Chereads / PRIA DALAM BAYANGAN / Chapter 11 - PART 10

Chapter 11 - PART 10

AKU YANG TAK LAGI SAMA….

Apakah karena aku yang terlalu bodoh. Terlalu mudah percaya pada cinta yang seolah adalah hal paling indah di dunia. Ya, mungkin. Mungkin aku memang orang yang paling bodoh. Terlalu terbuai oleh manisnya cinta hingga lupa bahwa kehidupan juga butuh berfikir dengan logika.

Kini, aku sadar bahwa mempercayai cinta adalah sebuah kesalahan. Dan aku tak akan pernah mengulanginya lagi. Aku tak akan pernah percaya pada cinta siapa pun dan sampai kapan pun. Biar, biarkanlah aku hidup dalam kehampaan. Lagi pula untuk apa hidup dalam sebuah keindahan yang semu. Bukankah lebih baik merasakan kepahitan daripada keindahan namun seolah tak bisa dirasakan.

Aku & Cinta adalah dua hal yang tak akan pernah bersatu untuk selamanya. Bahkan aku bersumpah sampai nafas ku terhenti aku tak akan jatuh cinta lagi. Cukup, cukup bagi ku merasakan kepedihan.

Kini, aku harus hidup realistis dan membuang semua hal manis tentang cinta.

…..

Kini aku menjalani hari dengan penuh kehampaan. Aku mencoba terbiasa dengan semua ini. Meski terasa sulit, tapi aku mencoba kuat dan bertahan logika ku sendiri.Aku membuang semua kenangan dengan Dion. Membuangannya jauh - jauh sampai pikiran ku tak mampu menjangkaunnya.

Kini aku telah berubah menjadi manusia yang tak lagi percaya akan cinta, untuk selamanya. Aku mencoba melupakan semua itu dengan cara ku sendiri. Salah satunya dengan mengunjungi klub malam.

Hampir setiap akhir pekan datang aku selalu mengujungi klub malam itu.

….

Melihat kondisi ku yang semakin kacau Teo mengajak ku bertemu disalah satu tempat makan. Aku tahu apa maksud dan tujuannya.

"Sudah hampir tiga bulan kau seperti ini. Apa kau merasa nyaman dengan dirimu yang sekarang?" tanya Teo.

"Taa…."

"Kalau kau hanya meminta ku bertemu untuk mendegar ceramah mu. Aku akan pergi sekarang" kata ku dengan nada agak keras.

Aku tahu Teo begitu cemas kepada diri ku yang seolah larut dalam dunia baru. Dunia yang belum pernah aku sentuh. Dunia yang seolah asing. Biarlah. Biarlah aku hidup dalam dunia yang baru. Aku tak ingin terus terjebak dalam ingatan masa lalu yang menyakitkan. Masa lalu yang tak pernah berakhir dengan keindahan.

...

Aku yang tak lagi percaya dengan cinta seolah ingin menebarkannya kepada orang lain. Beberapa kali aku mencoba mengganggu hubungan orang lain. Aku datang seperti bayangan yang mencoba masuk ke raga yang salah. Tapi aku puas. Jika pada akhirnya pasangan yang aku ganggu tersebut akhirnya berpisah.

Bahkan pernah suatu ketika saat aku menggoda pacar orang lain disebuah club malam. Meski disampingnya ada pacaranya. Lalu apa yang terjadi. Ya keributan. Aku berpura – pura seolah adalah simpanannya. Dan dengan bodohnya sang pacarnya percaya begitu saja.

Mereka pun bertengkar, dan aku pun tertawa melihatnya. Kenapa, mau berkata aku jahat. Silakan. Tapi, aku hanya ingin berbagi kepedihan ini dengan semuanya. Aku ingin orang lain juga merasakan apa yang aku rasakan. Bukankah itu cukup adil.

Aku seperti iblis saat ini, yang haus akan keributan, kehancuran dan kepedihan. Hampir setiap bulan aku berusaha merusak hubungan orang lain. Dan saat itu berhasil aku merasa sangat gembira. Tertawa diatas penderitaan orang lain, tidak apa – apa bukan. Dunia memang kadang tak adil.

