Chereads / The Flash of Little Star / Chapter 7 - Ujian Kesetiaan

Chapter 7 - Ujian Kesetiaan

Satu minggu kemudian.

Awan kelabu itu masih menyelimuti kota mega metropolitan. Asya masih terlarut dalam kesedihan, dia jatuh sakit. Tubuhnya lemah. Kakinya tak kuat untuk berjalan. Matanya serasa panas. Tapi ia teringat Raihan butuh pelayanannya.

"halo, shel". Suara Asya lemah.

"iya, gue sendiri...ada apa sya?". Tanya Sheila.

"anterin aku ke rumah Raihan". Pinta Asya.

"tapi kamu kan sedang sakit sya".

"sudahlah, anterin aku.....". Asya memelas.

"baiklah...". sheila hanya bisa menurut.

Sheila segera menjemput mobilnya di garasi. Terburu-buru ia berangkat ke rumah Asya.

Tungguin aku han.. gumam Asya.

Tak berselang lama, sebuah mobil hitam berhenti dirumah Asya. Asya segera menghampiri walau dengan langkah yang tertatih. Sya janga paksain diri loe. Gumam Sheila.

"ayo berangkat". Asya masuk mobil dengan sweater biru menyelimuti tubuhnya.

"gue antar loe berobat dulu ya sya". Tawar sheila. Asya mengangguk. Hati Sheila sedikit lebih lega.

Gue tau loe masih sedih sya, gue ngerti perasaan loe ke raihan begitupun sebaliknya. Bersabarlah sya. Gue yakin ini adalah ujian kalian berdua yang bisa kalian lalui bersama-sama. Berjuanglah sya.  Gumam Sheila memandang iba Asya.

Asya melawan sakit tubuhnya sendiri. Aku harus kuat, aku harus kuat. Gumam Asya.

Sheila membawa Asya ke apotik terkenal. Ia mencarikan obat untuk Asya. Sheila tak tega melihat sahabatnya itu menderita. Baginya, penderitaan Asya penderitaannya juga.

Raihan..tunggu aku han.  Gumam Asya.

Sheila kembali dengan segenggam obat di tangannya. Ia menyodorkan obat itu pada Asya.

"lebih baik kita berangkat sekarang". Pinta Asya.

"baiklah sya". Sheila membawa mobilnya melaju melintasi keramaian kota mega metropolitan. Dalam beberapa menit sampailah dia di rumah Raihan. Asya segera masuk. Satpam mengantarkan Asya dari belakang.

"selamat pagi tante..". sapa Asya ramah.

"pagi sya....". jawab ibu Raihan. "rai ada di kamar...sudah satnya sarapan, beri dia suapan ya sya". Pinta ibu Raihan. "iya tante". Asya segera naik ke lantai dua.

Ditemuinya Raihan sedang duduk berada di kursi roda. Dia berjalan mendekat. Selangkah demi selangkah.

"han.....". sapa Asya.

"kenapa loe datang lagi, siapa loe? kenapa loe panggil gue han?". Raihan membentak. Asya tetap mendekat. Hatinya tak gentar.

"makan dulu han". Asya membujuk. Raihan menggeleng kepala.

"ayo lah han...". Asya mengahadapkan kursi roda ke arahnya. Raihan mendapati wajah Asya yang cantik. Kecantikan Asya mampu menundukan Raihan. Asya tersenyum. Bibir manisnya berwarna merah muda. Lesung pipi menambah cantik wajahnya. Rambut halusnya menjadi ciri khas yang tersendiri. Asya menyuap Raihan sesendok demi sesendok dengan sentuhan kasih di setiap suapan. Raihan memandang Asya dalam-dalam.

Kenapa loe setiap hari ada buat gue...siapa loe... gumam Raihan.

Di depan rumah.

Alwi datang dengan Zaskia. Mereka memakai mobil honda civic. Ibu Raihan menyambut mereka dengan suka cita. Ibu Raihan memaksakan senyum terbit di wajahnya.

"pagi tante". Sapa Alwi ramah.

"pagi.....ini Zaskia ya" Ibu Raihan menyalami Zaskia.

"iya tante. Saya Zaskia". Respon Zaskia.

"wah..sudah besar ya sekarang. Semester berapa Zas?". Tanya ibu Raihan.

"sama dengan Alwi tante". Jawab Zaskia.

