Reza Pov
Cemburu.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah merasa tidak atau kurang senang melihat orang lain beruntung atau sebagainya.
Menurut ilmu psikolog cemburu dapat di artikan emosi yang dapat menimbulkan rasa curiga, marah takut atau terhina.
Mungkin lebih jelasnya aku merasa takut melihat gadis yang beberapa bulan lalu ku nikahi itu akan berpaling dari ku dan memilih pria yang jauh lebih muda dari ku.
Kemungkinan besar aku cemburu melihat kedekatan isteri ku sendiri dengan pria lain. Aku tahu isteri ku bukan player. Dia wanita baik-baik yang tidak mungkin bermain api dengan lawan jenis meski sudah bersuami.
Tapi tetap saja hati ku terbakar api cemburu.
"Ayumi Larasati ikut saya!" ucap ku kepadanya dengan nada yang cukup membuatnya bergidik ngeri.
Ku lihat mukanya tertekuk. Berjalan ogah ogahan seolah ingin segera menghindar, tapi ini tidak bisa di biarkan begitu saja. Ia harus tahu batasannya. Mungkin selama ini aku diam tidak banyak berbuat tapi hari ini aku akan berikan ketegasan kepadanya untuk tidak terlalu dekat dengan Rafael.
Ku buka pintu ruang laboratorium fisika yang kosong di lantai dua. Ia masih berdiri di depan pintu menolak untuk masuk. Kepalanya celingak celinguk takut ada orang yang memergoki kami berdua berduaan di tempat sepi.
Aku sengaja membawanya ke tempat ini karena tempat inilah yang sering kosong karena jadwal mahasiswa mahasiswi yang memakai laboratorium agak jarang.
"Mas, aku bisa jelasin..."
"Masuk!" Aku sedang dalam mode tidak ingin di bantah. "Mas dengerin dulu."
"Saya bilang masuk Ayumi Larasati!" Ku naikkan sedikit nada bicara ku satu oktaf. Sedikit berlebih tapi memang apa adanya. Aku sedang marah.
Ia pun masuk ke dalam ruangan tersebut. Saat pintu ku tutup dengan gerakan cepat dan tiba-tiba ku rengkuh tubuhnya dengan erat lalu mendaratkan bibirku di bibirnya.
Ayu sangat terkejut dengan apa yang ku lakukan. Ku lihat matanya terbelalak merespon ciuman ku. Ia bergerak-gerak berusaha melepaskan diri dari pelukan ku yang semakin kuat.
Ku dorong tubuhnya hingga tersudut di pojokan. Aku sedang marah dan aku butuh sesuatu yang bisa meredam emosi ku. Ciuman pertamanya membuat emosi ku perlahan mereda. Bibirnya yang lembut membuat aku ingin terus melumatnya. Bahkan dengan sengaja ku gigit bibir bawahnya agar mulutnya terbuka.
Oh god!!
Isteriku membalas lumatan ku. Rontaannya pun berhenti berganti dengan remasan pada kemeja yang ku kenakan. Kepala ku mendadak pusing menginginkan lebih dari sekedar ciuman.
Why not?
Kami sudah resmi. Halal melakukan apapun berdua termasuk yang lebih dari sekedar ciuman.
Instingku sebagai seorang pria yang mempengaruhi ku sepenuhnya. Decap suara peraduan bibir kami terdengar merdu di telinga. Semuanya benar-benar di luar kendali ku.
Tangan ku begitu aktif menjelajah dan menyentuh kulit lembut isteri ku. Lenguhannya yang tertahan semakin mengacaukan syaraf pusat ku. Yang paling ku ingat adalah gundukan kenyalnya.
Jika saja tidak ada beberapa mahasiswa yang berlarian di lorong mungkin aku sudah melaksanakan apa yang seharusnya aku dapatkan dari isteriku sejak kami menikah.
"Mass... stoopp!!" ucapnya saat ciuman kami terlepas.
Ku tempelkan dahi ku di dahinya lalu ku tatap wajah isteriku yang memerah. Nafasnya terengah-engah. Begitu juga dengan ku.
"Aku ngga suka melihat isteriku terlalu dekat dengan pria lain. Apapun alasannya untuk kali ini akan ku maafkan, tapi tidak untuk lain kali. Paham!"
