Hendra sedang menuju ke Citrus Bar untuk menemui beberapa teman SMA-nya yang sering mengadakan pertemuan disana. Kebetulan sekali malam ini dia sedang senggang dan ingin menghabiskan waktu dengan rehat sejenak.
"Eh, pak Dokter. Gue kira ga jadi datang," kata Doni, sahabatnya sejak SMA. Senyumnya melebar saat melihat Hendra baru saja sampai.
"Iya, gue kira lo ga datang. Biasanya kan begitu, cuma wacana," timpal Jerry membuat Hendra terkekeh.
"Sorry, gue baru sempet. Sibuk banget kerjaan gue," Hendra duduk ditengah-tengah dan mulai mengobrol sambil sesekali makan kacang kulit dan minum jus yang sudah lebih dulu dipesannya.
"Ga minum lo?" tanya Randi.
Hendra menggeleng. "Abis ini gue mesti balik ke rumah sakit. Gue juga ga bisa lama-lama."
Mereka menggangguk-angguk paham, diantara mereka berempat, Hendra-lah yang paling sulit diajak bertemu, kalaupun ketemu pasti hanya bisa sebentar dan mereka maklum. Sebagai dokter, pekerjaannya memang sulit untuk ditebak kapan dia akan memiliki waktu untuk sekedar pergi berkumpul dengan teman-temannya. Bahkan untuk tidur saja Hendra sering melewatkannya karena begitu sibuknya dia.
***
"Kalau udah selesai telepon mbak ya, nanti mbak jemput," kata Ayu dari balik kemudinya. Selina menggeleng.
"Ga usah mbak, aku nanti pulang bareng Riska aja. Mbak langsung pulang aja, ya," kata Selina yang dibalas anggukan oleh Ayu.
Ayu-pun berlalu meninggalkan Selina yang kini berdiri di depan sebuah bar kafe yang terlihat ramai.
"Baiklah. Ayo kita bersenang-senang malam ini."
Selina masuk ke dalam, suasana di dalam bar tidak terlalu berisik, terdengar alunan cello dari sudut ruangan. Selina merasa sedikit rileks dan menuju ke tempat teman-temannya berada.
"Hai guys, sorry aku lama," sapa Selina.
Teman-temannya menoleh kearahnya dan tersenyum. "Eh, Sel, akhirnya lo datang. Duduk sini disebelah gue," kata Riska, temannya sesama model namun mereka berbeda agensi. Riska berada di satu agensi yang sama dengan Andre, mantan pacarnya. Selina dan Riska bisa saling mengenal juga berkat Andre.
"Lo mau pesan minum apa?" tanya Riska.
"Aku orange jus aja deh," kata Selina. Riska mengangguk dan memanggil seorang waiter untuk mencatat pesanan Selina.
Tidak lama suara handphone Riska berbunyi, dengan sedikit canggung gadis itu bangun dari duduknya dan berdiri agak menjauh dari teman-temannya berada.
"Halo, iya dia ada disini. Oh, lo udah ada di depan, oke gue ke depan," katanya lalu menutup telepon. Riska menoleh sebentar kearah Selina dan teman-temannya, lalu menuju ke pintu masuk dimana Andre sedang menunggunya.
Andre membawa seikat bunga mawar ditangannya dan menatap Riska, "Dia mau'kan ketemu sama gue?"
"Gue belum kasih tau ke Selina kalo lo mau datang. Lo masuk aja deh dulu."
Hendra yang saat itu baru saja kembali dari toilet yang berada di dekat pintu masuk menghentikan langkahnya mendengar satu nama yang dia kenal.
Di depannya melangkah dua orang yang tampak asing baginya, salah satu dari mereka membawa bunga, mungkin mau memberikan kejutan.
Memasuki ruangan bar, Hendra bisa menangkap sosok Selina yang tampak sedang bercanda dengan seorang temannya, wajahnya terlihat ceria. Dalam hati Hendra tersenyum, syukurlah wanita itu tidak terlihat depresi seperti pertama mereka bertemu. Hendra kemudian melangkah kembali menuju teman-temannya ketika tiba-tiba saja terdengar suara teriakan dari pria yang membawa buket bunga mawar besar.