"semester empat tante". Sahut Alwi. "oh ya tante, ma'af ya baru bisa njenguk Raihan..ada kerjaan di rumah". Terang Alwi.

"oh, nggak apa-apa kok". Ibu Raihan merespon.

"ngomong-ngomong dimana Raihan?". Tanya Alwi.

"di kamar wi, samperin aja".

Alwi mengajak Zaskia naik keatas tangga, menuju kamar Raihan. Saat hendak masuk kamar mereka terperangah mendapati sosok gadis muda tengah menyuapi Raihan. Gadis itu menghentikan suapannya. Ia melangkah mendekat. Zaskia tertegun melihat sosok gadis seanggun dia. Cara berjalan yang khas. Mata yang berbinar. Pipi yang ranum. Rambut yang terurai indah. Senyum yang khas. Semua itu belum pernah Zaskia sebelumnya.

"kalian siapa?". Tanya Asya lembut.

"aku Alwi, kakak sepupu Raihan". Jawab Alwi.

"aku Zaskia". Zaskia memperkenalkan diri. Jadi ini yang Raihan ceritakan, mereka benar-benar pasangan yang serasih. Gumam Asya.

"kenapa melamun?". Zaskia membuyarkan lamunan Asya.

"nggak, aku teringat cerita Raihan tentang kalian sebelum ia lupa ingatan". Terangnya.

"oh.....kamu apanya Raihan?" Tanya Zaskia selidik.

"aku temannya". Jawab Asya seadanya.

Gadis yang cantik. Gumam Alwi.

"eh, aku lanjutin dulu nyuapin Raihan, kakak tunggu aja di bawah". Pinta Asya. Asya berlalu dari mereka dan melanjutkan tugasnya.

Menyuapi Raihan, lalu memberinya obat. Setelah Raihan tertidur Asya pergi menemui kakak-kakak Raihan.

Selamat tidur han. Asya memasangkan selimut di tubuhnya.

"ma'af menunggu lama". Asya menuruni tangga.

"bagaimana keadaannya?". Tanya Alwi.

"sudah mulai membaik....kata dokter cara kerja otaknya sudah kembali normal". Terang Asya sembari duduk. 

"lalu bagaimana dengan kecelakaan Raihan? polisi sudah menemukan bukti?". Tanya Alwi.

"belum, hasilnya nihil".

"izinkan aku dan Zaskia meneliti kasus ini". pinta Alwi.

"ya silahkan, kan kamu kakak Raihan, jadi boleh-boleh saja". Asya merapikan rambutnya.

Gila cantik bener nih gadis. Beruntung adek gue. Gumam Alwi.

"eh ngomong-ngomong nama kamu siapa?". Tanya Zaskia.

"aku Asya....".

"nama yang indah....". puji Zaskia. Asya tersipu malu.

"makasih...". respon Asya. Mereka asyik membicarakan cerita mereka masa SMA dulu. Cerita-cerita indah dan mengharukan. Dalam hati Asya bersyukur karena dapat bertemu langsung dengan sosok yang berkali-kali Raihan ceritakan. Diam-diam Asya mengagumi keanggunan Zaskia.

Dalam hatinya bergumam. Andai aku seperti dia, aku yakin Raihan nggak akan menghidar dariku.

**********

Hari demi hari berlalu, Asya terus menerus merawat Raihan. Setiap hari ia datang, menyuapinya, menghiburnya walau kadang Raihan membentak-bentak mengusirnya pulang.

"nggak usah loe datang ke sini lagi....gue muak ngeliat muka loe....jangan sok perhatian loe". Bentak Raihan. Asya terdiam, sama sekali tak gentar.

Ini bukan diri kamu han, ingatanmu masih belum pulih..aku tahu kamu bukan tipe cowok yang mau menyakiti hatiku. Gumam Asya.

Asya melanjutkan suapannya.

"thaar...". Raihan menampik piring yang dibawa Asya hingga pecah. Asya tak bergeming. Ia mengambil pecahan piring yang berserakan. Ia mengambil setiap pecahan dengan tangannya.

Raihan tak bisa membohongi dirinya sendiri, ia kasihan melihat kejadian itu. Tapi percuma, ia tak ingat siapa gadis di hadapannya. Siapa loe sebenarnya. Gumam Raihan.