Ia hanya menggerakkan kepalanya. "Maaf," cicitnya.
"Jangan lakukan hal yang memancing suami mu marah." Lagi-lagi ia mengangguk. Tak tahan aku melihat wajahnya yang muram.
Pelukan ku yang erat perlahan ku renggangkan. Ku elus rambutnya. Ku kecup puncak kepalanya.
"Aku akan pulang telat. Selesai kampus langsung pulang," ucapku sebelum pergi meninggalkannya.
"Mas mau kemana?"
"Ada yang mau ku urus dulu. Kamu pulang duluan."
"Oke."
•••
Berhubung hari ini off mengajar, aku putuskan untuk menemui sahabatku di kantornya. Kami sebelumnya sepakat untuk bertemu membahas bisnis yang akan kami bangun.
Dalam perjalanan menuju kantor teman ku, otak ku terus memutar adegan ciuman ku bersama Ayumi.
Damn!!
Ekspresi isteri ku membuatku oleng. Beberapa kali pengemudi lain membunyikan klaksonnya karena aku kurang fokus mengemudi dijalanan. Semua itu karena Ayumi dan bibirnya yang lembut dan manis.
Tak perlu waktu lama aku pun tiba di kantor Diamond Construction, dimana Damian berada.
Sudah lama aku tidak bertemu dengan Damian sejak ia berkuliah di Amerika dan bekerja disana. Entah mengapa ia kembali ke Indonesia dan mencari ku untuk join bisnis dengannya.
Damian adalah saksi hidup dari perjalanan cinta ku sebelumnya yang kandas di tengah jalan. Pria muda yang memiliki darah half chinesse half Indonesia ini sangat pintar melihat peluang bisnis. Tak jarang bisnis yang ia tangani sukses di pasaran.
"Gue harap kita bisa kerja sama, Bro."
"Sure. Gue pelajari dulu proposalnya. Semoga kita berjodoh."
"Gampang."
Tinggal cukup lama di Amerika, membuat Damian tidak melupakan kata-kata gaul disini. Aku terpaksa menggunakan gue-elo karena di tertawakan habis-habisan olehnya. Menurutnya aku terlalu kaku jika mengobrol menggunakan aku-kamu.
"Udah ngga jaman kali Bro pake aku-kamu. Kayak nonton film jadul tahu ngga," cibirnya membuat ku kesal.
"Oh ya elo berapa lama tinggal di Indonesia?" tanya ku basa basi. Kami menikmati suasana sore dari lantai 20 Apartemennya.
"Rencana sih sebulan habis itu balik lagi ke Amrik. Tapi kalo lolos ya gue akan cukup sering bolak balik Amrik-Indonesia. Makanya buruan dong acc proposal gue biar gue bisa stay lebih lama disini. Gue kangen makan makanan Indonesia tahu Bro."
"Di Amrik banyak yang jualan makanan khas Indonesia. Elo ngga perlu capek capek pulang Bro."
"Bedalah Bro. Makan makanan indonesia di sini sama disana beda feelnya. Disana lebih banyak jualan makanan yang udah terkenal doang. Mereka ngga jualan tuh yang namanya cireng goang, cilok, seblak, cimin dan jajanan yang lain."
"Seblak? Cimin? Apaan tuh?" Jujur aku tidak pernah makann makanan kayak gitu. Ini saja baru mendengar namanya.
"Anjriit Bro! Elu hidup dimana sih? Hutan Amazon, hah." Damian tertawa kencang.
"Sialan lu!"
"Eh gue aja yang tinggal di Amrik bela-belain pulang biar bisa jajan makanan itu setiap hari. Elu yang seumur hidup tinggal di Indonesia makan makanannya aja ngga pernah. Jangankan makan, tahu bentukan ama rasanya aja pasti belum pernah kan. Elo sinting Bro!"
"Terserah lo aja. Lagian apa enaknya makanan begituan. Itu ngga sehat Bro. Masih muda perhatiin pola makan. Jangan makan sembarangan. Udah tua sakit sakitan baru nyaho lu."
Damian kembali tertawa. "Kalo makan sembarangan kayak cilok, seblak, cilor dan temen-temannya gue mah rela deh. Gpp sakit juga yang penting enak."
"Elo yang sinting kalo gitu. Bukan gue!!"
