Chereads / Kita, Hujan dan kata / Chapter 5 - Decision

Chapter 5 - Decision

Hening menyelimuti keduanya. Es krim ditangannya sudah habis sedari tadi. Tapi baik Aella maupun Hanish belum ada yang mau membuka pembicaraan. Yang mereka lakukan hanya berdiam, menikmati hembusan lembut angin yang menyegarkan.

"Baiklah, aku mengalah" Hanish langsung menoleh menatap Aella yang kini menghadapkan tubuhnya ke arah Hanish. "Aku minta maaf," jeda sejenak. "Aku sengaja menghindarimu, karena .. aku hanya ingin memastikan sendiri seperti apa perasaan yang aku miliki ini"

Hanish tersenyum manis. Membuat Aella bingung, harusnya Hanish marah bukan? Atau harusnya ia kesal karena sudah diabaikan selama 2 minggu ini. "Akhirnya setelah sekian lama aku bisa mendengar lagi suaramu"

Blush.

Pipi Aella sudah seperti kepiting rebus sekarang. Merah merona.

Sial.

Kenapa pula ia harus merona hanya karena gombalan Hanish?

"Aku tahu, aku mengerti. Aku sempat kesal, marah tapi pada diriku sendiri. Aku menyesal karena waktu itu telah lancang mengutarakan perasaanku begitu saja. Harusnya aku mengerti, bahwa kau terganggu dengan hal itu .. jadi, maafkan aku Aella."

"Perasaan tidak bisa dipaksakan Hanish, itu hakmu menyukaiku. Aku hanya .. terkejut dan bingung harus melakukan apa. Karena rasanya begitu canggung ketika aku bertemu denganmu. Jadi aku memutuskan untuk menghindar saja, kekanakan bukan?"

Hanish tersenyum mendengarnya. Ia lega setelah mendengar alasan kenapa gadis ini menjauhinya. Ia kira Aella benci padanya, ternyata tidak.

"Tapi .. bisakah .. bisakah kau memberi waktu padaku? Agar aku bisa mengenalmu lebih baik lagi, agar aku bisa memastikan sendiri seperti apa perasaanku" Aella menunduk. Ia tak berani menatap lelaki dihadapannya.

Gadis itu merasa pucuk kepalanya ditepuk tepuk pelan. Ia mendongak, melihat raut wajah Hanish yang tenang. "Baiklah, tapi kali ini izinkan aku untuk membantumu. Aku akan berusaha agar kau bisa jatuh cinta kepadaku dan tidak bisa lari dari pesonaku" kekehnya di akhir.

Aella tersenyum lega. Ia rasa pilihannya kali ini tepat. Memulai pelan pelan, tanpa terburu-buru agar semuanya jelas. Mereka berdua kini memandangi langit yang sudah berganti menjadi jingga warnanya. Berdiam tanpa suara, menikmati perasaan yang meletup di dada. Serta berdoa pada semesta, agar perjalanan cinta mereka kali ini sempurna.

Hari sudah malam. Matahari tenggelam ditelan bayang. Digantikan rembulan sempurna ditemani bintang yang menggelora. Berjalan berdampingan, saling menggenggam seakan takut kehilangan. Senyum manis terpatri di kedua bibir insan yang tengah bahagia.

"Bagaimana jika besok kita mulai?" Hanish memecah hening yang tercipta.

"Aku akan mengabari jika besok tidak sibuk Hanish"

"Hm baiklah. Aku tunggu kabarmu nona" godanya di akhir. Aella terkekeh geli mendengarnya. Sungguh, sejak tadi Hanish tidak pernah berhenti menggodanya sejenak pun. Dan anehnya, jantung Aella seakan jatuh ke perut ketika Hanish melakukan hal tersebut.

Mereka sampai di depan gedung apartemen. Hanish hanya mengantarkan sampai depan saja, menolak ikut masuk ke dalam karena sudah malam. Ia harus pulang karena ibunya menunggu di rumah. Akhirnya dua sejoli tersebut berpisah. Menunggu hari esok, yang entah akan seperti apa.

