Hanish menghembuskan nafas lelah. Bagaimana tidak? Sepanjang perjalanan ia terus berlari seperti orang dikejar setan. Sekarang ia sedang mencoba menetralkan rasa lelah yang menggelayutinya. Pintu apartemen gadisnya sudah didepan mata. Memasukan password, pintu terbuka lalu ia melangkahkan kakinya ke dalam sana.
Apartemen Aella cukup berantakan. Ada beberapa sampah makanan ringan di dekat sofa. Beberapa piring kotor juga terlihat menumpuk di dapur.
Gadisnya tidak baik-baik saja.
Ia melirik ke arah kamar Aella. Tertutup rapat, tidak terdengar apapun juga terlihat gelap. Mengetuk pintu terlebih dahulu lalu terdengar suara kunci yang diputar dari dalam sana.
Astaga.
Siapa yang sedang ia lihat?
Apa gadisnya baru saja bertransformasi menjadi panda?
Rambutnya berantakan tak beraturan. Lingkar hitam di bawah mata sembab menjadi penghias. Wajah Aella membengkak. Benar-benar, ia meringis ketika mengetahui keadaan gadis itu tapi di satu sisi juga ia merasa gemas.
Lupakan.
Aella langsung menarik lengan Hanish ke dalam. Menyeretnya agar duduk di tepi ranjang. Belum beberapa saat ia duduk, Aella sudah memeluknya erat. Teramat erat sampai Hanish merasa nafasnya sesak.
Gadis itu menenggelamkan wajahnya di ceruk leher Hanish. Sesekali mengusak hidungnya di dada lelaki tersebut. Menikmati bagaimana hangatnya tubuh kekasih yang sesekali bersenandung lembut menenangkan.
Hanish masih setia menepuk nepuk pelan punggung Aella. Sudah hampir 15 menit mereka belum membuka suara, kecualikan senandung Hanish.
"Sudah baikkan hm?"
Tidak mendapat jawaban, yang ada Aella semakin mengeratkan pelukannya pada Hanish. Ia enggan menjawab. Masih ingin di posisi seperti ini, ia sedang dalam mode manja. Ingin dipeluk, di nyanyikan hingga bisa tidur dengan tenang.
"El, lepaskan dulu sebentar. Aku harus menyuapimu bubur, setelah itu minum obat dan tidur. Ya?"
Aella menggeleng keras. Ia tak mau melepaskan pelukan ini. Hanish merasakan kedua kaki gadisnya melingkar erat di pinggang. Astaga. Kenapa kekasihnya jadi manja begini? Menggemaskan sekali.
Mengalah akhirnya ia melangkahkan kaki ke dapur sambil tetap membawa Aella yang menggelayut seperti koala. Ia benar benar tak mau lepas dari hanish. Tangan kirinya menahan tubuh Aella agar tidak jatuh. Sementara tangan yang kanan membuka bungkusan bubur yang tadi sempat dibelinya di jalan.
"El jangan banyak bergerak, nanti kau jatuh. Ayo kita duduk di sofa sekalian menyuapimu makan" Aella hanya mengangguk. Sebenarnya posisi ini sudah tidak nyaman, tapi bagaimana lagi? Pelukan Hanish terlalu nyaman sih.
Hanish dengan lembut mengangkat tubuh Aella, memindahkannya agar bisa duduk dengan nyaman di sofa. Gadis itu merenggut kesal, ia mengerucutkan bibirnya ke depan. Lelaki disampingnya hanya terkekeh pelan, lalu dengan telaten ia mulai menyuapi gadis itu.
Sudah berapa jam ia tidak mengisi perutnya? Perlahan rasa sakit akibat tidak makan mulai menghilang. Hanish benar-benar sesuatu baginya.
"Aku kenyang."
"Tidak. Ini masih tersisa banyak El"
"Tapi aku kenyang! Tidak mau makan lagi!"
"El, aku tahu kau tidak mengisi perutmu sama sekali kan?"
