Chereads / Kita, Hujan dan kata / Chapter 10 - Candor

Chapter 10 - Candor

Masih saling menatap, baik Aella maupun Neil membisu. Aella yang bisu sibuk dengan berbagai pertanyaan di kepalanya, dan Neil yang bisu menikmati momen pertemuan ini. "Jelaskan .. jelaskan semuanya" gadis itu menghela nafas, butuh keberanian hingga akhirnya suara itu keluar. Matanya masih setia menatap datar Neil.

Neil tersenyum, ia sudah tahu bahwa putrinya akan meminta penjelasan seperti saat ini. Ini saatnya ia mengatakan semuanya. Ya, semuanya. "Pertemuan ku dengan Helia berawal saat aku menghadiri rapat dengan klien penting di Korea. Helia adalah sekretaris klien-ku. Ia seorang janda, mempunyai anak perempuan berusia 2 tahun dibawahmu." Ada jeda disana. Neil berhenti sejenak untuk melihat raut wajah anak gadisnya. Berdehem lalu melanjutkan saat mendapat anggukan dari Aella, pertanda bahwa ia harus menyelesaikan semua perkataannya.

"Semua berjalan lancar pada mulanya .. ya pada mulanya" lirih di akhir. "Hingga saat hari ketiga aku berada disana, saat itu aku sedang mengendarai mobil, hendak menuju hotel tempat aku beristirahat. Tapi di tengah jalan, aku menemukan Helia. Wanita itu mabuk, dan keadaannya sangat kacau. Aku berani bersumpah .. jika malam itu aku hanya berniat membantunya, menolongnya agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan. Beruntung ia masih bisa menjawab beberapa pertanyaanku, hingga akhirnya aku sampai di apartemen milik wanita tersebut."

Aella menghela nafas, ia rasa ia dapat menebak apa yang terjadi berikutnya setelah ini.

"Lanjutkan."

"Kami sampai disana, aku menuntunnya ke dalam kamar .. sampai beberapa saat kemudian ia merengek merasa tubuhnya panas. Aku tahu apa yang terjadi padanya, dan aku tahu hal ini akan berujung tidak baik. Ia diberi minuman perangsang oleh seseorang di club yang ia datangi. Akhirnya aku memutuskan mengisi air dingin di bathup dan membawanya kesana agar ia bisa berendam dan menenangkan diri. Tapi .. memang sepertinya itu sudah menjadi awal mula dari apa yang terjadi saat ini .. ia melakukan hal itu. Menarikku masuk, dan kami—"

"Berhenti disana" potong Aella. Ia muak mendengar cerita ini. Kenapa Neil begitu bodoh? Sudah tahu jika medusa tua itu dibawah pengaruh obat perangsang, kenapa masih menolongnya? "Bisakah kau melewatkan kejadian menjijikan itu?" Neil tersenyum miris. Ia tahu putrinya sedang diliputi amarah sekarang.

"Setelah malam itu, esok paginya aku langsung pergi dari sana. Meninggalkan sebuah surat berucap maaf, juga menjelaskan semuanya disana. Aku kira hanya sampai situ kesalahan yang aku perbuat .. jujur saja, setelah malam itu aku selalu dihantui rasa bersalah padamu juga Luna. Aku malu, aku takut. Berbulan-bulan semua berjalan lancar, aku sudah mulai melupakan kejadian itu. Hingga pada suatu hari sekretarisku menelepon, ada seorang wanita yang menungguku di ruangan kerja. Saat itu aku sedang ada proyek di Wembley, jadi tidak bisa menemui wanita tersebut."

Ia meneguk espresso-nya sejenak sebelum kembali melanjutkan,

"3 hari kemudian, sekretarisku datang dengan seorang wanita. Aku sedang berada di kantor, memeriksa berkas-berkas pekerjaan. Hingga saat sekretarisku undur diri, wanita itu membuka suaranya. Ya, itu Helia. Ia datang kepadaku dengan perut yang sudah membesar. Aku tertegun, berusaha mengusir semua kemungkinan buruk yang bersarang di kepalaku. Lalu dengan derai airmata, ia meminta pertanggung jawaban. Ia tidak bisa lagi menyembunyikan kehamilannya."

"Lalu, apakah kau tidak bisa memberi tunjangan untuk ia dan bayinya? Kenapa kau malah menikahinya Neil? Kau-" Aella kesal sekali. Kenapa Neil tidak berpikir untuk memberi medusa itu tunjangan hidup saja?

"Jika saja semudah itu urusannya, aku rasa kita masih bersama hingga sekarang. Tapi sayangnya tidak, aku dijebak oleh kolega bisnis ku. Ia yang menaruh perangsang di minuman Helia, sengaja membuatnya seperti tidak disengaja. Kau mengerti? Aku mendapat ancaman, jika tidak bertanggung jawab .. perusahaanku dan kalian semua akan hancur. Kau tahu betapa aku menyayangi kalian? Tidak masalah jika aku harus kehilangan pekerjaanku, tapi tidak dengan kau dan Luna .." lirihnya di akhir.

