Chereads / Kita, Hujan dan kata / Chapter 7 - Sweet Morning

Chapter 7 - Sweet Morning

Aella mengusap usap matanya pelan. Matahari sudah terlihat. Harusnya pagi ini ia melakukan cardio seperti biasanya. Tapi entah kenapa tubuhnya enggan beranjak. Ia semakin mengeratkan pelukannya. Mencari kehangatan.

Tunggu.

Pelukan?

Kenapa gulingnya terasa empuk?

Dan .. hangat?

"Morning El,"

Suara serak khas bangun tidur itu membuatnya tersadar. Ia ingat jika semalam Hanish memeluknya. Dan ia menangis lalu tanpa sadar tertidur.

"H-hanish .."

Hanish tak menjawab. Ia malah merapatkan tubuhnya, merekatkan pelukan hangatnya. Tak membiarkan Aella beranjak sejengkal pun dari sisinya.

"Aku tidak berbuat macam-macam El, pakaian kita masih lengkap. Aku hanya tertidur karena bayi cengeng ini terus menangis semalaman."

Blush.

Pagi-pagi Aella sudah merona. Ia menghela nafas lega. Jujur saja ada perasaan takut ketika ia sadar bahwa mereka tidur seranjang bersama. Bukan apa-apa, tapi tidak ada salahnya curiga atau jaga-jaga bukan?

"Bangun Hanish, sampai kapan kau akan memelukku seperti guling? Aku sesak, perutku lapar" rengeknya. Ia berusaha melepaskan diri, tapi lelaki itu tak mengindahkan rengekan Aella.

"Hanish~"

"Ayolah"

"Jika kau tidak melepaskannya, aku tidak mau berkencan lagi denganmu"

Berhasil.

Aella langsung kabur ke kamar mandi ketika ia mendapat celah. Meninggalkan Hanish dengan raut wajah tak terima dan kesalnya.

Selesai mandi, Aella kira Hanish sudah bangun. Nyatanya pemuda itu masih bergelung dengan selimut. Tertidur pulas. Ia membiarkan, lalu memutuskan untuk membuat sarapan—ya walaupun sebenarnya ini sudah terlalu siang untuk sarapan.

Aella lupa. Bahwa ia belum membeli bahan masakan. Kulkasnya kosong, hanya ada sekotak susu disana. Ia beranjak memeriksa lemari tempatnya menyimpan makanan, beruntung ada sekotak sereal disana. Setidaknya perutnya bisa terselamatkan.

Sambil menunggu Hanish bangun, ia menghubungi Dareen. Memintanya agar mau menemani belanja bulanan keperluan rumah. Ini sudah dering kelima, dan Dareen belum mengangkat satipun panggilannya. Menyebalkan. Aella bertaruh, pasti Dareen sedang sibuk bercumbu dengan kasurnya tersayang.

"Oh kau sudah bangun?"

Hanish hanya mengangguk. Matanya belum terbuka benar, ia masih mengantuk. Bahkan lelaki itu belum mencuci mukanya. Aella hanya menggeleng ketika Hanish kembali menelungkupkan dirinya di sofa. Terserahlah.

Akhirnya ia sarapan sendiri.

Melamun, mengingat lagi percakapan antara dirinya dan Neil semalam.

Bingung yang ia rasa sekarang. Bagaimana? Kenapa? Dan banyak lagi pertanyaan yang muncul dikepalanya. Jauh dilubuk hati, sebenarnya ia sudah memaafkan tentang kejadian beberapa tahun silam. Hanya saja, dirinya masih membangun sebuah tembok kokoh. Membatasi agar tidak kembali berhubungan. Berusaha melindungi diri dari rasa sakit yang sewaktu-waktu bisa kembali menyerang.

"Kau melamun lagi"

Aella mengerjapkan matanya terkejut. Hanish kini tengah berada dihadapannya, sibuk menatap lekat mata besar itu. Membuat pipi Aella perlahan kembali merona.

"Ah Hanish, aku ingin membeli beberapa keperluan rumah. Maukah kau mengantarku? Dareen tidak bisa dihubungi, lelaki menyebalkan itu selalu saja" gerutunya diakhir.

"Dareen?"

"Ah, sepupu lelaki ku"

"Baiklah, kalau begitu aku pulang dulu"

"Kenapa?"