Aku menggelengkan kepala. "Eh gue hampir lupa. Elo sama siapa sekarang? Udah berhasil move on dari si Audrey."
"Udah lah. Masa iya gue ngga move on."
"Wah bagus dong. Berarti elo ngga akan baper kalo ketemu dia lagi." Damian menaik-turunkan kedua alisnya.
"Maksud lo apa?"
Damian mengubah posisi duduknya. "Loh elo belom tahu ya kalau si Audrey bakalan balik ke Indonesia juga. Malah dia udah bikin kantor pengacaranya sendiri loh di Jakarta."
What?! Audrey? Di Jakarta?
"Kelihatannya elo belum tahu kabar ini deh. Hey dude elo tinggal dimana sih sebenernya? Kabar ini udah lama tersebar di grup Alumni. Dari sekian banyak orang cuma elo yang ngga tahu ck!!"
"Gue emang udah lama out dari grup alumni," ucapku tergugup. "Hape lama gue ilang. Otomatis nomor lama udah ilang juga." Aku jelaskan terlebih dahulu sebelum Damian berpikiran aneh-aneh.
Entah mengapa mendengar nama Audrey jantungku kembali berdebar kencang. Damn!!
"Ooh... Gue kirain elo sengaja out dari grup karena ada si Audrey disana."
"Ngga lah. Ngapain juga gue out karena ada dia."
"Who knows." Jawabnya sambil mengangkat kedua bahunya. "Intinya mantan lo bakalan balik dan stay di Indonesia. Jadi, elo siap-siap baper ngeliat penampilan si Audrey yang makin kinclong kayak porselain."
Aku mendelik kesal. "Maybe kalian CLBK lagi."
"Berisik lo!!"
Ngga.
Aku ngga akan mungkin kembali bersama Audrey karena saat ada Ayumi sebagai pendamping ku.
Aku memang sangat mencintai Audrey tapi itu dulu saat kami masih bersama. Sebelum dia mementingkan egonya sendiri dan mengorbankan cinta kami saat itu.
Ya.
Audrey adalah masa lalu dan sudah menjadi kenangan bagi ku.
•••
Bandara Soekarno Hatta
Seorang wanita cantik keluar dari bandara sambil menggeret koper besar. Kepalanya celingak celinguk mencari keberadaan orang yang menjemputnya.
"Drey, over here!" seru seseorang membuat Audrey memalingkan wajahnya ke sebelah kiri dan tersenyum.
WELCOME HOME AUDREY
Tertulis dengan sangat besar untuk menyambut kepulangannya dari luar negeri. Ia berlari lalu memeluk seorang wanita yang ia rindukan.
"Thanks Mba Dian udah jemput aku di Bandara."
"Aku seneng kamu balik, Drey." Dian mengelus punggung Audrey. Audrey tersenyum. Ia melepas pelukannya dan mulai berjalan keluar dari Bandara.
"Waah... Akhirnya injek Jakarta lagi." Audrey mengangkat kedua tangannya seraya melenturkan tubuhnya pasca penerbangan panjang dan melelahkan. Dia tertawa.
"Kali ini jangan akan tetap tinggal kan?" Audrey menatap Dian. Kedua bahunya terangkat. "Tergantung Mba."
"Tergantung gimana maksudnya?"
"Tergantung aku diinginkan untuk tetap tinggal atau ngga." Dian paham ucapan yang di maksud oleh Audrey. Gadis itu masih merindukan mantan kekasihnya.
"Tapi Drey tujuh tahun kamu pergi ninggalin dia. Mungkin dia udah menikah dan punya anak."
"Ngga mungkin Mba. Dia belum menikah. Aku ngga dengar kabar pernikahannya selama ini. Jadi, aku yakin dia masih betah dengan kesendiriannya."
"Sok tahu kamu. Tapi kalau memang benar dia sudah menikah gimana? Kamu ngga mungkin merusak hubungan mereka kan."
"Aku yakin 100% Kak Reza belum menikah. Titik."
Audrey menyudahi perdebatannya dengan Dian. Tak lama mobil yang menjemputnya tiba. Setelah memasukkan barang-barang milik Audrey, mobil itu pergi meninggalkan bandara menuju Apartemen yang sudah di siapkan untuk Audrey.
Aku kembali Kak. Aku rindu kakak.