Aella terbangun tanpa Hanish disisinya. Entah kemana perginya lelaki jangkung itu. Hidungnya mencium wangi sandwich, benar saja saat ia melihat di atas nakas sudah ada sepiring sandwich tuna dengan segelas susu murni.
Hanish selalu berhasil membuat hari dan hatinya lebih baik. Ia tidak menyesal sama sekali telah menerima lelaki tersebut sebagai kekasihnya. Ia sangat senang, karena mempunyai sandaran baru, mempunyai rumah baru yang selalu menyambutnya dengan hangat.
"Oh? Sudah bangun ternyata,"
Itu Hanish. Lelaki itu berdiri di ambang pintu memakai apron berwarna navy motif beruang. Menggemaskan. Aella sempat terkekeh sejenak melihatnya. Sementara si lelaki hanya menggaruk tengkuknya—yang tak gatal. Ia malu.
"Ya, kau bangun pukul berapa? Lalu .. apa yang kau lakukan dengan apron itu?" Aella membenarkan posisi selimutnya yang hampir jatuh ke lantai. Ya, gadis itu kembali menggulung seluruh tubuhnya dengan selimut. Rasanya begitu malas untuk bepergian kemana-mana. Hanish datang mendekat, hendak menarik selimut tersebut tapi segera ditepis lengannya oleh Aella.
"Tidak, jangan sentuh selimutku! Seharian ini aku akan bergelung manja dengannya! Jangan pisahkan aku dengannya! Titik!"
Hanish hanya memutar bolanya malas. Lihat, kembali lagi sifat asli gadis tersebut. Manja dan keras kepala. Menyebalkan, tapi ia menyukainya.
"Ayolah El, lihat bahkan kau belum menyentuh sandwich nya, ini sudah siang. Aku sudah menyiapkan makan siang untuk kita. Lekas bangun dan bersihkan dirimu" Hnaish melipat kedua lengannya di dada. Memberi raut wajah sangar—bergarap gadisnya menurut.
Tapi Aella ya tetap Aella. Ia tak akan mempan di gertak seperti itu. Macam anak kecil saja!
"T.I.D.A.K"
"Bangun!"
"NO! BIG NO!"
"Aku hitung sampai 3"
"Aku tidak takut!"
"1"
"Nyenyenye"
"2"
Hanish mendekatkan dirinya ke ranjang besar Aella. Menatap tajam gadis tersebut. Yang ditatap malah semakin menjadi, ia kini tengah memeletkan lidahnya, mengejek.
"Aku tidak main-main El"
"Kau kira aku bermain-main? Begitu?"
"Baiklah, 3"
"HANISHHHHHH!"
Aella di gendong paksa. Ia dibawa Hanish menuju kamar mandi dengan selimut yang masih menutupi tubuhnya. Setelah memastikan bahwa gadis tersebut tidak akan kabur, ia menutup pintu kamar mandi dan menguncinya.
"Jika sudah selesai, kau bisa memanggilku darl,"
"HANISH! I HATE U SO MUCH!"
"LOVE YOU TOO!"
Hanish tertawa setelahnya. Ia merapihkan ranjang gadis tersebut. Membuka gorden dan jendela, membiarkan udara masuk ke dalam. Lalu mengambil sandwich dan segelas susu yang sudah dingin tersebut.
Sekitar 30 menit kemudian, Aella kembali berteriak. Memanggil Hanish dengan tidak santainya.
"Astaga. Ada apa dengannya hari ini? Apa tenggorokannya tidak sakit dipakai berteriak sekeras itu?" gerutu Hanish saat berjalan memasuki kamar Aella.
Setelah pintu dibuka, ia dihadiahi tatapan mematikan ala Aella. Bukannya seram, hal itu malah membuatnya gemas. Gadis itu keluar dengan menghentak-hentakkan kakinya keras, sengaja menubruk bahu Hanish, memberi tahu bahwa ia sedang sangat kesal dengan lelaki jangkung itu.
Hanish kembali menggelengkan kepalanya.
"Kalau kau menyisir rambutmu seperti itu, nanti rambutmu rontok. Pelan pelan darl, apa mau aku yang sisirkan?"
Ia meringis melihat bagaimana brutalnya Aella ketika menyisir. Ia tak segan segan menyisir rambutnya dengan kasar, sehingga membuat beberapa helai rambut gadis tersebut rontok.
"Ini semua karenamu! Menyebalkan sekali! Aku belum selesai merajuk ya, jangan kira aku akan kembali termakan omonganmu! Cih, dasar. Kenapa pula semua lelaki begitu menyebalkan? Tidak Neil, Dareen juga Hanish."