Sejak kelas dimulai, Hanish terus saja memfokuskan dirinya untuk menatap presensi gadis yang tengah dengan serius mencatat penjelasan dosen di depan. Keningnya yang bertaut ketika kurang paham tentang apa yang sedang dijelaskan, atau ketika tangannya yang sesekali mengetuk ngetuk keningnya agar bisa berpikir jernih. Semua pemandangan itu memberi energy tersendiri bagi Hanish. Ia sangat menikmatinya. Memperhatikan, sekarang sudah seperti penguntit saja rasanya.

Setelah hampir 2 jam di jejali materi akuntansi, kelas selesai. Semua orang segera bangkit dari ruangan yang membuat kepala pecah ini. Tapi tidak dengan Hanish, lelaki itu masih setia berada di tempatnya, memperhatikan Aella yang kini sedang mengikat rambutnya dengan gaya kuncir kuda.

Sial.

Itu sangat sexy bung!

Kenapa Aella bisa se-menggoda itu ketika sedang mengikat rambut?

Baik, hentikan pikiran binalmu.

Oke, kembali.

"Aku tahu kau masih disitu Hanish" Aella berbicara tanpa menoleh. Ia kini sibuk membereskan semua perlengkapannya, menata asal asalan ke dalam tas. Tak peduli, yang penting bukunya masuk.

Hanish bangkit, menghampiri gadis yang kini menatapnya. "Sudah siap untuk berkencan, nona manis?" lelaki itu menjulurkan tangannya. Tapi ditepis pelan oleh gadis tersebut.

"Tidak hari ini tuan, sayangnya aku ada keperluan. Mungkin lain waktu?"

Kecewa.

Padahal tadinya ia ingin mengajak Aella untuk makan siang bersama.

"Aku lupa memberimu kabar kemarin malam. Hari ini aku akan pergi ke toko buku. Mencari beberapa bahan untuk tugas essay Bahasa inggris dari prof. Michelle kemarin. Maafkan aku" jelasnya ketika menyadari raut wajah yang terlihat kecewa itu.

Tapi sedetik kemudian, Hanish tersenyum. Lalu mengamit jari jemari kanan Aella.

"Aku akan menjadi pengawalmu saja hari ini. Jadi, kemana kita hari ini?"

Aella tertawa. Harusnya ia sadar jika Hanish adalah tipe lelaki yang suka memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Hingga akhirnya mereka pun berboncengan diatas sepeda motor milik Hanish menuju toko buku di pusat kota.

Dua jam Aella berkeliling mencari buku. Melupakan presensi Hanish yang sudah menatap jengah dan mual karena begitu banyak buku yang Aella bawa. Perutnya sudah berbunyi, tapi ia masih bersikukuh menunggu Aella berbelanja. Hingga 15 menit kemudian, lelaki itu memutuskan mencubit pelan pipi gadis tersebut. Mencoba mengalihkan atensinya dari buku.

"Aish! Kenapa? Ada apa?" tanya Aella kesal karena Hanish terus mencubiti pipinya.

"Aku lapar, ayo makan siang dulu" rengeknya seperti anak kecil. Aella hanya mendengus melihatnya. "Berhenti bertingkah seperti itu Hanish, menggelikan" katanya, lalu ia menarik pergelangan tangan lelaki tersebut. Membawanya keluar dari toko menuju salah satu restoran yang tidak terlalu penuh disana.

Sementara di belakang sana, yang ditarik malah menyunggingkan senyuman lebar. Membuat beberapa orang menoleh heran menatapnya.

"Biar aku yang bayar, bentuk terimakasih karena hari ini telah menemaniku" Hanish sontak menggeleng. Dimana harga dirinya jika makan dibayar perempuan? Tidak. Tidak boleh. Tidak bisa.

"Aku menolak El, aku yang akan membayar. Dan tidak ada penolakan"

El?

Apakah itu panggilan untuknya?

Kenapa sekarang pipinya kembali merona?

Sial.

Padahal hanya sebuah kata "El,"

Terserah.

"Ah, mulai sekarang aku akan memanggilmu dengan El. Itu panggilan sayangku, dan tidak ada yang boleh memanggilmu seperti itu kecuali aku" putusnya membuat Aella hanya menatap Hanish terkejut.