Chereads / Kita, Hujan dan kata / Chapter 11 - Regret

Chapter 11 - Regret

Dareen memasang raut wajah cemas. Ini sudah hampir 2 jam tapi Neil dan Aella belum juga selesai. Bukan apa-apa, Dareen hanya takut terjadi hal yang tidak diinginkan. Ia sudah menghabiskan dua minuman juga sepotong cheesecake dan satu porsi spaghetti. Menatap kembali jam yang melingkar ditangannya, berharap Aella dan Neil baik baik saja di dalam sana.

Mari kita kembali pada Aella dan Neil.

Aella kini bergelut dengan pikirannya. Sungguh rasanya di satu sisi ia ingin menelan Neil hidup-hidup, tapi di sisi yang lain muncul rasa iba. Hei, bagaimanapun juga Neil adalah ayah kandung nya bukan? Jadi wajar saja jika ia memiliki rasa iba terhadap lelaki paruh baya tersebut.

"Sekarang, apa yang kau inginkan?"

Neil mengangkat pandangannya. Ia merasa bimbang sekarang, apa yang diingankannya? Kembali bersama Luna dan Aella? Atau tetap hidup dengan rasa penyesalan? Lupakan soal opsi pertama. Sudah pasti kedua wanita tersebut akan menolaknya mentah-mentah. Tapi ia tak ingin terus tenggelam dalam rasa penyesalannya. Setidaknya, ia harus melakukan sesuatu untuk menebus perilaku pengecutnya.

"Aku tahu kau tak akan mau jika aku ajak tinggal bersama disana. Tapi setidaknya, untuk kali ini .. untuk kali ini aku mohon, biarkan aku menanggung biaya hidupmu darl. Biarkan aku menebus rasa bersalahku"

Aella mendengus pelan,

"Neil, dengar. Kau bilang ingin menebus rasa bersalahmu dengan membiayai hidupku? Lalu bagaimana dengan kedua anakmu disana huh? Bukankah kau bilang si medusa tua itu mengincar dan menghabiskan uangmu? Jangan jadi pengecut untuk kesekian kalinya. Hidupku, biar aku yang mengurusnya, aku masih memiliki Dareen disisiku."

"kau benar, jika aku seperti itu maka aku akan kembali menjadi pengecut .. tapi—"

"Ck, jika kau memang ingin menebus rasa bersalahmu, urus dengan baik tanggung jawab baru yang dipikul pundakmu Neil. Jangan menambah masalah dan beban. Aku memang masih membenci semua keadaan dan fakta menggelikan juga bodoh yang aku dengar hari ini. Aku tidak akan berusaha melupakan atau meredakan rasa benciku, aku akan membiarkan semuanya mengalir seperti air. Membiarkan semesta bekerja dengan baik. Aku akan berterima kasih padamu, jika kau tidak mengusik hidupku lagi Neil."

Neil membulatkan kedua matanya. Sesak. Sungguh itu yang ia rasakan sekarang. Dadanya terasa terhimpit sesuatu yang sangat berat. Ia menggelengkan kepalanya. Ia tak ingin menjauh dari kehidupan putri kecilnya.

"Darl, bukankah itu berlebihan? Bagaimanapun aku masih punya hak atas hidupmu! Kau anakku! Aku berhak mengatur dan mengurus hidupmu!" Neil termakan emosi sekarang. Sedangkan Aella hanya terdiam di tempat. Terkejut karena sentakan yang keluar dari mulut ayahnya.

"Sejak kapan kau berhak mengatur hidupku? Sejak kapan aku menjadi tanggung jawabmu? SEJAK KAPAN AKU TANYA?! SELAMA INI KAU KEMANA SAJA HUH? AKU HIDUP SENDIRI DISINI. HANYA DAREEN YANG ADA DISISIKU. AKU HANYA BISA MENANGIS DI BALIK SELIMUT TEBAL KETIKA MERINDUKAN KALIAN! Jadi aku tanya sekarang, apa kau merasa pantas untuk mengatur hiudpku Neil? … apa kau merasa berhak? JAWAB AKU SIALAN!"

