"Aduh Mba Dewi, saya jadi ngga enak sama Mba," ucap Shandy malu.
"Ndak papa jeng Shandy. Kenapa harus ngga enak. Wong itu ujian buat kekuatan cinta mereka. Biarkan saja. Laras dan Reza itu menikah bukan karena cinta tapi karena dijodohkan oleh kedua orang tua. Siapa tahu setelah ada rival seperti ini Reza makin menyadari perasaannya," ucap Dewi santai.
"Tapi Mba..."
"Wes jeng. Kita biarkan mereka menyelesaikannya sendiri. Kita sebagai orang tua hany bisa memantau dan berharap segera di beri cucu," ucap Dewi santai.
Shandy dan suaminya saling bertatapan, keduanya mengangguk dan kembali mengobrol seperti biasa.
Sementara itu, Ayumi tampak tegang melihat suaminya yang mulai bereaksi terhadap sikap Rafa. Tangannya meremas celana kerja suaminya.
"Lebih baik kalian pulang. Ayumi harus banyak istirahat!" Ucap Reza mengusir kedua temannya.
"Eh loh Pak. Kok kita di usir sih. Kita kan baru aja dateng." Fitri protes.
"Emm... I iya Pak Eza. Mereka kan baru aja datang masa di usir pulang." Ayumi menatap suaminya mencoba melobi.
"Kamu ingat tadi kata dokter. Kamu harus banyak istirahat. Apalagi kamu baru saja menjalani beberapa jam operasi yang sangat melelahkan. Jadi, jangan banyak bicara dan beristirahat," ucap Reza kaku.
"Saya mau antar Ibu pulang nanti kembali lagi," ucap Reza lagi yang terdengar ambigu di telinga Fitri.
Rafael tersenyum. "Pak Eza benar Ay. Kita pulang dulu ya. Kamu banyak banyak istirahat dan makan yang banyak biar bisa ngampus lagi. See you at campus & get well soon Ay."
"Makasih Kak Rafa udah tengokin Ayu. Makasih juga untuk bunga dan parcelnya ya."
"Sama sama. Yaudah aku balik dulu ya." Ayumi mengangguk. Fitri mengekori Rafa bersalaman dengan kedua orang tua Ayumi dan juga Reza sekaligus berpamitan pulang.
Selepas magrib Dewi ibu mertuanya menghampiri. "Nduk ibu pulang dulu ya di antar si Mas. Nanti Mas mu ibu suruh balik kesini temenin kamu. Kalau ada apa-apa cepet cepet hubungi kami ya."
"Iya Bu. Makasih ya udah jagain Ayu seharian ini."
"Apaan sih pake makasih segala. Wong anak sendiri sakit ya sudah semestinya orang tua ikut jagain. Wes jangan kepikiran apapun. Istirahat."
"Inggih Bu," jawab Ayumi ragu karena hanya itu bahasa Jawa yang ia tahu. Dewi tertawa. Ia mengusap rambut menantunya lalu keluar dari kamar diikuti kedua orang tua Ayumi.
"Loh Papa Mama pulang juga?!" Seru Ayumi melihat kedua orang tuanya bersiap pulang.
"Iya dong. Kenapa memangnya?!"
"Terus Ayumi sendirian? Kirain Papa atau Mama yang mau temenin disini?!"
"Papa mu besok harus kerja. Mama udah jelas ngga bisa temenin disini karena besok harus siapin keperluan Papa mu."
"Aku sendirian dong?" Ayumi memasang wajah sedih. "Kan ada Mas Reza yang nemenin. Gimana sih?"
"Hah?!"
"Saya antar ibu pulang dulu. Habis isya saya balik lagi kesini."
"Udah punya suami masih pengen di temenin mamanya. Gimana sih ini anak! Dah ya. Mama sama Papa pulang dulu. Besok Mama kesini pagi pagi."
Shandy keluar menyusul suaminya yang sudah lebih dulu keluar bersama besan. Tak lama Reza pun menyusul. Tinggallah Ayumi sendirian celingak celinguk di kamar perawatan yang cukup luas.
***
Selepas sholat Isya Reza buru-buru kembali ke rumah sakit. Pikiran tertuju kepada Ayumi yang sendirian di rumah sakit. Belum lagi Dewi yang memintanya untuk segera kembali menemani.
"Kamu isya di rumah sakit saja, Le. Kasihan Laras sendirian. Kalau butuh sesuatu gimana?," ucap Dewi saat Reza pulang dari masjid untuk sholat maghrib berjamaah.
"Tanggung Bu. Habis isya saya kesananya."
Dan kini Reza menyesali perbuatannya. Beberapa saat yang lalu ponselnya berdering. Salah seorang perawat ruangan menghubunginya karena Ayumi mengerang kesakitan.
Reza sempat meninggalkan nomor telepon miliknya sebelum pulang jikalau ada sesuatu pada isterinya disaat ia sedang tidak ada di tempat. Dan sesuatu terjadi kepada isterinya.
Reza menancapkan gas mobilnya dijalanan untuk segera tiba di rumah sakit. Pria itu berlarian menuju kamar isterinya. Setibanya disana, ia melihat Ayumi mengerang kesakitan.
"Ada apa Sus? Kenapa isteri saya mengerang kesakitan seperti itu?!" Tanya Reza panik.
"Obat biusnya sudah habis Pak. Dokter baru saja meresepkan obatnya lagi tapi dosisnya di kurang perlahan."
"Apa tidak apa Sus? Isteri saya kesakitan banget."
"Beberapa hari ke depan memang akan kesakitan Pak karena dosisnya di kurangi tapi semua masih dalam pantauan dokter. Jika memang tidak kuat mungkin dosisnya akan dikembalikan kesemula."
Perawat itu pergi dari sana meninggalkan Reza yang dibuat kebingungan dengan isterinya yang menangis sesegukan karena rasa nyeri akibat operasi yang baru saja dilakukan.
Reza menggenggam tangan Ayumi. Tangannya yang bebas mengelus rambut isterinya. Wajah Ayumi memerah menahan nyeri. Kedua matanya tertutup rapat seolah kesakitan jika matanya terbuka.
"Sakiiiit Maaaa," ringis Ayumi sambil terisak.
Reza menggenggam erat tangan isterinya. Mulutnya tak henti melafalkan doa doa yang sekirany bisa membuat rasa nyeri yang dirasakan isterinya berkurang. Ia tak tahu harus berbuat apa selain merelakan tangannya diremas Ayumi demi mengalihkan rasa nyerinya.
Perlahan Ayumi terlelap. Reza pun terlihat sedikit tenang. Ia membenarkan selimut yang menutupi tubuh Ayumi. Ia tidak beranjak sedikitpun dari sana.
"Cepat sembuh Ay. Saya ngga tega melihat kamu kesakitan seperti ini," gumam Reza sesaat sebelum menyusul isterinya ke alam mimpi.