"APA?! KALIAN CIUMAN!!" Seru Tika dan Fitri kencang membuat Ayumi menutup mulut keduanya dengan tangan.
"Sstt ih. Berisik elo elo pada. Entar kalo tetangga kosan elo denger gimana. Malu maluin tau ngga."
"Sorry Yu. Terkejud gue dengernya." Fitri merendahkan suaranya. "Kok bisa sih Ay kalian cipokan?"
Tika meneloyor kepala Fitri. "Bukan cipokan bego. Tapi ciuman. Bedain ciuman ama cipokan."
"Sama aja menurut gue. Intinya bibir ketemu bibir."
Tika mendengkus. "Gimana rasanya Ay? Pak Eza jago ngga cipokannya."
"Apaan sih! Gue lagi syok elu malah tanya rasanya gimana." Ayumi kesal.
"Ya pengen tahu aja Pak Eza hot ngga ciumannya. Katanya kalo cowok ciumannya hot di ranjang juga hot."
Ucapan Fitri membuat wajah Ayumi memerah. Pikirannya melanglang buana. Tangannya mengipasi wajahnya yang terasa panas.
Fitri dan Tika tersenyum geli. "Pasti hot ya Yu? Sama hebatnya ngga sama aktor korea yang sering lo tonton pas lagi ciuman," tanya keduanya penasaran.
Tanpa sadar Ayumi menganggukkan kepalanya. Fitri dan Tika bersorak kegirangan.
"Wanjaaay! Mantul Yu."
"He is good kisser."
"Kyaaaaaa!!"
Ayumi yang malu menutupi tubuhnya dengan selimut. Ia malu sendiri menceritakan apa yang baru saja dia alami bersama suaminya. "First kiss gue!!" Erang Ayumi dari balik selimut.
"Gpp kali Yu. Lagian elo sama Pak Eza udah halal. Mau lebih dari ciuman juga di bolehin banget malah."
"Iya bener Yu. Jangan kelamaan tunda momongan Yu. Kita berdua udah ngga sabar pengen gendong keponakan."
"Tau ah!!"
Fitri menarik Ayumi hingga terduduk. "Elo udah naena belum sama Pak Eza?"
"Fitriiiii!!! Apaan sih elo pake tanya tanya masalah pribadi segala. Malu tahu." Ayumi menutupi wajahnya dengan kedua tangan.
"Jadi, kalian belom 'gituan'?!"
Ayumi meremas selimut lalu menggeleng perlahan. "Apa?! Gila lo ya. Nikah udah cukup lama tapi belom gituan. Kasihan amat Pak Eza."
"Kalau boleh tahu alasannya kenapa Yu?"
"Ya gue belum siap aja. Terus gue juga masih kuliah dan pengen kerja juga. Masa iya kuliah belum kelar udah punya anak? Lagian laki gue ngga minta juga ya ngapain gue tawarin diri."
Fitri dan Tika meneloyor kepala Ayumi. "Sakit!!"
"Memangnya kenapa kalo masih kuliah udah punya anak? Toh di kampus banyak yang jadi orang tua muda. Mereka enjoy enjoy aja."
"Itu kan mereka, bukan gue. Mertua gue sih bilangnya nanti aja kalau gue udah beres kuliah baru hamil. Sekarang fokus sama kuliah dulu. Satu hal yang penting pernikahan gue ngga ada yang tahu. Masa iya ujuh ujug gue ke kampus sambil bawa bawa perut gede. Ngga kebayang deh gue di tanya-tanya sama warga kampus."
"Iya juga sih. Selain kita berdua ngga ada lagi yang tahu kalo elo udah nikah."
"Intinya gue bakalan hamil di waktu yang tepat. Lagian gimana mau naena kalo diantara gue dan Pak Reza belum ada rasa apa-apa. Aneh banget kan gituan tapi ngga ada rasa apapun."
Fitri dan Tika mengangguk. "Pokoknya gue ngga mau pulang. Malu banget gue anjay! Gue nginep disini ya, please."
"Ya kita mah sok aja kalo elo mau nginep. Masalahnya laki lo ngga nyariin? Apa kata mertua lo kalo elo nginep di luar sama temen sementara suami lo tidur sendirian di rumah."
"Gue belum siap ketemu Pak Reza. Malu banget!!"
"Halah... Malu tapi mau. Gue yakin elo pasti minta nambah cipokannya." Fitri dan Tika tertawa melihat Ayumi yang teriak teriak sendiri karena malu.
Tok... tok... tok...
"Siapa tuh?" tanya Ayumi.
"Ngga tahu."
Tika beranjak dari duduknya lalu membuka pintu kamar. "Pak Reza!" Seru Tika terkejut melihat sosok Reza berdiri di depan pintu kamarnya. Fitri dan Ayumi ikut-ikutan terkejut.
