Chereads / The Flash of Little Star / Chapter 2 - Asya

Chapter 2 - Asya

Kecepatan tinggi.

Raihan memacu mobilnya dengan speed diatas seratus km/j. Hari ini dia bangun kesiangan sedang jarak yang harus ia tempuh adalah sepuluh kilometer, ia akan malu jika dirinya terlambat masuk sekolah. Padahal hari ini akan ada pertandingan basket antar kelas dua SMA OLIVER, pertandingan itu merupakan pertandingan paling bergengsi di OLIVER jika menang maka nama tim tersebut akan melayang setinggi langit. Suara mesin honda civic Raihan berdenging. Jarum kecepatan menunjukkan angka seratus dua puluh. Suasana jalan yang ramai tak ia hiraukan, ia pandai dalam permainan jalan raya. Diam-diam ia juga ikut balapan liar pada setiap malam minggu. Raihan melihat jam tangan.

"tinggal sepuluh menit". Gumamnya.

Tak masalah. Ia menambah kecepatan hingga angka seratus empat puluh. Tak berselang lama sama gerbang SMAnya telah nampak dari kejauhan. Tapi ada sesuatu yang berbeda, gerbang itu perlahan menutup. Setiap jam tujuh kurang lima menit pintu gerbang sekolah Raihan akan menutup otomatis.

Masih bisa.gumamnya. Raihan tetap memacu mobilnya. Dua puluh detik dari sekarang. Perkiraannya. detik-detik seakan berjalan lambat, gerbang itu semakin menyempit. Sepuluh sembilan delapan tujuh enam lima empat tiga dua satu. "ciiit....ciiit..". suara rem mobil itu mengundang perhatian seluruh siswa yang tengah persiapan apel pagi. Raihan memarkir mobil di area parkir. Ia mengambil langkah seribu menuju kelas, meletakkan tasnya lalu berbalik arah menuju halaman yang sudah ramai dengan para siswa.

"hey han, ngapain loe hampir terlambat?". Tanya Revan.

"tadi malam gue tidur kemalaman hehe". Raihan nyengir.

Tak berselang lama apel pagi pun dimulai. Suasana pagi itu agak berbeda dengan biasanya, awan putih menyelimuti sejauh mata memandang, suasana serasa lebih sejuk. Angin dingin berhembus sejuk menerpa wajah sosok anak baru yang pernah Raihan temui sebelumnya. Wajah itu tak asing baginya. Wajah yang pernah membuat jantungnya berdetak kagum dibuatnya. Tatapan matanya juga memberikan kesan bening nan menawan, dua lesung di pipinya menambah kesempurnaan wajahnya. Rambutnya terurai lurus dengan poni asimetris kanan, tak salah lagi ia adalah gadis yang pernah Raihan tabrak. Raihan teringat hal itu, ia semakin penasaran apakah benar dia atau bukan. Raihan ingin memastikan rasa ingin tahunya. Ia menatap dalam-dalam wajah gadis itu, semua mata tertuju pada gadis itu saat ia melangkah menuju halaman didampingi kepala sekolah.

Di tengah-tengah pidato apel, kepala sekolah menyampaikan perkenalan singkat.

"perkenalkan, ini adalah gadis berbakat yang telah lama bapak ingin memberinya bea siswa untuk bersekolah elite ini. dan dengan ini bapak nyatakan bahwa siswi ini telah sah menjadi bagian dari keluarga besar SMA OLIVER". Perkenalan oleh kepala sekolah.

"plok...plok....plok". Raihan mengawali memberikan applause pada gadis itu, lalu diikuti oleh seluruh siswa SMA OLIVER. Kepala sekolah mempersilahkan gadis itu untuk memperkenalkan diri.

"selamat pagi". Suaranya terdengar begitu lembut dan mampu melelehkan siapa pun yang mendengarnya.

"perkenalkan nama saya Asya, saya murid pindahan dari SMA NIBS. Sekarang saya duduk di kelas dua SMA. Terima kasih". Perkenalan singkat dari Asya.

Suaranya yang lembut mampu menyihir seluruh siswa OLIVER terkesima. Jadi namanya asya,..nama yang indah. Gumam Raihan.

Apel selesai, seluruh siswa masuk ke kelas masing-masing.

Asya memperhatikan sosok Raihan yang berjalan dengan cara berjalan yang khas, tidak dimiliki orang lain. Lalu ia melangkah ke kantor kepala sekolah untuk menanyakan kelasnya. Ia berjalan melewati beberapa ruang lalu matanya menangkap plat ruang kepala sekolah.

"permisi...". salam Asya.

"silahkan masuk". Kepala sekolah mempersilahkan.