Aella jelas terkejut mendengar penuturan ayahnya. Benar bukan tebakannya? Jika Helia itu medusa? Janda licik tak tahu diri! Juga apa-apaan kolega bisnis ayahnya itu? Ah sial. Kenapa ia mendadak jadi ingin menjambak seseorang ya?

"Ia memberiku waktu 2 hari untuk mempertimbangkan semuanya. Awalnya aku tetap pada pendirianku bahwa aku tak akan menikahi Helia, tapi saat mendengar kabar bahwa kau—yang kecelakaan membuatku kalang kabut. Kolega bisnisku dan Helia memang tidak main-main darl, aku tertekan .. maka aku mengambil keputusan itu. Aku menjadi pria pengecut--"

Itu benar. Aella saat itu sedang membeli beberapa makanan ringan di salah satu minimarket. Lalu, saat ingin menyebrang ada sebuah mobil yang menyerempetnya. Memang tidak parah, hanya menyebabkan lecet di sekitar lengan juga kaki, tapi itu sukses membuatnya ketakutan. Untung Dareen langsung membantunya, dan mengobati lukanya.

"Kau tidak tahu betapa aku membenci kalian semua Neil, maksudku .. kenapa ini semua terasa sangat--sial, kau tidak tahu betapa terlukanya aku melihat Luna seperti itu. Ditambah mendengar bahwa kalian berdua menolak untuk mengurusku. Kau pikir bagaimana perasaanku? Lalu saat melihat si medusa yang tersenyum kecil melihat hancurnya keluargaku sendiri .. Kau pikir aku tidak sakit?!" pekiknya di akhir. Sungguh, Aella tak tahan lagi. Ia mengeluarkan semua yang dipendam selam beberapa tahun ini.

Neil menghela nafas beratnya. Ia tahu, ia sangat pengecut. Hanya dengan sebuah ancaman seperti itu, ia rela membuat keluarganya menderita. Neil mengepalkan tangannya kuat. Mencoba menahan diri agar tidak memeluk anak gadisnya yang tengah terisak hebat. Bukannya tidak mau, tapi ia tahu diri.

"Darl, sungguh .. aku menyesal. Aku menyesali semuanya. Menyesali perbuatanku yang tidak tegas dalam mengambil keputusan, hingga termakan bualan Helia. Sungguh aku merindukan kalian—terutama Luna. Aku sudah tidak pernah mendengar lagi kabarnya sejak saat itu. Ia benar benar menghindariku."

"Lupakan, telan penyesalanmu Neil. Aku ingin bertanya .. saat itu, saat kau meneleponku malam itu, aku mendengar suara seseorang yang memanggilku eonni. Siapa dia?"

Neil stagnan ditempat. Suasana di ruangan ini sudah cukup membuat sesak. Kenapa Aella harus menanyakan hal itu saat ini? Ia yakin, jika mereka membicarakan hal ini sekarang, putrinya pasti akan meledak.

"Neil? Kau mendengarku?"

Lelaki itu tersentak. Ia mengusap wajahnya kasar. Berusaha meneguhkan dirinya bahwa ia akan baik baik saja setelah ini.

"Dia .. adikmu."

Apa tadi? Adik? Aella hanya terdiam, membiarkan Neil meneruskan perkataannya.

"Namanya Nara, usianya 3 tahun dibawahmu. Nara adalah anaku dan Helia. Lalu kakaknya bernama Itzel Park, ia keturunan Korea-Amerika."

"Wah, adalagi yang ingin kau katakan sekarang?"

Jujur saja, kepalanya sudah sakit sekarang. Mendengar fakta bahwa ia kini mempunyai dua adik perempuan, membuatnya terkejut.

"Darl, bisakah kita tidak membicarakan ini?"

"Kenapa? Aku hanya bertanya dan ingin tahu tentang keluargamu saja Neil, apa itu salah?"

Neil hanya bisa menghela nafas pasrah. Ia tahu persis bagaimana tabiat putrinya itu. Keras kepala dan terlalu jujur. Jika ia suka, maka ia bilang suka. Jika tidak suka, maka ia bilang tidak suka.

"Tapi sepertinya kau bahagia dengan hidupmu yang baru—"

"Kau tidak tahu yang sebenarnya, berhenti berkata jika aku bahagia dengan keluarga baruku"

Aella mendengus. Ia hanya memutar bola mata, memuakan sungguh. Kali ini apa yang ia tidak mengerti?

"Helia hanya memanfaatkanku. Ia hanya ingin uangku saja, beruntung Itzel dan Nara tidak seperti itu, Itzel menerima dan memperlakukanku dengan baik. Sehari-hari kami terbiasa tanpa kehadiran Helia. Wanita itu jarang sekali berada di rumah, ia melimpahkan semua tanggung jawabnya sebagai ibu dan istri kepadaku. Kau pikir aku bahagia?"

Neil benci mengakuinya. Ia benci terlihat lemah. Ia benci mengakui bahwa saat ini, ia butuh Aella dan Luna. Ia butuh Luna yang memberinya pelukan hangat. Ia butuh Aella yang selalu bermanja-manja padanya. Ia butuh kehangatan keluarga seperti dulu.