"Papa bisa bicara penting sama kamu Ay," ucap Rendi Sebastian saat menemui putrinya yang tengah mengerjakan tugas kuliahnya di kamar.
"Boleh Pa." Ayumi membereskan buku-buku kuliahnya lalu menutup laptopnya. Ia menghampiri Rendi. "Yuk... Mau ngobrol dimana Pa."
"Kita ngobrol di ruang tv saja."
"Oke."
Ayah dan anak itu keluar dari kamar menuju ruang tv. Disana ada mamanya Shandi Aulia tengah menonton sinetron kesukaaanya. Keduanya pun duduk di sofa .
"Jadi, apa yang mau Papa bicarakan?"
"Kamu udah punya pacar?" Tanya Rendi to the point. Ayumi menggelengkan kepalanya. "Papa dan Mama kan ngga ijinin Ayu untuk pacaran. Gimana caranya bisa punya pacar?" keluh Ayumi.
"Papa dan Mama memang ngga suka lihat anak-anak muda sekarang pacaran karena Papa dan Mama langsung nikah. Pacaran setelah nikah jauh lebih indah nak."
Ayumi hanya menanggapinya dengan anggukan kepala. "Tumben Papa tanya tanya tentang pacar? Apa Papa dan Mama udah kasih lampu hijau buat Ayu untuk pacaran?" Mimik muka Ayu berbinar-binar.
Jujur selama mulai beranjak dewasa, Ayumi belum tahu bagaimana rasanya pacaran. Ia iri melihat teman-temannya bisa antar jemput sama pacar, di apelin pacar malam minggu dll. Sedangkan dia tidak boleh. Kedua orang tuanya ngga suka anak-anaknya pacaran.
Kedua kakak laki-lakinya tidak ada yang pacaran. Hampir semuanya pacaran setelah menikah. Bahkan abang paling tua mendapatkan isteri dengan kriteria dewa menurutnya. Calon isterinya harus seorang penghafal Al-Qur'an dan bercadar.
Mati kagak lo denger kriteria kayak gitu.
Eh yang namanya jodoh mah ngga kemana. Alhamdulillah isteri Bang Irwan sekarang bercadar dan seorang penghafal Al-Qur'an.
Begitu juga dengan Abangnya yang nomor dua, Bang Yayan menikah setelah dengan isterinya setelah dua kalo bertemu. Keduanya pertama kali bertemu melalui sebuah aplikasi jodoh online. Kini keduanya tengah menanti kelahiran anak pertama mereka.
Melihat sejarah kedua orang tua yang tidak melalui proses pacaran, terus berlanjut ke kedua anak laki-lakinya juga mengikuti jalur yang sama maka Ayumi pun diharapkan mengikuti jalur yang sama seperti pendahulu-pendahulunya yaitu pacaran setelah menikah.
"Beneran nih Pa Ma. Ayu di bolehin pacaran?!" Ayu terlihat sangat berharap. Namun harapannya musnah.
"Papa dan Mama justru mau menikahkan kamu dengan anak sahabat Papa."
"What?!" Ayu terkejut. "Tapi Pa, Ayu masih muda banget. Belum menginjak usia 21 tahun. Kuliah juga masi 1,5 tahun lagi kelar. Masa iya udah nikah."
"Loh kenapa memangnya kalo masih kuliah. Lagian calon suami kamu bukan anak kuliah juga kok. Dia sudah mapan insya allah baik secara materi maupun non materi." Kali ini Shandy yang angkat bicara.
Ayu menundukkan kepalanya. "Kamu tenang saja. Calon suami mu juga ngga langsung ingin kamu hamil setelah menikah. Dia masih ingin kamu lulus kuliah dulu baru hamil."
"Kenapa Papa dan Mama yakin Ayu bisa bahagia sama dia?! Ayu aja ngga kenal sama orangnya."
"Kalian akan belajar saling mengenal setelah menjadi suami isteri. Semua bisa dipelajari perlahan sayang."
"Tapi Ayu masih mau kuliah Pa. Belum mau nikah."
"Jodoh dari Allah sudah datang Nak. Kita ngga pernah tahu kapan jodoh datang lagi. Lagi pula dia sudah sangat siap untuk menikah. Oh ya kabarnya dia dosen loh."
"Bodo amat! Mau dosen kek. Mau bukan kek. Gue ngga peduli!" Rutuk Ayu dalam hati.
"Katanya dia dosen di kampus kamu Ay."
Bencana gila apa lagi ini?! Gumam Ayu.
"Dosen aku di kampus?! Tuh apalagi dosen di kampus. Ngga! Ngga mau!"
"Dia sangat baik dan sopan sayang. Insya allah dia bisa bimbing kamu dengan baik."
Ayumi mencoba melobi kedua orang tuanya tapi percuma. Kedua orang tuanya sudah terlalu sreg dengan calon menantu mereka.
Ayu sangat terkejut saat tahu yang akan menjadi calon suaminya adalah dosen killer di kampusnya. Ayu bisa bayangkan bagaimana resah hidupnya jika tinggal bersama dengan Reza nanti.
• To Be Continue •