"Suster Anna, dokter Reva sudah selesai?" tanya Hendra. Dia sudah mengganti bajunya dengan kaus polos dilapisi dengan kemeja lengan pendek dan celana jeans.
"Masih belum, dok. Mungkin sebentar lagi. Didalam ada mbak Selina yang sedang konseling."
Hendra mengangkat alisnya. Dia baru ingat kalau Reva bilang hari ini dia ada jadwal memberikan konsultasi dengan Selina, si model yang sedang naik daun itu.
"Baiklah. Saya akan menunggu disini."
Belum lama Hendra duduk di bangku panjang di depan ruangan Reva. Tiba-tiba pintu terbuka dan wanita cantik berambut panjang itu keluar, Selina.
Mata Selina bersirobok dengan Hendra yang sedang bersiul-siul kecil. Wajahnya langsung memerah, dia teringat dengan kejadian waktu di rooftop dimana dia menyangka kalau Hendra adalah supir ambulans. Padahal Selina sudah berusaha sebisa mungkin menghindari bertemu pria ini.
"Oh, kakimu sudah sembuh?" tanya Hendra.
"Ngapain anda ada disini?" tanya Selina berusaha menutupi rasa malunya dengan bersikap galak.
Hendra tersenyum. "Itu bukan urusanmu kan?"
"Dokter Hendra? Ngapain disini? Tumben banget udah rapi?" Reva keluar dari ruangannya.
Selina ikut menatap Hendra yang memang tampak rapi sekarang. Wajahnya pun tampak bersih dari janggut-janggut halus, sehingga pria itu terlihat tampan.
"Gue mau jemput lo. Tadi'kan gue bilang mau ajak lo keluar makan. Yuk. Kita jalan. Nanti macet."
"Oh iya, gue lupa. Kalo gitu gue ganti baju dulu."
Reva kembali masuk kedalam ruangannya, meninggalkan Selina dan Hendra di lorong. Keheningan menyelimuti mereka berdua sampai akhirnya Hendra berbicara.
"Jadi bagaimana konselingnya? Lancar?"
Selina menoleh pada Hendra. Wajahnya mengernyit. "Itu bukan urusan dokter, kan?"
Hendra hanya tertawa.
Tidak lama Reva keluar dari ruangannya dengan harum yang semerbak. Rambutnya yang dia kuncir sekarang sudah tergerai rapi. Dia agak terkejut melihat Selina yang masih berdiri didepan ruangannya.
"Oh. Anda masih disini?"
"Saya sedang menunggu manajer saya."
"Oh, baiklah. Kalau begitu kami permisi." Reva lalu menarik lengan Hendra dan berjalan menjauh menuju lift.
Selina memperhatikan mereka yang kelihatan akrab. Dokter Hendra, kentara sekali kalau pria itu menyukai dokter Reva.
Saat itu, Ayu muncul sambil membawa pizza pesanan Selina.
"Oh, kak Ayu."
"Sudah selesai konselingnya? Bagaimana? Lancar?"
"Yah, biasa saja kak. Ngomong-ngomong sampai kapan aku harus konseling?"
"Tergantung dokter Reva. Kemarin aku dapat kabar dari dokter Fanny, kamu bisa pulang dalam 2 hari kedepan."
"Begitu ya. Baiklah. Aku juga udah ga sabar mau kembali bekerja."
Ayu tersenyum. Untung saja Selina sudah tidak terlalu memikirkan kejadian waktu itu dan kembali bersemangat bekerja.
"Jadwal pertama kamu pemotretan iklan minuman ringan. Untung saja pihak sponsor tidak menggantimu dengan model lain dan bersedia menunggu. Mereka semua sangat terkejut dan prihatin waktu dengar soal kabar kamu masuk rumah sakit. Apalagi waktu tahu penyebabnya adalah Andre yang berselingkuh dibelakang kamu. Sekarang Andre kehilangan banyak job."
Selina terdiam. "Baguslah. Ini karma buat dia."
Ayu menatap punggung Selina yang berjalan lebih dulu darinya. Apa dia tidak salah lihat? Sepertinya Selina terlihat sedih saat dia mengatakan kalau mantan pacarnya itu kehilangan banyak job? Ayu tahu begitu besar arti Andre buat Selina, tapi setelah kejadian waktu itu, Ayu berharap Selina tidak lagi memaafkan Andre seperti yang sudah-sudah. Dia ingin wanita yang sudah dia anggap seperti adiknya sendiri itu bisa menemukan pria yang bisa membahagiakannya.
***
Harry menatap layar ponselnya, ada pesan masuk dari Dewa yang mengabari kalau lusa ada pertemuan kembali dengan cewek-cewek dari acara kencan buta. Pertemuan itu akan menjadi pertemuan terakhir mereka sebelum acara puncak yaitu jalan bersama dengan pasangan yang sudah ditentukan melalui undian. Harry mendengus. Dia lalu membalas pesan itu dan mengatakan kalau dia tidak akan datang karena hari itu bertepatan dengan babak penyisihan turnamen basket antar SMA se-Jakarta. Ini adalah pertandingan penting baginya karena ini adalah pertandingan terakhirnya di SMA.
"Jo, besok lo jadi ikut sama gue buat technical meeting kan di GOR Sunter?" tanya Harry pada Jordy yang kini sedang asik rebahan di sofa ruang tengah rumahnya. Rumah mereka memang menjadi rumah kedua bagi Jordy.
"Eh, iya jadi dong."