"Ayumi ada didalam?" tanyanya. Tika mengangguk. "Saya mau jemput isteri saya. Bisa tolong panggilkan?"
Fitri mendorong tubuh Ayumi. Mau tak mau Ayumi menghampiri suaminya. "Mas..."
"Saya kira kamu udah pulang ngga tahunya disini. Kenapa ngga bilang?"
"Maaf." Ayumi menggaruk-garuk kepalanya.
"Ayo pulang sudah malam. Teman-teman kamu juga butuh istirahat."
Ayumi tampak enggan untuk pulang. Tika menyerahkan tas miliknya kepada Reza. Pria itu meninggalkan kosan Tika dan menunggu isterinya di samping mobil.
"Balik dulu ya guys."
"Semangat Yu!!" Ayumi mengangguk lemas. Ia berjalan menghampiri suaminya lalu masuk ke dalam mobil. Setelah masuk ke dalam mobil, perlahan mobil Reza meninggalkan kos-kosan.
***
Di salah satu Bar ternama di Jakarta.
Audrey duduk sendirian di sebuah Bar yang dulu sering ia kunjungi bersama Reza. Suasana bar itu tidak banyak berubah. Hanya beberapa ornamen yang berubah seiring dengan teman yang diusung.
Ia membuka galeri hape lamanya yang tersimpan banyak sekali foto dan video kenangannya bersama Reza. Selama di Amerika, Audrey sulit sekali mendapatkan nomor telepon terbaru Reza. Ia berulang kali meminta teman-teman masa lalunya untuk mencari tahu tapi nihil.
"Audrey."
Gadis berambut coklat itu menoleh. Senyumnya mengembang. Tapi ia sedikit ragu mengenali pria itu. "Wait wait... Are you Damian Hartanto, right?" tebaknya.
"Yes, i am."
"Oh how are you, Damian?" Audrey turun dari kursinya lalu memberikan pelukan untuk teman dari mantan kekasihnya itu. Damian membalas pelukan tersebut.
"I'm good. How about you?" Damian mengambil tempat duduk di samping Audrey. Tak lupa ia memesan minuman kepada seorang bartender.
"Gue baik-baik juga. Ya ampun gue udah lama banget ngga ketemu elo, Damie."
"Elo sih sibuk banget. Elo tahu ngga kita tinggal di Amerika tapi ngga pernah ketemu sama sekali, eh di Jakarta malah ketemu."
"Gue sok sibuk sebenarnya. Kapan elo datang ke Jakarta?"
"Gue udah mau semingguan lah. Elo kapan datang?"
"Dua hari yang lalu. Ini aja masih pusing karena jetlag tapi diem terus di apartemen bosen. Terus gue inget bar ini and here i am."
"Elo inget barnya apa inget kenangan terindah di sini?!" Goda Damian. Audrey tertawa. "Semuanya. Gua kangen saat saat indah itu. Tapi sayang gue harus melepas kenangan indah itu gara gara ego gue."
"Yang lalu biarlah berlalu. Sekarang elo harus buka lembaran baru lagi kayak doi yang udah buka lembaran baru tanpa lo."
"Elo ketemu Kak Reza? Dimana dia sekarang?" Audrey tampak antusias jika berhubungan dengan Reza si mantan terindah.
"Beberapa hari lalu gue ketemu dia di Bandung. Sama kayak elo, gue juga susah banget dapetin nomor dia tapi akhirnya gue dapat juga."
"Dia di Bandung? Pindah kesana?"
"Gue ngga tanya-tanya lebih detail. Dia jadi makin tertutup sekarang. Apalagi gue baru ketemu dia lagi setelah sekian lama. Ngga mungkin dong gue langsung tanya tanya mendetail."
"Iya juga sih. Tapi keadaannya gimana? Dia tanya tanya tentang gue ngga?"
"He is good, healthy and happy."
"Syukurlah kalo dia baik-baik aja." Audrey meminum minumannya. "Gue bisa minta nomor telepon dia ngga?"
"Eh..."
"Aku kangen dia," ucapnya pilu.
***
Sejak pulang dari kos-kosan temannya, tingkah Ayumi terlihat canggung. Reza pun mengalami hal yang sama tapi ia mencoba cool. Sepanjang perjalanan pulang keduanya terdiam. Hanya alunan suara penyiar radio yang menemani kecanggungan malam itu.
Ayumi memilih tidur lebih awal setelah melaksanakan sholat isya berjamaah. Reza memilih menyalakan komputer dan memulai pekerjaannya demi mengurai kecanggungan. Setelah cukup lama berkutat di depan komputer ia pun segera menyusul isterinya beristirahat.
