Chereads / Dear Kamu / Chapter 13 - Chapter 12

Chapter 13 - Chapter 12

Jordy mengerutkan keningnya saat dia melihat seseorang yang dikenalnya kini berada satu toko dengannya. Alfin. Cowok itu tampak sedang memilih buku yang berjejer rapi dirak. Jordy celingukan melihat sekitar, kalau ada Alfin, mungkin saja dia bisa bertemu Hanny disini. Tapi dia tidak melihat gadis itu disudut manapun. Apa cowok itu pergi sendiri? batin Jordy. Dia juga pergi sendiri ke toko buku karena Harry menolak ikut dengan alasan mau tidur. Belakangan sikap kakak ketiga Hanny itu terlihat aneh, ini semua karena acara kencan buta. Sejak itu Harry berubah agak pendiam.

Jordy kembali memusatkan perhatiannya pada buku-buku yang akan dia beli. Beberapa komik dan buku pedoman untuk persiapan ujian akhir. Sesekali dia melihat kembali kearah Alfin yang kini sudah menghilang dari tempatnya tadi. Jordy menoleh ke kiri dan kanan, dan menemukan cowok itu sedang berjalan kearah kasir. Mungkin sebaiknya dia menyapa Alfin.

Jordy baru saja akan menyapa Alfin saat cowok itu selesai dari kasir dan berjalan kearah pintu keluar saat seorang gadis menghampirinya membawa plastik belanjaan yang sama.

"Kak Hanny, maaf ya nunggu lama," kata Alfin canggung.

Gadis itu menggeleng. "Yuk kita pulang."

Mereka berdua meninggalkan toko buku tanpa menyadari kalau ada sepasang mata yang tampak penasaran sedang mengamati mereka. Jordy terkejut melihat Alfin pergi dengan seorang gadis yang bukan pacarnya itu dan tunggu, sepertinya dia juga mendengar kalau Alfin memanggil gadis itu dengan nama Hanny?

***

Hanny baru saja tiba dirumah dengan wajah capek. "Aku pulang."

"Hei, baru pulang?" sapa Jordy yang sedang duduk disofa ruang tengah bersama dengan Harry sambil membaca komik.

Harry tidak menyahut sapaannya dan fokus membaca halaman komik dihadapannya.

"Tumben lo ada disini, Jo? Terus itu apa? Komik baru ya?" Hanny menghampiri mereka berdua lalu memilih beberapa komik yang baru saja dibeli Jordy.

"Siapa yang ketoko buku? Elo kak?" tanya Hanny. Harry menunjuk Jordy tanpa berkata apa-apa membuat Hanny terheran-heran.

"Kak, lo kenapa?"

Harry menatap Hanny lalu menghela napas. "Gusi gue sariawan. Jangan ajak gue ngomong," sahutnya ketus.

"Bilang dong kalo sariawan. Abis ditanya diem aja kayak orang budek. Lagi sariawan masih aja galak."

"Ngajak berantem, ya?" tanya Harry.

Jordy disebelahnya tergelak-gelak melihat kelakuan mereka berdua. Dia tidak sedekat itu dengan kakaknya, Jenna. Lagipula kakaknya adalah tipe orang yang dewasa dan feminim, jadi tidak mungkin Jordy bisa bercanda dan bertengkar dengan kakaknya. Kalaupun bertengkar, Jenna pasti akan memilih untuk mengalah lebih dulu. Kakaknya itu tidak suka pertikaian.

"Kok lo pulangnya sore banget, Han? Habis pergi, ya?" tanya Jordy.

"Hah? Pergi kemana?" Hanny bertanya balik karena tidak mengerti arah pertanyaan Jordy. Harry melirik Jordy, cowok itu tahu kalau Jordy sengaja menggiring pertanyaan untuk mengetahui siapa yang pergi bersama Alfin ke toko buku tadi. Harry sudah mendengar ceritanya dari Jordy dan dia juga merasa sedikit penasaran.

