"Kenape itu muka? Kayak tissu yang abis di remes aja. Mengkerut.," ucap Fitri saat menemui Ayumi di kantin kampus. Gadis manis itu sedari tadi menggerutu tak jelas.
"Anjiir gue salah ngisi dong! Bangke banget kan!"
"Hah?! Salah ngisi gimana?"
"Ujian tadi. Gue salah ngisi. Padahal malemnya gue udah belajar dan coba inget inget itu rumus. Tapi kenapa sampe lupa. Bego bego bego!!" Ayumi memukuli kepalanya.
"Ya emang elu bego. Makanya ujian pasti aja remedial."
"Sialan lu! Aduh gimana dong Fit. Padahal gue udah di kasih contoh... eh!" Ayumi kembali memukul mulutnya yang nyerocos.
"Elu punya contoh soalnya?! Anjir lah elu kagak kasih tahu gue!" Fitri memukul badan Ayumi.
"Bukan gitu bego. Maksud gue gue dapat contoh latihan dari Kak Rafa. Dia kasih tahu ancer ancer soalnya yang bakalan keluar. Gitu maksudnya."
Ayumi hampir membocorkan soal ujian yang ia dapatkan dari Reza untuk ujian hari ini. Lebih tepatnya ia tidak sengaja mengkopi soal-soal ujian yang akan di gelar hari ini.
Semalam Ayumi meminjam leptop Reza karena laptopnya tiba-tiba ngehank saat akan mencetak materi yang akan ia pelajari. Reza meminjamkan leptopnya kepada Ayumi dan sambil menunggu materinya selesai di print, tanpa sengaja Ayumi membuka folder soal soal ujian.
Ayumi berjingkrak-jingkrak kegirangan. Dengan gerak cepat ia menyalin soal-soal itu ke flashdisk miliknya dan mencetaknya lalu mengembalikan laptop kepada pemiliknya. Ayumi tak menyangka akan mendapat salinan soal ujian.
Ayumi begadang untuk mengerjakan soal-soal itu dan pagi ini ia melupakan soal soal yang sudah ia kerjakan semalam.
Fitri menatapnya penuh selidik. Ayumi jadi salah tingkah. "Kenapa sih lihatin gue segitunya?"
"Elo ada apa apa ya sama Rafa?"
"Eh... ada apa-apa gimana maksudnya?"
"Jujur sama gue. Elo pacaran ya sama Rafa?"
"Apa?! Kagak lah. Gila aja lu. Gue masih pengen hidup tahu. Gue belum siap di hajar massa fansnya Kak Rafa."
Ayumi bergidik ngeri membayangkan dirinya di hajar oleh gadis gadis alay yang mengidolakan Rafael Winangun.
"Bohong!"
"Dih... Elu kepengen banget ya gue jadian sama Kak Rafa." Fitri meneloyor kepala Ayumi. "Jangan halu. Hadapi kenyataan aja kalo elu sama dia ngga cocok."
"Anjir elu temen gue apa musuh gue sih. Suka bener deh kalo ngomong."
"Iyalah. Gue orang pertama yang bakalan bikin elo sadar kalo elo ngga cocok sama Rafa. Lagian Rafa itu bukan tipikal pria yang bakal serius menjalin hubungan sama cewek."
Ketika sedang asyik mengobrol, Rafa muncul dari belakang mengagetkan Ayumi dan Fitri. Keduanya syok karena orang yang sedang mereka bicarakan tiba-tiba muncul.
"Kak Rafa!" Seru Ayumi dan Fitri. Pria itu tersenyum ke arah keduanya.
"Siapa nih yang ngga cocok sama gue?!"
"Eh..." Rafa duduk di samping Ayumi. "Kalian lagi ngomongin gue ya."
"Ah ngga kok. Kakak salah denger," sanggah Ayumi malu. Ia menendang kaki Fitri dari bawah meja. Rafa tersenyum. "I iya kak. Kakak salah denger kali."
"Oh begitu. Eh kalian udah makan siang belum? Aku mau makan siang juga."
"Udah kak. Kita udah pesen mie ayam."
"Oke deh. Aku ngikut kalian juga deh makan mie ayam. Tadinya kalo belum aku mau traktir kalian makan nasi soto Lamongan."
"Waduh ngga usah kak. Kakak pesen nasi soto aja kalau gitu." Ayumi tak enak. Rafa mengelus rambutnya dan itu membuat Fitri membulatkan kedua matanya.
"Gpp. Aku ngikut kamu aja. Tunggu ya aku pesen mie ayam dulu." Rafa beranjak dari kursinya dan segera memesan mie ayam di salah satu gerobak yang ada di kantin.
"Gila gila gila!! Di Rafa lagi menyebarkan racunnya buat lo!"
"Ya kali dia ular beracun."
"Dia lebih dari ular beracun. Dia itu lebah madu!"
"No no no. Lebah madu itu Pak Eza. Kalo Kak Rafa mah beruang madu. Lucu lucu gemesin gitu."
"Iyuh... najong!"
"Bodo amat." Ayumi senyam senyum ngga jelas. Rafa mengelus rambutnya lagi. Kali ini di depan umum. Beruntung pagi ini dirinya sudah keramas jadi Rafa tidak akan merasakan rambutnya yang sering lepek.
"Anjriiit di depan gue aja dia berani kayak gitu apalagi di belakang gue. Gila ini mah gila!!"