"ma'af pak, kalau boleh tahu saya ditempatkan di kelas mana?". Tanya Asya polos.

"di kelas unggulan, 11 IPA A". Ujarnya.

"terima kasih pak, permisi.". Asya berpamitan. Anak yang beradab, hmm tak salah aku memilihnya. Gumam kepala sekolah.

Asya berjalan mencari kelas yang dimaksud oleh kepala sekolah, ia menyusuri kelas demi kelas hingga ia berhenti di depan sebuah kelas bertuliskan kelas unggulan 11 IPA A. Tanpa pikir panjang ia masuk kelas itu. Didapatinya seluruh mata tertuju padanya ketika satu langkah ke dalam kelas.

"permisi, kelas sebelas ipa a ya?". Tanya Asya lembut.

"sudah tau pakek nanyan lagi". Sahut Nita ketus.

"hey-hey nenek sihir...slow down aja kale". Rendi menimpali.

"seharusnya dipersilahkan masuk bukan dibentak". Tambahnya. Ia yang menjadi ketua urusan di kelasnya, jika ada apa-apa maka Rendi lah yang bertanggung jawab.

Raihan hanya diam, dia sama sekali tak menunjukkan ketertarikan pada siapapun.

"diem loe!!!". Nita terbakar emosi. Asya mendapati cowok yang pernah menabraknya itu duduk di dekat jendela menatap kosong taman sekolah yang hijau permai. Tak butuh waktu lama, Pak Herman masuk kelas dan mempersilahkan Asya untuk duduk di bangku kosong dekat Sheila.

"biasain aja ya...emang kayak gitu sifat Nita.". Sheila membuka dialog.

"iya, aku udah terbiasa dengan hal itu, sudah sering terjadi di sekolahku dulu.". respon Asya secekupnya, ia tak ingin memberi kesan cerewet pada teman barunya. jadi namanya nita ya. Gumam Asya.

Jam pelajaran pertama pun dimulai, Pak Herman membuka perlajaran dengan review terlebih dahulu. Methode ini adalah methode baku yang diterapkan di OLIVER, methode ini sangat efektif untuk pembelajaran tingkat SMA.

"baik mari kita review rumus terakhir yang bapak sampaikan". Ujarnya. Pak Herman menulis sepuluh rumus matematika di whiteboard sekaligus memberi soal.

"siapa diantara kalian yang bisa mengerjakan silahkan angkat tangan". Seru pak Herman. Asya mengangkat tangan.

"saya pak". Sahut Asya.

"baik silakan asya".

Asya memperhatikan sejenak soal itu. Hiiiih masih baru sudah sok pintar lagi. Gumam Nita. Tangan Asya mulai bergerak menggoreskan boardmarker ke whiteboard. Rumus pertama ia lalui dengan mudah, masuk ke rumus dua, Asya mencoba lebih cepat. Rumus dua terpatahkan masuk rumus tiga, Asya mendapatkan kesulitan di rumus tiga. Aku harus tenang. Asya mencoba menepiskan kegugupannya. Perlahan-lahan ia lewati rumus tiga, masuk rumus empat, ia berpikir sejenak. Asya mencoba menyingkat lima rumus sekaligus. Tangannya mencoba berjalan kembali dan mematahkan lima rumus sekaligus, kini ia sampai pada rumus ke delapan. Seisi kelas terpana melihat kemampuan Asya tak terkecuali Sheila, teman duduk Asya. Dalam hati ia mengakui kehebatan Asya. Asya melanjutkan hingga rumus sepuluh. Dan selesai.

"beri tepuk tangan yang meriah". Pinta pak Herman.

Plok....plok....plok.... seisi kelas memuji Asya.

"baiklah untuk soal kedua siapa yang berani?". Tantang pak Herman. Seisi kelas diam seketika tak bersuara, hening.

"tak ada yang berani?". Timpalnya. Tanpa isyarat Raihan melangkah maju.

Sang bintang kelas maju, menarik banyak perhatian para gadis tak terkecuali Asya.

"silahkan raihan". Pak herman mempersilahkan. Raihan diam sejenak.

"silahkan pilih menggunakan sepuluh rumus atau denga cara kamu sendiri". Tantang pak Herman.

"seperti biasa pak..". jawab Raihan santai. Tangannya mulai berjalan melika-liku di whiteboard melibas soal dengan cepat tanpa tersendat.

"sudah pak".

"benar...jawaban kamu benar". Ujar pak herman.

Seisi kelas geger dibuatnya. Satu soal yang seharusnya dengan sepuluh rumus bisa selesai hanya dengan satu rumus gabungan saja. Asya terkesima dengan otak Raihan. Nama yang bagus, raihan. Gumam Asya.