"Lo udah cari tau soal lawan kita di penyisihan pertama nanti?" tanya Jordy.
"SMA Berkarya 1, gue ga terlalu tau soal sekolah ini. Tapi menurut orang-orang yang pernah ngelawan mereka, mereka tim yang lumayan kuat."
"He-eh, bakal seru dong pertandingan nanti."
"Eh, lo inget yang kemaren Hanny bilang, tentang Alfin yang pergi ke toko buku sama kakak sepupunya?" tanya Jordy
"Inget. Nama kakak sepupunya Mira."
"Hanny bilang kalau Alfin pergi sama kakak sepupunya, dan namanya Mira, tapi kok Alfin manggil cewek itu Hanny? Gue ga mungkin salah dengar."
Harry mengedikkan bahunya. "Ga tau ah, gue pusing."
"Lo peduli dikit, kek. Ini kan tentang adek lo." Jordy terlihat kesal.
Harry mendengus. "Dia udah gede dan gue rasa dia ga bakal suka kalo kita ikut campur urusannya. Kalo emang si Alfin itu selingkuh, cepat atau lambat pasti akan ketauan, jadi kita ga usah terlalu pusingin masalah mereka. Masalah hidup gue aja udah banyak, ini ditambah ngurusin masalah orang lain."
"Dia kan bukan orang lain, dia itu adik lo."
"Iya.. iya.. kalo gitu gue serahin aja urusan Hanny ke lo." kata Harry angkat bahu.
***
Keesokkan harinya di GOR Sunter, Harry sudah tiba bersama Jordy dan pelatih mereka satu jam lebih awal. Hari ini mereka akan TM dengan panitia pertandingan bersama dengan tim lawan dari SMA Berkarya 1. Pertandingannya besok dan akan dilaksanakan ditempat yang sama. Mereka sedang duduk menunggu dibangku penonton dekat pintu masuk saat beberapa orang rombongan dengan seragam batik merah muncul. Harry berbisik pada Jordy, bertanya-tanya apa mereka tim dari SMA Berkarya 1.
Mata Harry tidak lepas memandangi mereka dan seorang gadis yang baru saja datang diantara mereka menarik perhatiannya, meski rambutnya dikuncir dan mengenakan seragam yang sama, Harry merasa mengenalnya.
"Oh...," Harry memekik membuat Jordy terkejut. Tidak hanya Jordy yang terkejut. Rombongan dari sekolah lain itu-pun terkejut dengan suara melengking yang berasal dari bangku penonton tidak jauh dari tempat mereka berdiri.
"Apa-apaan sih, lo? Bikin kaget aja siang-siang." Gerutu Jordy membuat Harry terkekeh.
Gadis yang baru saja tiba itu menatap kearah mereka berdua dan kemudian berteriak gembira.
"Kalian?"
Jordy mengerutkan keningnya, "Grace?"
***
"Wah ga sangka banget ya, tim lawan sekolah gue itu ternyata dari sekolah kalian. Dunia ini benar-benar sempit," Grace terkekeh.
Mereka sedang makan bertiga di KFC yang berada tidak jauh dari GOR Sunter. TM sudah selesai sejak sejam yang lalu, dan mumpung mereka bertemu, Grace mengajak mereka untuk makan bareng sekalian reuni kecil-kecilan.
"Kami juga ga nyangka ternyata lo sekolah di sana," kata Jordy.
Grace tersenyum. Meski pernah satu ekskul di SMP, mereka semua tidak pernah bicara tentang SMA yang akan jadi tujuan mereka selepas SMP. Harry yang memang mengundurkan diri dari ekskul basket setelah berpisah dari Marlene tidak pernah lagi berusaha untuk dekat dengan Grace, dia hanya menyapa kalau mereka berpapasan, selebihnya Harry memilih menenggelamkan diri dengan membaca buku diperpustakaan.
"SMA Berkarya 1 beruntung banget ya ada manajer yang mau bantu urus kegiatan basket." kata Jordy.
Grace tertawa mendengar ucapan Jordy. Dia menjadi manajer-pun karena terbiasa melakukan pekerjaan sebagai manajer ekskul basket di SMP mereka dulu. Jadi hal itu terbawa sampai dia masuk SMA. Padahal ekskul basket di SMA-nya tidak membutuhkan manajer.
"Kalian belom berhenti dari basket? Kan udah mau ujian."
"Setelah turnamen ini selesai rencananya gue mau berhenti."
Jordy mengiyakan ucapan Harry. Mereka berdua sepakat untuk berhenti ikut ekskul basket setelah berhasil memenangkan turnamen ini.
Sambil ngobrol ngalor ngidul mereka membicarakan masa lalu saat mereka masih berada dalam satu kegiatan yang sama.
"Gimana kabar kak Steven, Grace? Lo masih pacaran sama dia?" tanya Jordy. Harry tertegun mendengar nama Steven di sebut-sebut. Steven, kakak Marlene dulu pernah mendatanginya dan bertanya perihal putusnya hubungan mereka sekaligus meminta penjelasan kenapa Harry keluar dari ekskul basket setelah itu. Mereka sudah lama tidak bertemu, mungkinkah mereka akan bisa bertemu dipertandingan besok? Atau mungkin tidak? Karena tiba-tiba saja wajah Grace berubah muram, lalu gadis itu mengatakan hal yang membuat mereka berdua terkejut, "Kak Steven udah pulang ke sisi Tuhan setahun yang lalu, Jo."