Keduanya kembali bersikap biasa saat Rafa datang membawa pesanan mie ayam mereka sekaligus tiga gelas jus jeruk. Makan siang hari itu di warnai godaan godaan tipis dari Rafa untuk Ayumi. Fitri yang melihatnya bergidik geli.
***
03.00 wib
Reza terbangun karena mendengar isakan tangis Ayumi. Saat dilihat Ayumi memegangi dadanya. Ia melihat ada memar yang cukup besar di area dada isterinya.
Tanpa ba bi bu, Reza menggendong isteri kecilnya ke mobil untuk di bawa ke rumah sakit. Reza melihat isterinya kesusahan bernafas. Wajahnya berkeringat dingin dan menggigil menahan rasa nyeri tiap kali menarik nafas.
Reza belum bisa menanyai isterinya karena jangankan untuk bicara, menangis terisak saja dia kesusahan. Reza menyamankan istrinya agar bisa berbaring dengan nyaman. Ia segera tancap gas menuju rumah sakit terdekat.
Setelah menunggu hampir satu jam, seorang dokter keluar menghampiri Reza yang sedari tadi duduk cemas di ruang tunggu.
"Bagaimana kondisinya dok?"
"Anda keluarganya?"
"Iya. Saya keluarganya. Saya suaminya dok. Ada apa sebenarnya dok? Dia baik-baik saja kan." Dokter muda itu terdiam sejenak.
"Tulang rusuknya ada yang patah. Patahannya menekan paru parunya sehingga Ayumi kesulitan bernafas."
"Apa?!"
"Apa terjadi sesuatu pada isteri Anda dirumah?"
"Saya kurang tahu dok. Saya belum sempat bertanya kepada isteri saya karena seharian ini dia baik-baik saja."
"Sepertinya isteri anda mengalami benturan cukup kuat di bagian depan tubuhnya. Anda bisa menanyakannya kembali saat isteri anda sudah bangun."
"Baik dok."
Reza memenui Ayumi yang sudah kembali terlelap. Ia duduk di samping ranjanh isterinya. Tangan kanan Ayumi tertancap sebuah selang infusan.
"Kamu kenapa sebenarnya?" ucap Reza sambil mengelus rambut isterinya. "Eugh..."
Ayumi membuka matanya dan melihat Reza tengah menatapnya khawatir. "Are you oke?" Kepalanya menggeleng. "Haus."
Reza menyodorkan gelas yang berisi air mineral. Gadis itu meminumnya hingga habis tak bersisa. Ia kembali merebahkan tubuhnya yang terasa nyeri.
"Ada apa sebenarnya? Kenapa sampai terluka kayak gini?"
"Malah tanya aku. Semua ini salahnya Mas!" Dahi Reza mengerut. "Kok salah aku?"
"Iyalah salahnya Mas. Kalau pas hari pertama aku tinggal dirumah Mas bangunin aku, aku ngga akan telat datang ke kampus. Aku ngga lari lari di tangga sampai akhirnya jatuh."
"Jatuh dari tangga? Kok Ibu ngga bilang apa-apa sama aku?!"
"Karena aku yang melarang ibu laporan. Ibu udah suruh aku ke rumah sakit untuk periksa tapi karena ku pikir ngga ada keluhan sama sekali ya aku ngga ke dokter," cicit Ayumi.
"Ya Allah Ayumi. Kamu yang jatuh aku yang disalahin. Asal kamu tahu ya aku udah bangunin kamu ya beberapa kali. Sambil di pecretin air malah tapi kamu yang kebo ngga bangun bangun. Ya udah ku tinggal. Terus sekarang kamu nyalahin aku gara gara kamu lari lari di tangga dan jatuh?! Are you kidding me?!" Ayumi mencebik kesal. Ia memainkan jari jarinya.
"Jadi Mas udah bangunin aku toh. Ku kira dia sengaja tinggalin aku," pikir Ayumi dalam hati.
"Maaf."
Hanya itu yang bisa Ayumi katakan karena sudah menuduhnya yang tidak tidak. "Terus Ibu gimana? Ibu tahu aku masuk rumah sakit? Aduh jangan sampai ibu, Papa dan Mama tahu ya Mas. Please."
"Mereka harus tahu kalau gara-gara kecerobohan kamu sendiri kamu terluka cukup parah."
"Ah jangan dong. Mama pasti ngomel panjang lebar. Cukup Mas aja deh yang ngomel. Please..." Ayumi menggenggam tangan Reza memohon.
"Kamu ini ya!!"
"Mas... Please...."
"Iya iya. Aku ngga akan bilang apapun. Tapi aku ngga mau bantuin kamu kalo Papa Mama dan Ibu interogasi kamu."
"Iya tahu."
"Oh iya Ibu gimana tadi? Ibu pasti panik banget waktu Mas bawa aku ke rumah sakit."
"Kamu beruntung. Ibu menginap beberapa hari di rumah bude." Ayumi menghela nafas lega. Setidaknya Ibu mertuanya tidak mengetahui kebodohan yang ia ciptakan.
"Udah buruan istirahat. Kamu harus dirawat beberapa hari di rumah sakit sambil di observasi tulang rusuk mu yang bermasalah."
Ayumi mengangguk. "Makasih Mas suami," ucap Ayumi sambil nyengir lebar.