asya yang menolong kakek waktu kakek hampir tertabrak mobil, kakek mengenal asya sudah lama, kakek berhutang budi pada asya". Terang kakek. Raihan menganggukkan kepala.

"dari mana kamu tahu kalau ini rumah kakek sya". Tanya kakek.

"oh...kebetulan aku kenal raihan kek". Ujar Asya.

"bagaiman bisa?". Kakek heran. "begini kek, berawal dari tabrakan, tanpa sengaja rai nabrak Asya, sepedanya rusak dan rai memberi asya kartu nama rai agar dia mau datang kesini untuk meminta ganti rugi". Terang Raihan.

"ganti rugi ya?". Kakek meyakinkan.

"iya kek". Sahut Raihan. Kakek diam sejenak. Ia memikirkan sesuatu.

Aku tahu betul siapa asya ini dan aku tahu betul kebutuhan raihan, bagaiman caranya agar aku dapat membuat mereka tetap bersama?. Kakek bergumam, terbit senyum di wajah keriputnya.

"bagaiman jika untuk mengganti rugi asya kamu antar jemput sekolah asya setiap hari?". Ujar kakek.

"apaa...?". Raihan terhenyak. "nggak bisa gitu dong kek". Raihan protes.

"kamu akan membutuhkannya han". Suara kakek mulai berbobot lagi. "nggak, rai nggak butuh cewek lagi kek".

Raihan mulai tak terima.

"percayalah pada kakek". Kakek menyalakan cerutunya.

"kakek, kalau raihannya nggak mau jangan dipaksa". Tutur lembut Asya. "aku bisa berangkat sendiri kok kek". Sambungnya.

"nggak sya, kamu juga akan butuh raihan". Sahut kakek.

"maksud kakek apa sih?". Raihan dan Asya hampir bersamaan.

"sudah lah lakukan saja, atau jika kamu menolak kakek akan ambil semua mobil kamu". Ancam kakek pada Raihan.

"haduh kek, iya lah rai menurut". Raihan mengalah. Asya merasa tak enak dengan raihan.

"kakek jangan paksa raihan..."bela Asya.

"kamu juga akan butuh dia sya, percayalah". Ujar kakek tegas.

Akhirnya, mereka berdua keluar dari kamar kakek dengan seribu tanya mengambang di benak mereka.

apa maksudnya aku akan butuh asya di sekolahan?. Gumam Raihan.

Apa maksudnya aku akan butuh raihan di sekolah?. Gumam Asya.

Sesaat tatapan mereka beradu. Saling mencoba mendalami lewat pandangan mata. Akankah aku membutuhkanmu?. Raihan menatap dalam-dalam wajah Asya. Akankah aku membutuhkanmu?. Asya menatap dalam-dalam wajah Raihan.

"e...han, aku pamit dulu ya". Asya minta izin pulang.

"iya, besok aku jemput jam setengah tujuh, jangan telat ya?". Raihan ramah.

"iya han, permisi". Asya berlalu darinya.

terkadang tak ada salahnya membiarkan realita

membimbing kita untuk menuju kedewasaan,

memberi kesempatan orang lain untuk masuk

kehidupan kita adalah salah satu wujud realita.