AKU YANG MULAI MEMAHAMINYA
Setelah aku mengetahui tentang masa lalu Green, penilaian ku terhadap dirinya perlahan mulai berubah. Ada banyak hal yang bisa aku pelajari dari seorang Green. Tentang kasih sayang, tentang cinta, dan sebuah ketulusan. Aku tidak melihatnya sebagai seorang pria biasa, namun lebih dari itu. Ia sosok pria yang tangguh dan bertanggung jawab. Meski masa lalunya seakan begitu kelam, ia begitu kuat membesarkan buah hatinya seorang diri. Menjadi ayah & ibu bagi sang buah hatinya.
Aku belum pernah menemukan sosok pria seperti Green. Ia bagaikan malaikat yang dikirim Tuhan ke Dunia. Senyumannya seolah menampakan kebahagiaan, meski hidupnya tak semanis cerita dongeng.
Namun, aku masih menyimpan tanda tanya besar, tentang sosok wanita di masa lalunya Aku ingin bertanya akan hal itu, tapi entah mengapa hati ku seolah berkata lain. Apakah aku terlalu masuk keranah pribadinya, sampai – sampai aku ingin tahu sosok wanita itu. Sosok wanita yang telah meninggalkannya dan buah hatinya. Ah, sudahlah lebih baik aku simpan saja tanda tanya ini. Lagi pula untuk apa menanyakan tentang masa lalu seseorang. Bukankah yang terpenting adalah tentang masa depan. Termasuk tentang masa depan ku dengannya.
Meski aku telah menilai Green berbeda, tapi hati ku seolah belum bisa terbuka untuknya. Bayang – bayang Dion seakan sulit hilang dari pikiran ku. Aku mencoba, tapi setiap kali aku berusaha melupakannya, aku selalu gagal. Apakah cinta ku pada Dion itu terlalu kuat. Apakah cinta ku pada Dion tidak bisa dipatahkan.
Tidak. Aku tidak bisa terus terjebak seperti ini. Aku tidak bisa selalu terjebak dalam ingatan masa lalu. Berharap bahwa Dion akan kembali adalah sebuah kemustahilan. Di depan ku sudah ada sosok yang jauh lebih nyata. Mengapa aku seolah mengharapkan hal yang tabu. Apakah aku terlalu naif.
Aku ingin sekali menghancurkan perasaan ini. Perasaan ku terhadap Dion. Dan membuka diri ku pada Green. Tapi, mengapa begitu sulit. Mengapa hati ku seolah masih tertutup rapat untuk Green. Padahal ia adalah sosok yang sempurna. Sosok pria yang bertanggung jawab dan mengerti keadaan ku.
…..
Meski hati ku belum sepenuhnya bisa menerima kehadiran Green, tapi aku terus berusaha untuk menerimanya. Aku hanya ingin bersikap realistis dalam menjalani kehidupan ini. Aku tidak ingin berangan – angan dan berharap bahwa sang waktu akan membawa ku kembali ke masa lalu. Tidak. Tidak akan pernah terjadi. Semua itu hanya akan menjadi cerita dan lembaran lama. Aku harus siap memulai lembaran baru dengannya.
…..
Sejak pertama kali Green mengajak ku berkunjung
"Mengapa kau tersenyum?" Tanya Green.
"Eh. Aku hanya bahagia saja, bisa sering berkunjung ke rumah mu. Apalagi keluarga mu begitu ramah kepada ku".
"Andai saja aku bisa setiap hari disini. Pasti sangat menyenangkan, apalagi bisa bermain dengan si kecil" Harap ku.
"Tentu bisa"
"Caranya?" tanya ku.
"Kau menjadi istri ku" Ujarnya sembari tersenyum kecil.
Muka ku seketika memerah. Aku tersipu malu mendengar ucapannya tersebut. Apakah itu sungguhan atau hanya bualan semata. Ah, pikiran ku seakan begitu kacau.
"Kenapa muka mu memerah?" Ledek Green.
Aku mencoba menapiknya. Seolah tidak membenarkan ucapannya tersebut.
"Tidak. Siapa yang memerah. Ah sudah, aku mau ke toilet dulu" Ujar ku sembari menahan malu.
…..
Meski kami belum memiliki sebuah hubungan yang jelas. Tapi entah mengapa aku begitu bahagia jika berada didekatnya. Terutama saat bersama buah hatinya. Aku seolah memiliki ikatan batin dengan anaknya. Tapi mengapa bisa ya. Aku dan Green saja belum lama kenal. Mengapa aku seakan memiliki ikatan dengan anaknya.