"Gue pikir lo ke toko buku tadi. Soalnya tadi gue ketemu Alfin di toko buku, tapi gue ga liat lo."

"Ooh, iya. Dia pergi sama kakak sepupunya, Jo."

"Oh, namanya siapa?"

Hanny mengerutkan keningnya, terheran-heran, tumben sekali Jordy ingin tahu tentang sepupu Alfin.

"Namanya kalo ga salah Kak Mira. Kenapa? Lo mau gue kenalin?" tanya Hanny menggoda Jordy.

Harry tertawa. "Iya, dia lagi cari cewek. Lo coba kenalin aja ke sepupunya si Alfin."

Jordy tersenyum masam. "Gue cuma nanya doang. Terus lo sendiri pulang sesore ini dari mana?

Hanny yang kini duduk bersila di atas sofa dan masih mengenakan seragamnya menghela napas.

"Gue abis ikut remedial matematika, Jo. Ah, kenapa sih mesti ada remedial segala, kenapa harus ada pelajaran matematika dimuka bumi ini?"

Jordy tersenyum.

Harry mendengus. "Ga usah lebay. Matematika ga sesusah itu. Emang dasar lo aja ga becus belajarnya."

Hanny melotot. Dia lalu melemparkan sepatunya kearah perut Harry dan hal itu sukses membuat Harry berteriak kesakitan.

"Sakit woi. Gila lo ya."

Hanny hanya memeletkan lidahnya mengejek membuat Harry semakin kesal.

"Awas lo, ya." Harry memungut sepatu Hanny dan berniat melemparkannya kembali ke pemiliknya saat handphonenya berbunyi. Ada telepon dari papa mereka.

Harry menghembuskan napas panjang sebelum mengangkat telepon masuk tersebut.

"Halo, pa. Iya, kami baik. Papa gimana? Oh ya? Oke nanti aku kasih tau ke yang lain. Oke pa, bye."

Dia menatap handphonenya sejenak lalu matanya beralih ke sepatu Hanny yang kelihatan kotor, tanpa banyak bicara dia melemparkan sepatu Hanny ke arah teras yang terbuka.

"Ah, sepatu gue." Hanny berlari kearah depan lalu memungut sepatunya.

"Itu tadi papa'kan? Apa kata papa? Kok langsung dimatiin sih? Kan gue juga mau ngomong sama papa."

"Katanya minggu ini papa mau pulang. Kerjaannya di Bandung udah selesai."

Mata Hanny membesar dan tampak berbinar-binar. "Yeiyy. Asik. Udah lama ga ketemu papa."

Harry tampak mengetikkan sesuatu di handphonenya. Dia memberi kabar itu ke grup keluarga mereka yang hanya berisi kakak-kakaknya dan Hanny.

Hendry tampak merespons dengan memberikan sticker jempol, sedangkan Hendra belum memberikan komentar apa-apa. Sepertinya kakak pertamanya itu sibuk.

***

Dirumah sakit...

Hendra meregangkan otot-otot badannya yang terasa kaku sambil menguap.

"Apa masih ada lagi pasien saya?" tanya Hendra pada Suster Nana yang menjadi asistennya selama bertugas.

"Sudah habis, dok."

"Benarkah? Akhirnya." Hendra segera bangun dengan semangat dan keluar dari ruangannya.

"Saya mau cari angin dulu, ya."

"Oke, dok."

Hendra menuju mesin minuman di ujung koridor rumah sakit dan mengeluarkan beberapa keping uang logam. Setelah memasukkan semua logam yang dia miliki, dia menatap sejenak pilihan minuman dimesin tersebut.

"Kopi atau jus?" dia tampak berpikir-pikir.

Tuk..., sebuah jari menekan tombol bergambar jus jeruk kalengan dan tidak lama minuman yang dipilih tadi keluar dari mesin.