Beberapa kasus itu pun akhirnya sampai di telinga Teo. Ia lalu seakan tidak percaya dengan diriku saat ini.

"Jelaskan jika semua ini tidak benar kan?".

Aku tersenyum sinis. " Tentu saja itu benar. Kenapa, ada yang salah?"

" An, ini tentu salah. Kau merusak hubungan orang lain. Kau tidak seperti orang yang aku kenal dulu".

"Memang." Jawab ku dengan sinis.

Teo hanya bisa menggelengkan kepalanya. Rawut wajahnya seakan tidak percaya melihat temannya

"Aku rasa kita tidak bisa berteman lagi. Aku tidak bisa berteman dengan orang yang suka mengganggu hubungan orang lain".

"Oh baguslah" jawab ku.

Sejak saat itu pertemanan ku dan Teo mulai renggang. Kami tak lagi saling bertemu, bahkan untuk sekedar chat melalui WA pun sudah tidak pernah. Aku tahu Teo pasti begitu kesal, karena melihat ku saat ini. Tapi, buat apa aku kembali seperti dulu. Jika pada akhirnya semua hanya akan bermuara pada kepedihan. Cukup. Cukup rasanya bagi ku merasakan kepedihan. Kini sudah saatnya orang lain juga ikut merasakannya.

…..

Malam itu kepala ku begitu pusing. Mungkin karena terlalu banyak minum alkohol. Sampai – sampai aku menabrak seseorang.

"kalau jalan tuh pakai mata. Loh masih punya mata kan" bentak ku.

"Maaf"

"Udah, minggir sana!"

Suara pria itu begitu lembut dan justru ia yang merasa bersalah. Padahal sudah dengan jelas aku yang menabrak. Tapi malah ia yang justru meminta maaf. Ah, tapi sudahlah buat apa aku memikirkan pria itu. Lagi pula, semua orang juga bisa bersikap baik. Tapi pada akhirnya hanya kebusukan yang akan terlihat. Sama halnya dengan Rava.

Pria yang tampak seperti malaikat nyatanya berhati iblis. Sudah muak rasanya aku percaya dengan kebaikan dan cinta. Semua itu hanya teori omong kosong. Tak berguna.

…..

Hari demi hari silih berganti aku pun mulai merasa jenuh dan seakan kehilangan arah. Kenapa. Apakah aku menyesal. Apakah aku salah saat kini aku telah berubah menjadi orang berbeda. Menjadi orang yang tidak lagi percaya akan cinta. Salahkah. Bukankah hidup harus realistis. Mengapa mengharapakan impian yang seolah tidak akan pernah terwujud.

.....

Cinta dalam dunia seperti ini tak ubahnya menyatukan langit dan bumi.

…..

PERTEMUAN PERTAMA DENGAN GREEN

Sinar Mentari menyapa ku. Ia seolah membangun ku dari mimpi buruk. Aku melihat ke langit – langit dan merasa ada yang aneh. Ini seperti bukan dirumah, lalu kenapa aku bertelanjang dada. Dimana aku. Tempat siapa ini. Aku beranjak dari tempat tidur, lalu keluar dari kamar..

" Hay kau sudah bangun"

Aku menatap pria tersebut dengan sinis. Tapi ia membalas ku dengan senyuman.

"Kenapa aku bisa ada disini?". Pria itu lalu mendekati ku.

"Wait, wait. Boleh pakai baju mu dulu" kata ku sembari menahan malu.

Pria itu pun tertawa kecil.

"Kenapa. Ada yang lucu?".

" Kau menyuruh ku memakai baju. Kau sendiri juga tidak pakai baju".

Aku hanya bisa mengigit bibir sembari menahan malu. Ok, tenang. Tenangkan dirimu An. Tarik nafas, lalu hembuskan.

"Ayo" kata pria itu sembari memegang tangan ku.

"Ayo kemana?"

"Kita sarapan. Aku sudah menyiapakannya untuk mu" kata pria itu

Aku lalu melepaskan tangan pria itu. "Wait, kau tidak menjawab pertanyaan ku. Kenapa aku bisa ada disini".