Ah, sudahlah mungkin ini hanya pikiran ku saja. Mungkin karena aku terlalu bahagia bisa sedekat ini. Andai saja kebahagiaan ini bisa terwujud dalam sebuah hubungan yang jauh lebih nyata pasti akan menyenangkan.
Ah, apa yang barusan aku katakan. Mengapa aku seolah ingin hidup bersama Green. Apakah hati ku sudah bisa menerimanya. Apakah sekarang aku sudah siap untuk melangkah menatap masa depan bersamanya. Meski masa depan itu masih begitu rancu untuk aku terka.
Masa depan adalah hal yang tak bisa ditebak atau diterka. Kita tak pernah tahu apakah masa depan itu akan secerah Mentari yang terbit dari timur atau segelap malam. Walau begitu, aku tetap ingin merajut harapan bersamanya. Menatap masa depan dengannya. Entah apa pun yang akan terjadi, aku akan siap untuk menghadapinya. Sekali pun pada akhirnya masa depan yang akan aku jalani nanti akan berakhir sama dengan yang sudah – sudah.
Tidak. Aku tidak boleh pesimis. Aku harus optimis. Aku harus yakin. Aku percaya bahwa Green adalah cinta terakhir ku yang tak akan menggoreskan luka di hati ku seperti yang sudah – sudah. Aku percaya kepadanya dan juga cintanya.
….
Aku menanti. Dan terus menanti. Menanti tentang cinta ini bisa diwujudkan. Berharap bahwa kami bisa bersama dalam sebuah ikatan cinta. Aku kini seolah sudah siap untuk membuka lembaran baru. Membuka jalan cerita yang berbeda bersamanya.
….
CINTA ITU AKHIRNYA BERLABUH…
Malam itu Green mengajak ku sebuah tempat istimewa. Tempat yang membuat hati ini seakan melayang. Tempat yang menyejukan sekaligus penuh romantika. Aku tidak tahu kenapa pada malam itu Green mengajak ku kesini. Ku pikir tadinya ini hanya makan malam biasa. Ternyata aku salah.
Malam itu impian ku seakan menjadi nyata. Ditengah dinginnya malam dan gemerlapnya bintang, Green menyatakan cintanya pada ku. Aku sebenarnya tidak terlalu terkejut saat ia mengatakan hal itu. Karena aku sudah tahu dari sejak awal kami bertemu. Tapi yang membuat ku terkejut adalah ia mempersiapkan ini semua dengan penuh istimewa.
Bukan. Bukan masalah harganya. Tapi bagaimana ia membuktikan cintanya pada ku. Membuktikan bahwa apa yang ia rasakan begitu nyata. Bahwa cintanya pada ku bukanlah sebuah permainan, melainkan kenyataan.
Impian yang aku nanti – nantikan kini seolah menjadi kenyataan, bukan lagi angan – angan. Aku dan dirinya seolah kini disatukan atas dasar cinta. Cinta yang tumbuh dari ketidak sengajaan.
"Mengapa kau terdiam. Aku bertanya pada mu?"
"Kau bilang apa?" tanya ku.
"Mau kah kau hidup bersama ku?". Ia menatap ku dengan penuh harap. Dengan penuh cinta. Cinta yang begitu tulus.
"Tutup mata mu?" pintaku.
"Kenapa aku harus menutup mata ku?" tanyanya dengan penuh keraguan.
"Sudah tutup. Kau mau tahu jawaban ku kan" jawab ku.
Aku mendekatinya. Menyentuh bibirnya. Membiarkan diriku larut dalam dekapannya. Tak ada lagi penghalang. Sekat pembatas itu telah sirna. Kini kau & aku seakan disatukan oleh cinta.
"Bisa kita ulangi. Aku belum mendengar apa ucapan mu" ujarnya dengan meledek.
Malam itu adalah menjadi awal dimana hubungan ini akhirnya bermulai. Hubungan yang sebelumnya selalu penuh tanda tanya, kini seakan menemui titik terang. Kau & Aku telah berubah menjadi Kita. Kata yang yang seakan menyatukan dua pemisah. Kini, kita memulai sebuah lembaran baru.
….
Kini kau dan aku telah menyatu. Hari – hari tak lagi sepi. Semua seakan begitu bewarna. Apalagi kini aku semakin dekat dengan keluarganya, meski status kami masih dirahasiakan. Tapi tak apa. Aku sangat mengerti, bahwa memang hubungan yang dianggap berbeda ini tidak mudah untuk dijabarkan. Biaralah. Biarlah kami menjalaninya seperti ini.