Kakek muncul dari balik pintu kamar Raihan. Ditangannya terdapat sebuah foto berukuran sedang.

"asya...". panggil kakek.

Asya menoleh.

"kakek....".

"sedang apa kamu sya?". Tanya Kakek.

"ini kek, merapikan pecahan piring". Ujar Asya.

Tidak salah aku memilihmu merawat Raihan, kamu begitu sabar. Gumam kakek.

"apa itu kek?". Asya balik bertanya.

"ini untuk usaha penyembuhan Raihan". Ujar sang kakek.

"biarkan kakek tangani ini". kakek melangkah mendekati Raihan. Raihan menatap tak enak pada kakek. Ia tak suka di dekati pak tua itu . kakek menyerahkan foto itu. Raihan menolak, ia menjatuhkan foto itu. Kakek mengambilnya. Ia memberikannya lagi.

"foto apa ini pak tua?". Tanya Raihan ketus.

"lihat saja, anak muda". Suara kakek terdengar ketus mengimbangi Raihan. Raihan melihat foto itu. Ia kaget melihat dirinya tengah berfoto dengan gadis dihadapannya itu. Foto itu memaksanya untuk mengingat kembali kenangan sebulan lalu, tepat satu minggu sebelum kecelakaan Raihan.

Syaraf-sayaraf otaknya menegang. Deg....ia bagai tersengat aliran listrik. Matanya memelototi foto itu. Ia menangkap gambar dirinya tengah berada dekat dengan gadis yang selama ini selalu merawatnya. Begitu dekat. Ya, sangat dekat. Hingga tak ada jarak di antara keduanya. Di foto itu, si gadis tersenyum manis.

Apa maksud dari semua ini. gue nggak mengerti.  Otaknya bekerja sangat keras. Pusing. Itulah yang ia rasakan. Sesak. Nafasnya terengah-engah. Panas. Sekujur tubuhnya memanas, ia berjuang mati-matian mengingat kembali foto itu. Kakek tersenyum.

Tiba-tiba, deg.. Raihan jatuh pingsan. Asya khawatir.

"kakek, rai pingsan kek".

"itulah yang kakek harapkan".

Asya membopoh Raihan. Ia meletakkannya perlahan di kasur. Rambutnya terjuntai menyapu dada Raihan. Mata Asya memanas. Air matanya meleleh.

"kenapa begitu kek?". Asya heran.

"dengan begitu berarti dia telah memaksa otaknya bekerja keras, hingga ia tersentak dan pingsan". Terang kakek.

"maksud kakek?". Asya bingung.

"ia memaksa mengingat kembali ingatannya". Sambung kakek.

Asya mengerti. Tapi hatinya tetap resah. Tak tahu apa yang akan menimpa diri Raihan nanti. Asya menatap Raihan. Air matanya meleleh, air mata itu jatuh di lengan Raihan. Tetes demi tetes.

Ibu dan ayah Raihan naik menuju kamar Raihan.

"ada apa tadi, kenapa tante mendengar ada pecah?". Tanya Ibu Raihan.

"nggak apa-apa tante, Cuma ketidaksengajaan kok". Jawab Asya menghapus air matanya.

"pasti Raihan lagi ya?". Tanya ibu selidik. Asya tak menjawab.

"dia itu pura-pura tidur atau tidur beneran?". Tanya Ayah.

"dia pingsan". Sahut kakek.

"kenapa bisa yah?". Tanya Ayah Raihan.

"dia baru saja memaksa fikirannya mengingat kembali foto itu". Kakek menunjuk foto di genggaman Raihan. Ayah Raihan mengambil foto itu.

"mana yah coba lihat". Ibu Raihan mendekat. Ayah dan ibu melihat foto itu bersama.

"mirip kita waktu SMA ya bu". Ujar ayah.

"iya yah". Jawab ibu. Keduanya tersenyum mengingat kembali masa-masa SMA mereka. Asya tersipu malu.

Melihat raut yang berbeda di wajah Asya ibu Raihan berkata

"nggak usah malu sya...kalian serasi nak". Perkataan ibu Raihan semakin membuat Asya belingsetan salah tingkah.

"belum saatnya, tante". Asya tersenyum.

Sejarah janganlah dilupakan, kenangan janganlah dihapuskan.

Biarkan ia menjadi arsip hidup kita sebagai pijakan

Menyongsong hidup yang mendatang