Aella diam. Ia kembali membuka mulutnya. Percuma saja melawan karena Hanish akan tetap memaksanya makan.
Beberapa menit kemudian, dengan bumbu perdebatan juga paksaan akhirnya bubur tersebut habis. Hanish tersenyum penuh kemenangan, senang usahanya berhasil. Sementara Aella kini merajuk. Ia memunggungi lelaki tersebut. Enggan menatap maniknya sedetik pun.
Tak ingin ambil pusing, lelaki itu membawa mangkuk kosong tersebut ke dapur, lalu mencucinya—sekalian dengan tumpukan cucian piring kotor disana. Nanti juga El-nya akan kembali seperti semula, jadi ia biarkan saja untuk kali ini.
Aella POV On.
Apa-apaan dia? Kekasihnya sedang merajuk begini malah ditinggal dan didiamkan begitu saja?
Kenapasih lelaki itu tidak peka? Padahal aku seperti ini sengaja. Agar ia membujukku untuk melakukan hal lain lagi. Agar aku dipeluk lagi.
Tapi kenyataannya? Astaga. Kenapa kekasihnya menyebalkan?
Baiklah, aku memutuskan untuk tetap merajuk sampai beberapa jam kemudian—tidak, sampai Hanish meminta maaf kepadaku. Titik. Ini sudah mutlak, tidak bisa diganggu gugat.
Aku melirikan mata ke dapur, memandangi pemilik bahu lebar yang sedang mencuci piring dengan tenang disana. Jika dipikir-dipikir, Hanish itu sangat Husband material. Rajin bersih-bersih, mandiri, bisa memasak, tidak hitungan, hangat, perhatian, sexy—tunggu. Lupakan kata yang terakhir tadi. Aku sedang merajuk, ingat itu!
Aku menyalakan televisi, guna menemaniku yang bosan menunggu manusia paling tidak peka yang pernah aku kenal. Ini sudah hampir 15 menit, kenapa Hanish belum juga selesai sih?
"Sedang merajuk rupanya?"
Suara itu mengagetkanku. Ia tiba-tiba muncul di sebelah kiriku, wajahnya sangat dekat dengan wajahku. Aku menetralkan rasa gugup yang tiba-tiba menyerang. Mengalihkan pandangan dari sana. Mencoba agar tidak terbuai sedikitpun oleh bujukan Hanish.
"Hei, aku jauh jauh datang kesini tapi kau malah sibuk merajuk. Tidak tega padaku hm?"
Aku masih diam. Pokonya aku tidak boleh terbuai dengan segala perkataan atau perlakuan manis lelaki itu!
Perlahan aku merasakan terpaan nafas di ceruk leherku. Hanish memelukku erat dari samping. Ia mencari posisi nyaman, aku sedikit takut sebenarnya. Pasalnya selama ini aku tidak pernah sedekat ini dengan seorang lelaki—selain Dareen tentunya.
"Hanish—lepaskan ugh. Aku ingin tidur!" aku mengeliat dalam pelukannya yang dirasa semakin mengerat. Hanish menggelengkan kepalanya. Ia tidak mau melepaskan candunya.
"El, kau tahu tidak? Aku ini khawatir. Sangat sangat khawatir. Apalagi ketika mendengar suaramu yang begitu parau membuatku kalang kabut. Saat sampai kesini kau malah mendiamiku. Bagaimana aku tidak kesal? Jadi terima hukumanmu sekarang"
Aku hanya terdiam di pelukannya. Hatiku sedikit menghangat ketika mendengar pengakuannya tadi. Tapi jika dipikir-pikir lagi itu masih salahnya Hanish!
-Aella POV Off.
Hanish diam-diam tersenyum dalam pelukannya. Ia tahu jika gadis mungilnya kini tengah merajuk. Tapi bagaimana lagi? Salah siapa El nya hari ini teramat menggemaskan? Jadi hari ini, biarkan Hanish menggoda habis-habisan gadisnya.