Sialan tuh cewek, masih baru sudah berani mandangin raihan lagi, nggak ngaca siapa dia?.gumam Nita.

Bel istirahat berbunyi.

Seluruh siswa membubarkan diri pergi menuju ke tempat tujuan mereka masing-masing. Asya masih tetap duduk di bangku, diam tak bergerak sama sekali. Dilihatnya Raihan juga tengah berdiri mematung menyebarkan pandangan ke taman, ia hanya diam tak bicara sepatah kata pun. Asya melangkah mendekat.

"ehm...". Asya mendehem kecil membuyarkan kesendirian Raihan.

"oh kamu, ada apa?". Tanya Raihan dingin.

"nggak apa-apa..Cuma mau nagih ganti rugi aja". Jawab Asya sekenannya.

"di sini bukan tempatnya nagih hutang". Raihan membalikkan badan menghadap Asya.

"lalu di mana?".

"kan aku sudah memberimu kartu namaku, kenapa nggak datang?"

"nggak ada kendaraan, ketahuilah..aku bisa sekolah di sini berkat bea siswa yang aku dapat. Aku ini anak orang tak punya". Pandangan Asya nanar menatap taman. Raihan tersentak, ia melangkah mendekat pada Asya.

"kau tahu?jika bukan karena paksaan orang tuaku aku nggak bakal mau pindah ke sekolah ini, bagiku ini terlalu elite, aku nggak pantas berada di sini". Asya membalikkan arah menghadap Raihan.

"terlihat dari wajahmu, kamu sama sekali nggak punya kebahagiaan..betul bukan?". Asya meneliti muka Raihan. Raihan kaget. Dari mana dia bisa tahu???.

"ketahuilah, bahwa masih ada orang yang lebih menderita dari pada kamu,janganlah merasa dirimu paling menderita". Lanjut Asya.

Asya sengaja tidak memberi Raihan kesempatan untuk bicara, ia ingin menekan emosional Raihan untuk mengetahui responnya.

"padahal kamu punya segalanya, kamu kaya, cerdas dan punya talenta, apa yang kau risaukan?". Asya seolah memojokkan Raihan.

Raihan menatap mata Asya dalam-dalam, ia tak mendapati hal yang dibuat-buat di sana. Ia mendapati sebuah kejujuran bukan kebohongan.

Gadis macam apa kau ini, hebat kau mampu meluluhkan hati gue, apa mungkin ini yang kakek maksud. Diam-diam Raihan mengakui kata-kata Asya itu benar. Tapi ia belum bisa mempercayainya begitu saja. Masih ada beberapa hal yang harus Asya lakukan untuk membuatnya percaya.

"kenapa diam han?". Tatapan mata Asya menyorot tajam ke mata Raihan. Tajam, sangat tajam namun perlahan memudar. Dan kembali menundukkan kepala.

"baik, tunjukkan padaku semua itu, pulanglah denganku nanti". Raihan meninggalkan Asya sendiri di kelas. Berjalan tanpa bekas.

Asya mengangkat kepalanya, ia melihat Raihan dari belakang. Akhirnya berhasil juga, ternyata nggak sulit naklukin tuh cowok, hanya perlu kata-kata yang mengena dalama hatinya. Atau barangkali dia itu cowok yang sensitif. Sebersit senyum muncul di bibir manisnya. Ada perasaan syukur menaungi hatinya.

Sesuatu yang bagi kebanyakan cewek di OLIVER sangat sulit untuk mendapatkan perhatian Raihan ternyata tidak berlaku untuk Asya. Asya berjalan keluar kelas, ia ingin menikmati suasana baru di sekolah yang baru. Ia ingin mengenal jauh lebih dekat tentang sekolah barunya, juga seorang cowok bernama Raihan. Asya merasa tertantang untuk mengetahui seluk beluk siapa Raihan sebenarnya.

Cowok yang misterius...aku merasa tertantang mengetahui seluk belukmu..lihat saja..aku bakal menyingkap semuanya. Gumam Asya.

Di lain sisi, Raihan juga tengah menaruh rasa penasaran pada gadis berparas cantik itu. Tentang ucapan Asya, Raihan sangat memperhitungkannya. Itu bukanlah kata-kata yang dapat terlontar dengan sendirinya. Sebersit senyum muncul di bibir Raihan. Gue akan cari tau siapa loe sebenarnya sya. Berjalan santai menuju kantin.

Biarkanlah alur cerita hidup mengalir denga derasnya

Jangan halangi ia dengan segudang sifat angkuh

Dan sombong yang tak mau pembaharuan