"Kejutan!!" teriak Andre di depan kumpulan Selina dan teman-temannya. Wajah Selina berubah pucat. Dia tidak menyangka akan bertemu Andre di tempat ini. Ini pasti ulah Riska, Selina menoleh kearah gadis itu, "Ris, kamu yang undang Andre kesini?" Selina tidak dapat menyembunyikan nada kecewa dalam suaranya.
"Sel, maafin gue. Tapi Andre mohon-mohon ke gue supaya dipertemukan sama lo. Dia mau bicara sama lo. Selama ini lo nolak ketemu sama dia, jadi cuma ini kesempatan dia," kata Riska.
Selina menghela napas panjang. "Aku pikir kamu teman yang akan ada di pihak aku. Aku kecewa sama kamu, Ris." Selina mengambil tasnya dan berniat untuk pulang naik taksi saja. Dia muak berada disini sekarang. Tanpa mendengar perkataan teman-temannya yang memintanya untuk tetap tinggal Selina melangkah, namun langkahnya tertahan karena sebuah tangan menarik satu tangannya.
"Sel, kamu boleh pergi kalau kamu udah dengar penjelasan dari aku. Plis." Andre tampak memohon dengan mata yang sedikit berkaca-kaca. Selina melepaskan pegangan tangan Andre dengan sedikit memaksa. Andre tidak berubah, tidak tampak penyesalan di wajahnya dan dia tetap egois seperti biasa. Cowok itu tidak bisa menerima penolakan.
"Ini ga akan lama. Aku janji," pinta Andre lagi. Selina dapat merasakan tangan Andre yang sedikit meremas pergelangan tangannya membuat tangannya yang kurus itu terasa sakit.
"Aku ga mau bicara sama kamu lama-lama karena itu buat aku muak, jadi cepat katakan apa mau kamu dan biarkan aku pergi."
Raut wajah Andre berubah yang tadinya tersenyum lebar menjadi sedikit gusar. Dia tidak terima kalau gadis dihadapannya ini mengatakan kalau dia memuakkan. Tanpa melepaskan tangan Selina, pria itu menarik Selina dan menarik sebuah kursi, kemudian dia meminta Selina duduk di kursi tersebut sementara Andre duduk dihadapan Selina. Setelah melihat Selina duduk, Andre-pun akhirnya melepaskan genggaman tangannya yang sangat menyakiti Selina.
Hendra memperhatikan mereka berdua dari sudut bar yang agak remang-remang. Wajah Andre tidak tampak baik, sementara Selina lebih terlihat tenang, dia tidak peduli saat Andre kini mulai marah. Yang dia inginkan saat ini adalah menyelesaikan pembicaraan yang memuakkan ini dan pulang.
"Sel, aku minta maaf. Ya, kamu mau kan maafin aku?" Andre mulai bicara. Nadanya terdengar mengintimidasi dan penuh tekanan, tidak terdengar tulus sama sekali. Selina baru menyadari itu sekarang disaat mereka sudah putus. Kenapa dulu kalimat-kalimat Andre terdengar indah di telinganya, ya? Selina ingin sekali menertawakan dirinya dimasa lalu.
"Aku udah maafin kamu, kok," jawab Selina pelan.
Seulas senyum menghiasi wajah Andre, "Kalau begitu kita tidak putus kan?"
"Maaf, kalau untuk masalah itu aku udah ga bisa nerima kamu lagi. Pengkhianatan tetaplah pengkhianatan."
"Lo tuh ga bisa ngertiin gue sama sekali, ya. Gue tuh kemarin cuma khilaf. Hilda duluan yang merayu gue. Lo harusnya bisa paham dong posisi gue," kata Andre dengan nada tinggi.
Hendra semakin intens mengawasi mereka, dari gerak-geriknya Andre terlihat akan meledak.
"Aku ga ngerti mau kamu tuh apa sih sebenernya? Selama pacaran aku selalu ngertiin kamu, berusaha memahami kamu, tapi kamu bahkan selingkuh sama Hilda. Dia itu teman aku, kamu tau itu kan," ujar Selina, nada bicaranya bergetar dan terlihat menahan amarah dan kesedihan dalam waktu yang bersamaan.