"Hmm. Darimana ya aku memulainya. Jadi begini."

Pria itu menjelaskan pada ku bahwa tadi malam aku sangat mabuk sampai – sampai tak sadarkan diri. Karena pria tersebut tidak tahu dimana rumah ku, ia akhirnya membawa ke apartemen pribadinya.

"Lalu, kenapa aku tidak pakai baju?"

"Semalam kau muntah. Jadi aku lepas baju mu. Apakah ada yang salah?"

" Tidak. Lupakan saja."

Pria berkulit putih dengan tinggi sekitar 175 cm ini bernama Green. Seperti namanya, ia seolah menyejukan takala mata memandang. Bahkan senyumannnya seolah senjata yang bisa meluluhkah hati siapa saja. Ya, siapa saja. Bahkan mungkin diriku..

Arghhhh. Tidak, tidak. Aku tidak boleh tertipu oleh penampilan luarnya. Jangan – jangan sampai aku jatuh cinta padanya. Bukankah aku sudah berjanji pada diriku sendiri untuk membenci cinta.

"Kenapa,apakah makanannya tidak enak?"

Aku hanya terdiam dan sembari mengigit bibir ku.

"Apakah kau masih memikiran semalam. Tenang saja, aku tidak berbuat apa – apa pada mu. Lagian, kalau pun aku menginginkanya aku bisa melakukannya sekarang" katanya sembari tersenyum.

Arghhh. Mengapa pria ini begitu menjengkelkan.

"Aku akan pulang sekarang"

"Biar aku antar"

Aku memasang wajah sinis kepadanya. " Tidak perlu!. Urusan kita cukup sampai disini."

Kenapa pria itu tidak marah dan malah tersenyum padahal aku sudah bersikap buruk padanya. Ini sebenarnya siapa yang tak waras. Aku atau dia. Aneh sekali rasanya bertemu dengan pria seperti dirinya.

…..

Aku pikir tadinya itu adalah pertemuan pertama dan terakhir ku dengan Green. Nyatanya takdir seolah berkata lain. Ia mempertemukan kami kembali.

"Kau lagi. Sedang apa disini?"

"Kau bertanya pada ku"

"Kau pikir ada siapa lagi didepan ku".

"Pertanyaan mu aneh, ini kan cafe umum, jadi siapa saja boleh datang"

Astaga rasanya ingin aku menyiram mukanya dengan segelas kopi hangat ini. Apakah dunia ini terlalu sempit sampai – sampai kami dipertemukan kembali.

" Dunia ini tidak sempit, tapi sang waktulah yang mempertemukan kita kembali" katanya.

Orang macam apa dia ini. Kenapa dia seakan bisa membaca pikiran ku. Astaga Ya Tuhan. Jauhkanlah aku darinya.

" Kau berharap Tuhan menjauhkan kita ya".

Ok, Diam. kosongan pikiran mu An. Pria ini memang aneh. Ia seperti peramal saja. Setiap apa yang aku pikirkan ia seakan tahu. Arghh. Ok, waktunya mengambil jalan pintas.

"Mau kemana?"

"Haruskah aku memberitahu mu" Jawab ku dengan sinis.

"Tentu. Jika kau mabuk lagi dan tak sadarkan diri, aku jadi bisa membawa mu ke tempat ku".  

"Tidak akan. Bahkan kita tidak akan pernah bertemu lagi"

"Yakin?"

Aku menolehkah wajah ku sembari menutupi rasa malu ini. " I, iyaa." Kata ku dengan terbata – bata.

"Jika kita bertemu lagi, apa imbalannya?"

" Aku akan mencium mu" jawab ku dengan polosnya.

Astaga, apa yang barusan aku katakan. Ada apa dengan diriku ini, kenapa aku bisa berkata seperti itu. Bodoh. Bodoh.

" Dengan senang hati aku akan menunggunya".

Ahhh. Jangan. Jangan sampai aku bertemu dengannya lagi Ya Tuhan...