"Loh... loh..., itu kan minuman gue. Reva," Hendra mengerutkan wajahnya berpura-pura kesal.

Seorang wanita dengan jas putih yang sama seperti Hendra tertawa geli melihat ekspresi pria itu.

"Iya... iya. Gue gantiin, nih. Ah elah, sekali-sekali traktir gue minuman kek." Reva memasukkan kembali beberapa keping logam ke dalam mesin, dan kali ini Hendra segera menekan tombol minuman pilihannya.

"Itu logam terakhir gue." Hendra membuka kaleng minumannya dan meminumnya sedikit. Mereka berjalan bersama kearah balkon dengan jendela terbuka.

"Kamu lagi ga ada pasien?" tanya Hendra setelah mereka berada dibalkon.

"Baru aja selesai. Nanti sore gue ada konseling lagi buat Selina."

"Selina? Oh, artis itu?"

"Hoo, jadi kamu akhirnya nyari tau tentang Selina?" Reva melirik sambil senyam senyum.

"Hahaha...," Hendra hanya tertawa sebelum akhirnya dia memutuskan untuk menceritakan soal kejadian di rooftop rumah sakit tempo hari pada Reva.

Reva sedikit terkejut mengetahui fakta-fakta yang diceritakan olah Hendra. Dia tidak tahu kalau pasiennya itu begitu depresi dengan perselingkuhan pacarnya.

"Tapi Selina beruntung sekali ya ada pangeran berjubah putih yang menyelamatkan dia." Reva melirik Hendra lalu menggodanya.

Hendra tertawa hambar. "Pangeran berjubah putih apanya. Dia aja mikirnya gue itu supir ambulans."

Reva tertawa. "Kamu sih kalo pake kaos jangan yang udah rombeng gitu dong."

"Enak lagi dipakenya, lubang-lubang di kaos gue bikin angin bisa masuk, jadinya adem." kata Hendra membuat Reva tertawa terbahak-bahak mendengar alasan yang tidak terduga dari pria itu.

***

'Kak, aku sudah sampai dirumah.' Alfin mengirimkan pesan pada Hanny yang mengabarkan kalau dia sudah sampai dirumah dengan selamat. Setelah mengantar gadis itu pulang, Alfin sempat mampir sebentar dan bermain bersama si kembar Cilo dan Cila. Mereka sangat menggemaskan sekali. Alfin sangat senang main bersama mereka karena sebagai anak tunggal, dia sedikit merasa kesepian. Mama Kak Hanny juga begitu welcome dan membuatnya merasa betah berlama-lama dirumah gadis itu.

Hanny yang baru saja selesai mandi membuka pesan dari Alfin, dia memang berpesan pada cowok itu kalau dia sudah sampai rumah, dia harus mengirimkan pesan padanya.

'Syukurlah. Kamu istirahat sana.'

Alfin membuka pesan baru dari kak Hanny, sambil tersenyum dia mengetikkan pesan balasan.

'Kakak juga.'

Dan tanpa di sangka-sangka, gadis itu mengirimkan emoji hati pada Alfin. Alfin yang sedang rebahan di kamarnya sampai terlonjak bangun. Apa ini? Apa ini berarti kak Hanny membuka hati untuknya? Pesan dari kak Hanny begitu ambigu dan membuatnya bingung.

Ditengah rasa bingungnya, sebuah pesan masuk. Dari pacarnya, Hanny. Gadis itu mengajaknya untuk pergi ke bioskop besok bersama Martha dan pacarnya.

Mendadak wajah Alfin berubah muram. Kalaupun kak Hanny memang benar menyukainya, lalu bagaimana? Kenyataan tidak akan berubah. Dia sekarang adalah seorang cowok yang memiliki pacar. Dan dalam hati kecilnya, dia tidak ingin menyakiti Hanny, meskipun dia masih belum bisa menyukai gadis itu seperti dia menyukai kak Hanny.