"Aku ga beneran sayang sama dia, Sel. Aku dan dia cuma fwb. Cuma kamu yang aku sayang, aku minta maaf, ya. Maafin aku, oke," kata Andre dengan nada membujuk.
Selina terlihat jijik mendengar kalimat yang dilontarkan Andre barusan. 'FWB' katanya. Dia tau apa arti kata itu, dan dia bilang dia hanya 'fwb' dengan Hilda. Cowok brengsek itu hanya memanfaatkan temannya tersebut untuk memuaskan hasratnya yang selama ini selalu ditolak oleh Selina.
Selina terdiam lama membuat Andre terlihat tidak sabar. "Kamu menjijikkan," kata Selina pelan.
Andre kelihatan bingung, dia mendengar apa yang diucapkan oleh Selina barusan, tapi dia tidak percaya kata-kata itu bisa terlontar dari mulut Selina yang selalu bertutur dengan lembut padanya.
"Kamu bilang apa?"
"Kamu menjijikkan. Sekarang aku bersyukur bisa putus dari kamu. Aku sungguh bodoh kemarin sampai berniat bunuh diri demi lelaki brengsek seperti kamu."
Kini Andre naik pitam, dia berdiri dengan gusar dan tangannya tampak diayunkan kearah wajah Selina, Selina yang tidak siap dengan tindakan Andre barusan hanya bisa memejamkan matanya. Dia bisa mendengar teman-temannya berteriak, tapi kemudian dia mendengar suara seseorang yang baru dikenalnya belum lama ini.
"Tidak baik memukul seorang wanita," Hendra menahan tangan Andre yang kini terlihat bertambah marah.
"Lo siapa?! Lepasin tangan gue. Gue ga punya urusan sama lo!" teriaknya.
"Anda mengganggu ketenangan disini, berteriak-teriak bahkan mau memukul wanita. Kalau mau sok jagoan bukan disini tempatnya. Anda mau pergi sendiri atau saya panggilkan keamanan?" tanya Hendra terlihat tenang. Dia sering ke bar ini karena bar ini adalah milik temannya, jadi dia sudah mengenal hampir semua orang-orang yang bekerja disini.
Andre terlihat berusaha menarik tangannya yang masih di pegang erat oleh Hendra. Hendra mengangkat alisnya.
"Lo udah gila ya, lepasin tangan gue sekarang!" bentak Andre marah, Selina terlihat pucat dan bergetar. Hendra bisa melihat itu, akhirnya dia melepaskan pegangan tangannya dari tangan Andre yang langsung pergi dengan marah sambil menendang kursi yang tadi didudukinya.
Hendra menatap Andre yang sudah tidak terlihat lagi didalam bar, lalu berganti menatap Selina. "Kamu gak apa-apa?" tanya Hendra dengan suara lebih lembut.
Selina mengangkat wajahnya dan dia bisa melihat Hendra yang menatapnya dengan wajah cemas. Ada kelegaan luar biasa yang dirasakan Selina saat melihat Hendra berada didepannya.
"P...pak dokter, terima kasih," ucapnya hampir terdengar seperti bisikan. Gadis itu pastilah sangat terguncang dengan kejadian barusan. Hendra bertanya-tanya dalam hatinya apakah sebelumnya Selina pernah mengalami hal serupa melihat reaksi gadis itu.
Hendra mengganguk. Cowok itu kembali ke tempat teman-temannya untuk berpamitan.
Teman-teman Selina menghampiri mejanya. Wajah mereka terlihat cemas dan lega sekaligus.
"Sel, Lo gak apa-apa?"
Selina mengangguk.
"Brengsek si Andre. Lo juga ngapain bawa dia kesini sih, Ris?" Umpat temannya yang lain.
"Gue ga tau kalau bakal begini. Andre bilang dia mau ngajak balikan sama Lo baik-baik. Maaf ya, gue ga tau kalau bakal begini jadinya."
Selina cuma menggeleng lemah. "Maaf ya. Aku mau pulang duluan."
Selina bangun dari tempat duduknya dengan kaki yang masih terasa lemas. Ketika hampir terjatuh, Hendra yang tiba-tiba sudah ada di sebelahnya memegangi tangannya.
"Biar saya antar pulang."
Selina hanya bisa mengangguk tanpa sanggup menolaknya.