Sementara di kubikel meja kerjanya, Zeva terihat menopang dagu dengan kedua tangan yang saling bertautan. Dia tampak melamun, pikirannya melayang entah kemana.
"Woi neng, ngelamun aja. Kesambet baru tau rasa lu," Tiba-tiba Rania mengagetkan Zeva. Zeva yang tidak menyadari kedatangan Rania gelagapan begitu mendengar suara jahil temannya itu.
"Ngagetin aja sih lu. Ish, untung gue ga jantungan,"
"Siapa suruh gini hari ngelamun. Ngelamun jorok lu ya?,"
"Ngaco lu,"
"Pulang yuk, dah jam empat nih," Ajak Rania sambil melirik jam di pergelangan tangannya.
"Duluan deh, gue masih harus meeting abis ini sama Pak Ryan," Jawab Zeva dengan wajah tidak bersemangat.
"Jam segini meeting? meeting apa kencan, neng?," Tanya Rania dengan senyum mengejek.
"Siapa juga yang mau kencan sama orang kaya begitu? ogah gue mah," Sambar Zeva cepat sambil mendelikkan matanya.
"Banyak kali yang mau kencan sama dia, antriannya aja sampe loby kantor noh panjangnya,"
"Iya deh iya," Zeva memutar bola matanya merasa jengah. "Tapi sayangnya gue ga masuk dalam antrian tuh,"
"Ih, gue bingung deh sama lu. Kurang apa sih tuh cowok. Udah cakep, punya muka blasteran, tinggi, pinter, mapan lagi. Sweet gitu, masih aja lu ga demen? gue sih rela capek ikut antrian," Ucap Rania yang menyenderkan tubuhnya di pembatas kubikel meja kerja Zeva dengan mata menerawang.
"Ngayal aja terus," Zeva langsung melemparkan pulpen ke kening Rania yang langsung ditangkap Rania.
"Sirik," Rania menjawab dengan memanyunkan bibirnya.
"Lagian nih ya, tu cowok cuman luarnya doang yang keliatan sweet, dalemnya mah asseem. Ibarat kata nih ya, lu ngeliat mangga ranum ngegantung di pohon minta dipetikin. Udah yah capek manjat, pake digigit semut segala, eh pas dikupas taunya asem," Lanjut Zeva yang memejamkan matanya dengan ekspresi makan makanan kecut.
"Ati-ati lu, takabur baru tau rasa. Tau ga? Lu tu persis kaya sinetron. Awalnya nyumpah serapah, taunya malah cinta mati,"
"Ih amit-amit, amit-amit," Zeva berucap dengan tampang jijik, sambil mengetuk meja beberapa kali dengan genggaman tangannya.
"Hwahaha...," Rania terbahak. "Lebay lu. Dasar, ampe segitunya lu ga demen ama dia. Tapi beneran ati-ati lu. Kaya kata orang jawa, Witing Tresno Jalaran Soko Kulino," Rania tertawa sendiri ketika membayangkan kalau hal itu sampai terjadi.
"Apaan sih. Dapet teori dari mana lu, gue bakal cinta sama dia?" Balas Zeva.
"Nah, kan lu sekarang jadi Kepala Divisi. Bakalan sering bareng dia dong," Rania mengerlingkan matanya ke arah Zeva.
"Sementara doang, entar juga bakal di evaluasi. Udah sana, sana, pulang," Ucap Zeva sambil menggerakkan tangannya mengusir Rania.
"Selamat menikmati kencannya," Ledek Rania sebelum meninggalkan temannya itu.
Lagi-lagi Zeva menarik nafas panjang, setelah punggung Rania tidak lagi tampak. Entah untuk yang ke berapa kalinya Zeva melakukan hal serupa sepanjang hari ini. Rasanya dia benar-benar sudah lelah melewati hari ini. Sudah terbayang di pelupuk matanya, kasur empuk di kamarnya seolah melambai-lambai minta dipeluk oleh mimpi indahnya.