Gadisnya kembali merajuk. Hanish hanya bisa menghela nafasnya pelan. Ia memijat pelipisnya, kira-kira apalagi yang menyebabkan mood gadisnya seperti ini? Tadi saat bangun tidur baik baik saja, lalu sekarang?
"Yaya, semua salahku. Kemarikan sisirmu,"
Katanya merajuk. Tapi tetap menurut. Gemas sekali.
Hanish dengan telaten menyisir rambutnya pelan dan lembut. Masih tercetak wajah sebal dari Aella di depan cermin. Setelah selesai, gadis itu langsung pergi keluar kamar. Ia langsung duduk di depan sofa. Menyalakan televisi, mengabaikan Hanish yang sudah mencak mencak kesal di belakangnya.
"Makan dulu El"
"Tidak mau!"
"Aku sudah memasak loh, kau masih tidak mau makan?"
"Memangnya ada yang menyuruhmu untuk memasak?"
"Aku inisiatif, ingin membahagiakan pacar sendiri memangnya tidak boleh?"
"Memangnya kau punya pacar?"
Astaga.
Hanish, tahan.
Jangan keluarkan amarahmu, ingat dia adalah gadis yang kau sayangi.
Tarik nafas perlahan, lalu buang.
Ya seperti itu.
Tarik kemudian buang lagi.
Setelah dirasa dirinya tenang, Hanish memutuskan untuk mengalah dan mulai memakan makan siangnya. Ia tidak peduli lagi jika nanti gadisnya kelaparan atau bagaimana. Suruh siapa tidak mau makan? Bebal.
Belum 10 menit, Aella kembali mengoceh dengan keras. Sengaja, agar Hanish mendengarnya.
"Kekasih macam apa yang membiarkan gadisnya kelaparan? Kenapa lelaki tidak peka sih?"
"Oke, makan saja sepuasmu. Biarkan aku mati kelaparan."
"Awas saja! Aku akan terus merajuk sampai nanti!"
"Dasar lelaki menyeba—hmpt!"
Hanish langsung menyuapi gadis itu dengan sesendok penuh nasi dan daging panggang. Ia tak memperdulikan tatapan Aella yang seakan akan ingin membunuhnya saat itu juga. Tangannya sesekali sibuk mengaduk ngaduk makanan atau menyuapi dirinya sendiri.
"Telan, jangan banyak bicara."
"Khaw khenawp—"
"Ish kau ini bebal sekali! Telan El. Aku bosan mendengarmu merajuk"
'Aw! Iyaiya ampun, salahku. Sudah jangan cubit lagi!"
Siang harinya.
Hanish masih berada di apartemen Aella. Lelaki itu tidak dibiarkan pulang, lihat, sekarang Aella tengah bermanja ria kepadanya. Duduk dipangkuan Hanish, sesekali merengek ingin ini-itu. Yang Hanish lakukan hanyalah tersenyum. Ya itu lebih baik.
Jika ia salah menjawab, efeknya akan luar biasa seram. Gadis itu akan merengek seperti anak 5 tahun yang ditinggalkan ibunya ke pasar. Lalu berkata bahwa Hanish tidak lagi sayang kepadanya.
Jujur saja, isi kepalanya sekarang sangat penuh. Serasa ingin meledak. Tapi ia harus menahan diri sekuat mungkin. Jangan sampai ia menyemburkan amarahnya pada gadis itu. Jangan sampai.
"Hanish~"
Mulai lagi.
"Ya?"
"Aku ingin eskrim"
"Sekarang udara sedang dingin, kau mau flu?"
"Tapi aku ingin eskrim!"
"El—"
Jurus andalan Aella : Puppy Eyes.
Lelaki tersebut menghela nafas pasrah. Ia lalu bangkit setelah memindahkan Aella ke sofa. Tapi belum sejenak, ia merasa tidak nyaman di kedua pahanya—rasanya basah, dan tercium bau amis.
Melirik kebawah sana, dan ia terkejut ketika mendapati kini celana jins nya ternodai dengan darah. Ya, darah.
"A-ah, aku tidak tahu. Maafkan aku Hanish"
Aella menunduk begitu mendapati bahwa darah menstruasi nya keluar tanpa ia sadari. Pantas saja moodnya pagi ini sangat jelek.
Hanish hanya tersenyum.
Ya tersenyum.
Padahal di dalam hati ia sudah mengomel-ngomel sambil menatap nanar celana kesayangannya.