Aku, Green & buah hatinya sudah seperti keluarga. Ah, indahnya. Apakah ini mimpi. Apakah aku sedang berkhayal. Tidak. Aku tidak sedang berkhayal. Ini memang kenyataan. Aku yang sudah tak mempercayainya cinta, kini bisa membuka diri. Dan melihat bahwa kebahagiaan itu luas dan sederhana. Cukup bersama dengan orang yang kita cintai, maka kebahagiaan itu begitu terasa.
Green benar – benar sosok yang sempurna. Ia sosok yang mampu menjawab teka – teki ku selama ini. Teka – teki akan keraguan atas cinta. Ia seolah membuka mata ku. Bahwa semua orang tidaklah sama.
…..
Malam itu kami makan malam di salah satu mall. Kami memang sudah janjian sebelumnya. Meski aku tahu ia begitu lelah, tapi entah mengapa jika aku yang memintanya ia seakan tidak bisa menolak. Apakah itu karena cinta. Karenanya rasa lelah itu menjadi ringan. Karenanya beban terasa menghilang.
"Kau tunggu sini dulu sebentar ya, aku ke toilet" ujar ku.
Sang masa lalu datang. Kami dipertemukan oleh waktu. Mengapa dan kenapa. Kenapa kami harus dipertemukan kembali. Apakah takdir yang kini aku jalani belum sepenuhnya benar. Apakah aku masih tersangkut oleh cinta masa lalu. Tidak. Aku tidak akan kembali ke masa lalu. Kita sudah sama – sama memiliki kehidupan masing – masing. Untuk apa berharap sesuatu hal yang mustahil. Jika kebahagiaan yang begitu nyata ada di depan ada.
"An" Ujarnya sembari memegang tangan ku.
Aku melepaskan genggaman itu.
"Kita sudah memiliki kehidupan masing – masing Dion. Kau & aku hanyalah sebuah cerita masa lalu yang tak akan masuk ke dalam lembaran baru". "Tolong mengerti" pintaku.
Aku melihat matanya berkaca – kaca. Pria tangguh itu seakan tidak kuasa saat mendengar ucapan ku. Namun, ia seolah tidak ingin menunjukan kesedihannya dihadapan ku. Jika kau pikir yang hanya tersiksa adalah dirimu semata,kau salah Dion. Aku juga merasakannya
Bagaimana kepedihan dan kesakitan itu terasa sangat nyata, apalagi saat cinta itu sedang tumbuh. Kau seoalah membawa ke langit dan kau hempaskan begitu saja hingga aku terjatuh. Rasa sakit ini seakan luka yang tak pernah bisa diobati sampai kapan pun. Aku hanya ingin realitis dalam menjalani hidup ini. Daripada berharap kau kembali. Aku lebih memilih dirinya, meski aku juga belum bisa melupakan mu.
….
Kenapa. Kenapa begitu sulit melupakan seseorang yang kita cintai, meski kita telah bersama yang lain. Apakah karena aku yang terlalu bodoh. Atau kah cinta ini begitu besar, sampai – sampai aku tidak bisa melepaskannya. Jelaskan, bagaimana caranya melupakan seseorang dari masa lalu yang sudah melekat dalam ingatan. Jelaskan pada ku.
…..
MASA LALU KEMBALI DATANG..
Aku tidak pernah mengerti mengapa jalan hidup ku begitu pelik. Mengapa bayang – bayang masa lalu seakan tak pernah pergi. Mengapa ia seakan ingin masuk kedalam lembaran kehidupan baru ku. Masa lalu itu kembali. Wanita itu kembali saat aku tengah merayakan ulang tahun Green.
"Permisi" sahut wanita itu.
Green lalu menghampiri wanita tersebut. Mereka pun masuk bersama ke ruang tamu. Aku lalu menolehkah wajah ke arahnya.
"Mei".
"An".
Kami saling bertatapan. Saling bertanya satu sama lain didalam hati. Tanda tanya itu pun seakan terjawab saat ibunda Green mengenalkan siapa Mei.
"Kalian sudah saling kenal, wah bagus dong. Oh ya Mei ini adalah istrinya Dion"
Bibir ku bergetar, mata ku berlinang. Aku mencoba menahan air mata ini, tapi rasanya tak mungkin. Kenyataan ini begitu pelik. Mengapa hidup ku begitu rumit.
"An, mengapa kau menangis" tanya Green.
Aku berlari sekencang mungkin. " An , tunggu!".
Aku tak mengerti mengapa kehidupan ku seakan selalu berakhir dengan kepedihan.
"An, ada apa?"
Aku lalu mendekatinya. Lalu menamparnya. Seolah itu adalah amarah yang aku lepaskan.
"Cukup bersandiwara dihadapan ku Green. Aku tidak ingin melihat mu lagi!" bentak ku