Tangis itu pecah. Semua yang ia tahan sedari tadi keluar. Ia muak dengan semua ini. Neil pikir dirinya tidak sakit? Ia pikir Aella selama ini baik baik saja harus memasang topeng dihadapan semua orang?

Keadaan gadis itu sangat kacau. Ia terduduk di lantai. Menangis sesenggukan sambil sesekali memukul dadanya, mencoba mengeluarkan segala rasa sakit yang ia pendam. Sedangkan Neil, lelaki itu membuang wajahnya. Ia tak ingin melihat keadaan putrinya. Itu sungguh melukai hatinya.

Dareen tiba-tiba menerobos masuk. Ia mendengar semuanya. Lelaki itu tak tahan jika harus terus menunggu di lantai bawah, akhirnya ia memutuskan untuk menyusul mereka. Sekaligus melihat keadaan disana. Dan apa yang ditakutkanya selama ini terjadi. Dareen tak tahu harus bersikap seperti apa, ia merasa iba melihat Neil yang hanya bisa diam termenung.

Akhirnya, Dareen membawa Aella pulang. Berpamitan kepada paman-nya, sekaligus meminta maaf atas semua yang terjadi tadi.

Neil masih diam disana. Satu yang ia dapat simpulkan hari ini. Jika saja dulu ia tidak bodoh dan gegabah dalam mengambil keputusan, semuanya akan baik baik saja.

Aella benar benar kacau. Gadis itu tertidur di mobil setelah Dareen membopongnya tadi. Kalau sudah begini, gadis itu akan sulit sekali dihubungi. Dan ujung-ujungnya jatuh sakit. Hah, ia jadi menyesal sekarang. Seharusnya ia tak memaksakan keadaan pada sepupunya, ia telah menjadi saksi bagaimana gadis itu melewati semua masa lalu nya yang buruk.

Bagaimana perubahan gadis itu yang dulunya terkenal sangat cerewet, riang juga pemarah. Berubah menjadi gadis tertutup juga pendiam, tentu saja sifat pemarahnya masih melekat. Tapi itu hanya ia tunjukkan pada orang-orang terdekatnya saja.

Sesekali ia akan mengeluh padanya, berkata bahwa ia rindu pada Luna. Ingin bermain ayunan bersama Neil. Atau sekedar menonton TV seperti yang biasa mereka lakukan di rumahnya. Yang bisa Dareen lakukan saat itu hanyalah memberi pelukan hangat pada sepupunya. Menguatkan bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Tentang Luna .. sebenarnya wanita itu sesekali akan datang ke rumah Dareen. Sekedar memberi uang saku atau menanyakan kabar putrinya. Ia tak mengerti mengapa Luna tidak memberi langsung atau menanyakan langsung kabar putrinya itu. Saat ditanya alasannya, Luna hanya menggeleng pelan. Ia tak memilki keberanian untuk menemui putrinya. Ia malu, karena secara tidak langsung sudah membuang Aella.

Semua itu Dareen rahasiakan atas permintaan Luna. Jika Luna sedang rindu putrinya, ia akan diam diam datang ke kampus gadis itu, mengamati dari jauh bagaimana perkembangan putrinya. Dan ia bersyukur ketika mengetahui bahwa selama ini Dareen merawatnya dengan baik.

Mereka sudah sampai sekitar 10 menit yang lalu. Tapi Dareen masih betah di dalam mobil. Tak berniat membangunkan gadis itu. Matanya sanagt sembab, kedua pipinya memerah. Pasti lelah dan lega sekali rasanya setelah mengeluarkan segala beban yang ditanggung hatinya.

Dareen mengusak pelan rambut Aella. Membangunkan gadis itu dengan lembut. Tak lama, Aella terbangun. Ia meringis memegangi kepalanya. Merasakan sakit yang luar biasa disana. Dareen segera membantu Aella untuk bangun dan membopongnya menuju apartemen.

Setelah memastikan sepupunya sudah kembali terlelap setelah meminum obat, ia melangkahkan kakinya keluar. Berharap semoga semuanya akan baik baik saja.

Ya semoga saja.