Lelaki itu kini membawa gadisnya ke dalam kamar. Hei! Jauhkan pikiran kotor kalian! Sampai kapanpun ia akan menjaga gadisnya, ia akan menghormatinya. Ingat itu.
Aella memilih tidur memunggungi lelakinya. Ia sedang mencoba meredamkan rasa kesalnya. Sementara itu Hanish tak henti-hentinya mencolek pinggang Aella. "Ck, kau ini kenapa tidak bisa diam sih?" gadis itu kini menghempaskan lengan Hanish yang dengan enteng melingkari tubuhnya.
"Aku tidak akan berhenti sampai kau berhenti merajuk seperti itu El. Kapan kau akan bercerita? Bukankah tadi kau bilang ingin bercerita hm?"
Hening.
Aella kini kembali mengingat konversinya dengan Neil kemarin.
Mendadak moodnya kembali anjlok. Tapi ia tidak bisa diam terus seperti ini, ia membutuhkan Hanish untuk mengeluarkan semua keluh kesahnya.
"Hanish .. apa salah jika aku masih membencinya?"
Yang ditanya mendadak diam di tempat. Tak tahu harus menjawab bagaimana. Karena jujur saja, rasanya ia tidak berhak untuk memberi pendapatnya tentang masalah yang sangat sensitive ini kepada Aella. Entahlah .. ia hanya merasa dirinya adalah orang luar yang hanya bisa mendengarkan bagaimana keluh kesah gadis dalam dekapannya ini.
"Kemarin Neil menjelaskan semuanya .. dan aku, entahlah rasanya aku begitu rindu pada Neil, bagaimanapun juga ia adalah ayahku. Pada awalnya kupikir aku bisa menerima semuanya tanpa terkecuali. Pada mulanya aku pikir aku bisa mengendalikan diri dan mencoba memaafkan Neil. Tapi kemarin—entah Hanish. Aku merasa begitu bersalah karena sudah membentaknya begitu keras, aku hanya tak tahan menahan semuanya. Aku hanya ingin dia tahu bagaimana aku selama ini tanpa-nya. Aku tidak pernah baik baik saja, aku hanya .. aku hanya merindukan keluargaku"
Terdengar tangisan dari gadis tersebut. Yang bisa Hanish lakukan sekarang hanyalah mendekap erat gadis itu, membiarkan ia mengeluarkan segala bebannya. Menjadi pendengar adalah pilihan terbaik saat ini.
"Neil bilang padaku .. ia dijebak oleh kolega bisnisnya hingga berakhir menjijikan di atas ranjang bersama medusa tua itu, aku kesal. Kenapa ia tidak bisa bersikap tegas? Jika saja .. jika saja dulu ia bisa bersikap tegas, mungkin saat ini aku sedang bersama ibuku di dapur atau bersama ayah menonton film bersama. Bukan seperti sekarang—menyedihkan. Hidup sendirian, aku hanya memiliki Dareen sejak awal, aku hanya—hiks"
Hati Hanish mencelos mendengarnya. Aella memutar tubuhnya, lantas segera menyembunyikan wajahnya di dada bidang Hanish. Ia menangis tergugu. Semuanya terlalu menyakitkan. Ia membenci keadaannya sekarang. Ia benci berada dalam posisi seperti ini.
Dengan lembut, Hanish memberikan kecupan ringan di pucuk kepala gadis tersebut. Bersenandung mencoba menenangkan, setidaknya ia bisa membantu menyingkirkan sejenak sedih yang sedang menggelayuti kekasihnya tersebut.
"Tenangkan dirimu dahulu, istirahat dengan baik malam ini hm? Aku akan menemanimu disini. Besok kita bicara lagi" katanya menenangkan. Gadis itu hanya mengangguk sembari sesenggukan di pelukan Hanish.
Hanish memang sangat sesuatu bagi Aella.
Ia adalah penenang badai.
Ya, badai dalam hidupnya.