"Aku belum mandi darl,"

"Ck, lupakan. Mandi saja disini. Pakaian Dareen masih banyak"

"Ooh, kau tidak ingin aku tinggal ya? Padahal hanya sebentar"

"Percaya diri sekali kau ini tuan" decihnya sebal. Hanish hanya terkekeh sebelum melangkahkan kakinya ke kamar tamu. Lalu mandi dan bersiap untuk pergi.

Begitu juga dengan Aella. Perempuan itu kini memakai Jins dan sweater navy nya, lalu mengikat rambut nya keatas. Simple. Karena ia memang tidak suka macam macam dengan style-nya.

10 menit kemudian mereka selesai, lalu keluar dan berbelanja bersama.

Di supermarket.

Hanish tak henti-hentinya tersenyum memandangi gerak gerik Aella yang sibuk memilih bahan masakan dan tetek bengek lainnya untuk di rumah. Sesekali ia akan menggoda gadis itu dengan mencolek bahu atau pinggangnya. Dan berakhir dengan cubitan keras di perut Hanish.

Menyenangkan.

Ia sangat menikmati hari-harinya bersama Aella. Bahagia. Apalagi? Ah pokonya perasaannya tidak bisa dijabarkan.

"El, tahu tidak apa yang sedang ku pikirkan?"

"Hmm?" gadis itu hanya bergumam menanggapinya. Ia sedang sibuk memilih sereal mana yang harus ia beli kali ini.

"El, dengarkan aku"

"Aku mendengarkanmu"

Hanish mendengus sebal.

"Aku sedang memikirkan bagaimana jadinya jika kita menikah nanti, lalu kita belanja bersama seperti ini dengan anak lelaki tampan yang mewarisiku,"

Astaga.

Apa tadi katanya?

Menikah? Punya anak?

Hanish kenapa? Apa ia salah makan?

"Kau kenapa?" Aella menatap bingung Hanish.

"Aku kenapa?"

"Menikah? Punya anak? Memang siapa yang mau menikah denganmu?"

Hanish langsung membuang muka sebal. Kenapa Aella ini tidak peka sih? Padahal sudah jelas tadi ia menyebutkan 'Bagimana jadinya kita menikah' ada kata 'kita' bukan? Mood Hanish hancur. Ia merajuk sekarang. Sementara Aella hanya bergidik tak peduli lalu melanjutkan kegiatannya.

"Aku merajuk El,"

"Menggelikan. Kau bukan anak umur 5 tahun Hanish"

"Terserah, aku merajuk padamu"

Dan benar saja, selama di supermarket Hanish mendiami Aella. Jika ditanya ia hanya menggeleng, mengangguk atau menggidikan bahunya tak tahu. Wajahnya tertekuk datar. Aella gemas melihatnya. Di mobil pun sama, Hanish hanya diam. Tak menjawab atau berbicara sedikitpun.

Sesampainya di apartemen, Aella langsung bergegas merapihkan barang belanjaannya. Hanish? Ia pergi ke kamar tamu. Entah sedang apa.

Setelah dirasa selesai, ia memutuskan untuk menghampiri Hanish di kamar. Lelaki itu tengah tertidur meringkuk di atas ranjang. Aella terkekeh pelan mengingat bagaimana tingkah Hanish hari ini. Persis seperti anak kecil yang merajuk karena tidak diberi permen oelh ibunya.

Ia mengusap lembut surai lelaki itu. "Jangan merajuk, tidak pantas. Aku minta maaf jika tingkahku menyebalkan. Kau tak tahu saja kalau tadi aku sedang sibuk meredamkan degupan jantungku. Jangan mendiamiku lagi, aku tak suka diabaikan"

Aella tersenyum. Tangannya masih setia mengusap surai lelaki tersebut. Sambil sesekali mencolek colek pipi yang sedikit berisi itu.

"Jadi itu artinya kau sudah membuka hati untukku?"

DEG.

Ia langsung menghentikan kegiatannya ketika suara bass itu menyapa rungunya. Hanish tersenyum manis walau matanya masih tertutup. Ia yakin, kalau sekarang Aella sedang merona.

"Kau tidak tidur?"

Hanish hanya menggeleng. Membuka matanya perlahan, lalu maniknya menatap lekat bola mata blue ocean itu.

"Terimakasih, kata-katamu sangat manis. Aku tak akan mendiami mu lagi El."