Download Chereads APP
Chereads App StoreGoogle Play
Chereads

My Boss My Enemy

Miranty_Afria
--
chs / week
--
NOT RATINGS
27.5k
Views
Synopsis
Zeva adalah sosok wanita yang mandiri dan ambisius. Ditengah upayanya mengejar karir, Ia justru terjerat cinta Ryan, menejernya yang resek. Namun, Tanpa diduga Ryan bukanlah menejer biasa. Ia adalah pewaris utama perusahaan tempat Zeva bekerja yang sengaja menutupi jati diri yang sesungguhnya. Bagaimana kisah mereka selanjutnya? Akankah Zeva bertahan pada cinta seorang CEO yang ternyata sudah dijodohkan oleh orang tuanya dengan wanita lain?
VIEW MORE

Chapter 1 - Bab 1

Dengan perasaan lega, Zeva keluar ruang sidang penuh senyum kepuasan. Setelah enam bulan bekerja keras menyelesaikan tesis, akhirnya dia melewati sidang hari ini tanpa kendala yang berarti. Diruang sidang tadi, dia berusaha mengumpulkan keyakinan dan kepercayaan diri, agar mampu menjawab semua pertanyaan dari dosen penguji serta mematahkan opini dosen yang menyangkal hasil risetnya.

Zeva melirik jam dipergelangan tangan yang menunjukkan waktu makan siang. Cacing diperutnya sudah meronta minta diberi jatah. Tanpa disadari, ternyata dia menghabiskan dua jam melawan gempuran para dosen penguji yang seperti selalu mempunyai celah untuk menjatuhkan hasil risetnya. Beruntung Zeva sudah mengantisipasi semua pertanyaan yang dia prediksi akan muncul. Meski ia sudah mempersiapkan secara matang, hal tersebut tetaplah menguras energi dan fikirannya untuk bisa meyakinkan para dosen penguji, agar meluluskan tesisnya dengan mulus.

Sambil berjalan menuju kantin, Zeva menyalakan ponsel yang sengaja dimatikan sejak tadi pagi, agar ia bisa berkonsentrasi dengan sidang hari ini.

"Hi guys," Sapa Zeva, saat menghampiri beberapa temannya di kantin kampus yang sudah lebih dulu menyelesaikan sidang dan sedang menikmati makan siang.

"Hi Va. Udah kelar lu? Gimana tadi?" Lisa menjawab sapaan Zeva sambil mengunyah siomay yang hampir habis disikat.

"Ya gitu deh. Lu kaya ga tau Pak Hasto sama Bu Eni aja, dihajar habis-habisan gue. Kalo yang lain sih, aman lah," Jawab Zeva sambil menyambar garpu ditangan Lisa dan mencomot sisa siomay di piring temannya itu.

"Gila emang tu orang berdua. Sial banget gue, dapet jadwal sidang hari ini ketemu mereka," Sambar wahyu berapi-api.

"Ye.. lu mau dapet jadwal sidang kapan juga, bakal ketemu tu dua orang. Kan semester ini mereka berdua dosen penguji utama. Gimana sih lu?" Sungut Yugi sambil menenggak jus jeruknya "Mau gue pesenin apa va ?" Yugi langsung berdiri setelah menghabiskan jus jeruknya.

"Cie Yugi.. gaspoll terus, jangan kasih kendor," Sahut Lisa sambil menggeser piring kepada Zeva yang tengah asik menghabiskan siomay miliknya. Lisa dan Zeva memang sudah biasa berbagi makanan. Bahkan, mereka sering memesan makanan yang berbeda saat sedang makan bersama, agar bisa saling bertukar makanan.

"Iyalah, ngebut mesti. Secara ya, abis ini kita bakal sibuk urusan masing-masing. Kapan lagi ada kesempatan buat mepetin Zeva?" Celetuk Wahyu.

Yugi yang diledek dua temannya itupun, hanya diam mengulum senyum. Memang, sudah satu semester ini Yugi berusaha menaklukan Zeva. Tapi gadis itu seperti batu karang tak bergeming dikikis ombak. Namun Yugi tak patah arang, dia tau gadis seperti Zeva memang bukan orang yang mudah menyerahkan hatinya kepada laki-laki. Dia terlalu mandiri sebagai seorang perempuan. Dalam pikiran Yugi, kemandirian Zeva membuat ia memiliki standar tinggi dalam memilih pasangan. Dan hal itu membuat Yugi semakin tertantang untuk menaklukkan hati Zeva.

Padahal, Zeva memang tak pernah mau dipusingkan soal asmara. Dia terlalu sibuk dengan karir, menyelesaikan kuliah profesi apoteker sebaik mungkin, selain itu tentu saja memikirkan tanggung jawab terhadap Ibu serta kedua adiknya yang masih menempuh pendidikan. Sehingga Zeva tidak memiliki waktu yang tersisa bagi dirinya sendiri untuk memikirkan asmara.

"So.. mau makan apa Va? Laper pasti lu abis tempur di ruang sidang tadi," Pertanyaan Yugi membuat Zeva jadi salah tingah.

Tentu saja cacing diperutnya sudah berontak meminta suplai makanan. Tapi Zeva tidak ingin memberi harapan kepada Yugi, karena memang dia hanya menganggap Yugi sebatas tėman kuliah seperti wahyu atau temannya yang lain. Namun untuk menolak dia juga tidak enak, khawatir dianggap terlalu angkuh sebagai seorang wanita, sampai-sampai tidak mau ditraktir teman sendiri.

Ah.. kalau wahyu yang nawarin, dah gue samber dari tadi tuh tawaran. - gumam Zeva dalam hati

Baru hendak menjawab pertanyaan Yugi, Zeva mendengar deringan ponselnya. Buru-buru dia menekan tombol hijau di layar ponsel.

"Halo Ran,"

"Ya ampun Zeva, akhirnya lu bisa dihubungi juga. Dari tadi pagi gw coba hubungin lu tapi ga bisa-bisa. Lu ga liat chat gue apa? Gue suruh telp balik, kalo hp lu udah aktif," Cerocos Rania teman sekantor Zeva panjang lebar begitu mendengar suara Gadis itu.

"Wait.. wait.. sabar neng. Gw baru aja nyalain handphone. Belom juga sempet buka-buka handphone. Ada apa sih?" Tanya Zeva heran dengan kelakuan temannya itu.

"Buruan ke kantor sekarang. Urgent pake banget," sambar Rania cepat.

"Ih ogah. Gue masih cuti ngapain gue ke kantor?"

"Udah, pokoknya lu buruan kemari. Ditungguin big boss di ruang rapat lu dari tadi,"

"Gw baru aja kelar sidang ini. Masih mau nungguin hasilnya keluar dulu. Lagian ada apaan sih, gue mesti ke kantor? Gue masih cuti ampe besok lho," Omel Zeva yang mulai kesal dengan permintaan aneh temannya.

"Udah, jelasinnya entar aja. Pokoknya lu harus cepet sampe kantor, kalo masih mau kerja disini," Rania memberi ultimatum.