03.00 wib
Reza terbangun karena suara gaduh dari dalam kamar mandi. Saat pintu kamar mandi di buka ia melihat Ayumi tengah meringkuk di lantai. Kedua tangannya memeluk perutnya.
"Kamu kenapa?"
"Sakit Mas." Ayumi meringis kesakitan. Reza menggendong isterinya kembali ke kamar. Ayumi bergerak tak nyaman.
"Kamu kenapa? Kok ngga bangunin?"
"Lagi halangan Mas. Nyeri banget perut ku."
"Halangan? Maksud kamu menstruasi?" Ayumi mengangguk. "Perut aku sakit banget hiks..."
Reza kebingungan sendiri. Tidak tahu harus melakukan apa untuk membantu mengurangi rasa nyeri di perut Ayumi. Ia menyeka air mata Ayumi yang perlahan menetes.
"Apa setiap bulan kesakitan seperti ini?"
"Kadang kadang. Biasanya memang nyeri ngga nyaman aja tapi ini nyeri banget." Ayumi meremas bantal cukup kuat.
"Tunggu disini. Aku ambilin kompres hangat."
Reza turun dari ranjang dan bergegas berlari ke dapur. Seingatnya kalau perempuan nyeri karena menstruasi maka harus di berikan kompres hangat untuk meredakan nyeri diperut.
Setelah mencari wadah kompres dan mengisinya dengan air panas dari galon, ia pun kembali ke kamar. Reza memposisikan tubuh isterinya terlebih dahulu lalu meletakkan kompres hangat itu di atas perut.
"Terlalu panas ngga?" tanyanya memastikan.
"Tambah air dingin dikit Mas. Kompresnya kepanasan."
Reza melakukan apa yang dikatakan Ayumi. Perlahan gadis itu terlihat tenang. Tidak terlalu kesakitan lagi. Reza perlahan ikut terlelap sambil menggenggam tangan Ayumi.
***
"Mau kemana Mas?" Ayumi terbangun dan melihat Reza sudah mengenakan pakaian olah raga.
"Aku mau jogging sebentar. Ngga akan lama. Kamu tidur lagi aja. Gimana perutnya? Masih sakit?"
"Masih tapi udah mendingan. Ngga kayak semalam."
"Alhamdulillah. Nanti mau Mas bawain bubur ayam?"
"Mau. Tapi jangan pakai bawang goreng, seledri sama kacangnya ya. Sambelnya aja yang banyak."
"Mana enak bubur ayam ngga pake taburannya."
"Buat ku enak. Aku ngga alergi makan itu."
"Mana ada orang yang alergi makan bawang. Aneh aneh aja."
"Terserah. Pokoknya aku ngga mau pake itu."
"Oke. Ya udah tunggu. Nanti Mas pulang bawa bubur ayam. Kalau ada apa-apa panggil ibu aja. Nanti Mas titip ke Ibu."
Ayumi mengangguk. Ia kembali tertidur setelah suaminya keluar dari kamar. Baru saja akan terlelap, terdengar bunyi dari handphone. Ayumi meraba-raba mencari keberadaan ponsel tersebut. Tanpa melihat siapa yang menghubungi, Ayumi langsung mengangkat teleponnya.
"Halo assalammualaikum."
Tidak ada suara siapapun dari seberang sana. "Halo. Siapa ini? Kalo ngga jawab gue tutup teleponnya."
Ayumi menunggu sejenak tapi tetap tidak ada jawaban apapun. Ia memutus panggilan itu dan kembali tertidur. "Dasar kurang kerjaan! Pagi pagi gangguin orang lagi molor," gerutunya.
Di lain tempat Audrey terdiam menatap ponselnya. Baru saja ia menghubungi nomor telpon baru milik Reza yang ia dapatkan dari Damian. Lebih tepatnya memaksa Damian memberikan nomor baru Reza.
Hatinya bukan main senangnya mendapat nomor telepon Reza. Semalam Audrey nyaris menghubungi Reza tapi urung ia lakukan mengingat Reza pasti tidak akan mengangkat teleponnya di tengah malam.
Tepat pukul tujuh pagi Audrey memantapkan diri menghubungi mantan kekasihnya. Wajahnya yang sedari tadi sumringah tiba-tiba mengeras saat suara perempuan yang mengangkat teleponnya.
"Halo assalammualaikum."
Siapa dia? Bukankah ini nomornya Kak Reza? Kok yang angkat cewek? Pikirnya.
"Halo. Siapa ini? Kalo ngga jawab gue tutup teleponnya ya!"
Belum sempat Audrey berbicara, wanita itu menutup sambungan teleponnya.
Tut... tut... tut...
Gue harus tanya Damian lagi. Mungkin dia salah kasih nomor Kak Reza sama gue, ucapnya dalam hati.