Zeva kembali tersadar dengan tanggung jawab segunung yang masih menantinya. Dia kemudian bangun dari kursi hendak bersiap-siap menemui atasan yang menyebalkan itu. Namun, tiba-tiba Zeva merasakan denyutan di kepala. Pandangannya kabur sejenak dan perih di lambung menyeruak semakin memperburuk kondisinya.
Gue harus cepat-cepat nyelesain semuanya. kayaknya asam lambung gw naik lagi. - Zeva bergumam dan mencoba mengumpulkan tenaga yang tersisa.
Setelah denyutan di kepalanya mulai berkurang dan merasa lebih baik, dia bergegas menuju ruangan Ryan dengan membawa tumpukan berkas yang sudah dipersiapkan dari tadi. Beruntung ruangan Ryan satu lantai dengannya, jadi dia tidak harus berjalan terlalu jauh.
"Permisi Pak," Zeva berucap setelah mengetuk pintu ruangan Ryan yang kebetulan dalam kondisi terbuka.
"Masuk,"
"Ini berkas yang bapak minta," Zeva membagi dua tumpukan berkas di depan Ryan.
"Kenapa ada dua?" Ryan memgerutkan dahi melihat dua tumpukan berkas yang sama persis. Ia masih terlihat membolak balikkan tumpukan berkas tersebut.
"Ini laporan asli dari tiga divisi Pak," Zeva menunjuk salah satu tumpukan berkas di depan Ryan.
"Sementara yang ini, laporan yang sudah saya beri catatan kecil rencana untuk mengatasi masalah yang timbul hari ini. Hanya plan dasarnya saja Pak. Saya masih harus mempelajari lebih detail, untuk menyusun plan yang lebih matang. Mohon Bapak koreksi bagian-bagian yang mungkin bisa saya gunakan untuk dibawa dalam rapat dua hari ke depan," Zeva menjelaskan apa saja yang sudah mulai dia kerjakan dengan ringkas.
Ryan cukup terkejut dengan wanita di depannya ini. Zeva ternyata tidak menyia-nyiakan waktu begitu saja.
Bener juga kata Evan, ne cewek biar nyeleneh tapi sepertinya bisa diandalkan juga. Cepet tanggap anaknya. - Tanpa disadarinya, Ryan memperhatikan Zeva dengan takjub.
Ini si bos kenapa ngeliatinnya begitu sih? dikira orang ga risih apa? apa dia ga suka, gue langcang bikin plan tanpa diskusi dulu sama dia ya? Duh salah lagi dong gue?! -Merasa diperhatikan dengan intens, Zeva jadi salah tingkah.
"Sudah lewat jam pulang kantor. Kita bahas lebih lanjut besok saja, saya masih harus mempelajari laporan yang sudah kamu beri catatan," Ryan seperti tersadar sudah membuat wanita yang berdiri di depannya salah tingkah.
"Baik Pak, terima kasih," Saat hendak melangkahkan kakinya ke luar ruangan, Zeva kembali merasakan denyutan yang lebih menyakitkan di kepalanya. Tiba-tiba pandangannya menggelap. Bruk !!
"Eh, Orlyn kamu kenapa?" Seketika Ryan berlari mendekati Zeva yang sudah tergeletak pingsan di lantai.
Ryan mencoba membangunkan Zeva dengan menggoyangkan tubuhnya. Namun Zeva tidak memberikan respon sama sekali. Dengan panik dia kemudian mengangkat tubuh bawahannya itu. Ryan bingung harus meletakkan wanita ini dimana. Jabatannya hanyalah seorang menejer, jadi dia tidak mendapat ruangan yang luas. Ruangannya sempit dan hanya ada sofa kecil disana. Mau tidak mau, dia harus membaringkan wanita yang tengah berada di gendongannya ini di sofa kecil tersebut, dengan kaki menggantung.
Ryan kemudian memanggil nama Zeva berulang kali, berupaya membangunkan Gadis itu. Namun, masih tidak mendapatkan respon. Dia akhirnya menepuk-nepuk pelan wajah gadis di depannya. Tapi lagi-lagi wanita tersebut tak bergeming.