Chereads / My Boss My Enemy / Chapter 5 - Bab 5

Chapter 5 - Bab 5

Dengan menahan kesal dan tergesa-gesa, Ryan melangkahkan kakinya menuju ruangan Stevan, setelah meletakkan barang-barang miliknya sehabis rapat diruangannya sendiri.

Ryan bahkan tidak memperdulikan Liane, sekretaris Stevan, ketika menyapa dan menatapnya heran. Dia langsung membuka pintu ruangan Stevan dengan kasar dan langsung masuk tanpa meminta izin.

Liane hanya mengedikkan bahunya melihat kelakuan Ryan. Dia sudah biasa melihat Ryan keluar masuk ruangan atasannya itu sesuka hati.

"Apa-apaan sih lu, van?," Ucap Ryan ketika sudah berada di depan meja kerja Stevan.

"What's wrong bro. Calm down," Jawab Stevan santai.

Sudah jadi rahasia umum kalau Ryan dan Stevan memang sangat dekat. Bahkan seluruh karyawan tahu, bahwa posisi Ryan sebagai manager di Nexpharma berkat jasa dan rekomendasi dari Stevan.

Meski begitu, Ryan akan bersikap formal dan menghormati Stevan sebagai atasan saat mereka sedang bersama karyawan lain. Sikapnya akan berbeda ketika saat mereka sedang berdua saja, baik Ryan maupun Stevan tidak akan bersikap formal satu sama lain.

"Ngapain sih pake nunjuk Orlyn segala jadi kepala divisi? Bikin makin runyam masalah tau ga. Bakal jadi ribet kalau berurusan sama tuh anak," Ryan langsung menghempaskan tubuhnya di sofa ruangan Stevan.

"Bukannya tadi saya sudah menyampaikan, alasan mengapa saya mengambil keputusan seperti itu," Stevan menghentikan kegiatannya mempelajari berkas yang sedang dia dipegang dan meletakkan berkas tersebut ke meja di depannya. "Lagipula, saya perhatikan Orlyn itu pintar dan cepat tanggap anaknya. Dia pasti akan sangat membantu kamu segera menyelesaikan masalah," Ucapan Stevan hanya dibalas dengan decakan oleh Ryan.

"Pintar apanya? Lu itu terlalu tinggi menilai Orlyn,"

"Ada masalah apa sebenarnya kamu itu sama dia?" Stevan bertanya sambil berjalan mendekati Ryan dan ikut menghempaskan dirinya di sofa bersebelahan dengan Ryan.

"Ya, gue cuma ga suka aja sama anaknya. Ngebantah mulu kerjaannya, berasa sok hebat banget sih jadi cewek," Gerutu Ryan tidak bisa menahan rasa kesalnya.

"Oh come on bro. You are thirtieth now, don't be a childish," Ucap Stevan dengan dahi yang berkerut. "Kamu tidak bisa menilai kinerja kerja seseorang, berdasarkan rasa suka dan tidak suka. Be a profetional," Stevan mulai kesal dengan kelakuan Ryan.

Kenapa jadi gue yang dinasehatin sih? - Gumam Ryan.

Sebenarnya Ryan adalah adik sepupu Stevan, yang tidak lain merupakan anak pemilik Nexpharma itu sendiri. Mereka sengaja menutupi jati diri Ryan yang sesungguhnya, hingga pemuda itu siap mengambil alih perusahaan. Akan tetapi, melihat sikap adik sepupunya itu, Stevan jadi ragu kapan Ryan akan siap mengemban tanggung jawabnya.

"Ga usah sok tua deh, ngatain gue kekanak-kanakan. Umur lu sama gue, cuma beda dua tahun doang ya," Balas Ryan dengan memasang tampang malas.

"Itu kamu sadar, kalau kita cuma beda dua tahun. Tapi kelakuan kamu itu seperti anak dua puluh tahun," Stevan menekan pada kata dua puluh tahun. "Lagipula hanya untuk tiga bulan. Cobalah bekerjasama dengan Orlyn. Anggap saja latihan bagi kamu untuk menilai kinerja karyawan perusahaan. Itu akan sangat membantu saat kamu mengambil alih perusahaan"

"Oh ayolah Evan, berapa kali gw udah bilang. Gue ga niat sama sekali memimpin perusahaan. Lagian perusahaan ini akan lebih baik di tangan lu,"

"Rey, sudah cukup kamu membuang-buang waktu dan bersenang-senang dengan tujuan yang tidak jelas,"

"Hey, tujuan ga jelas gimana? Gue cuma mau menikmati hidup. Jangan kaku-kaku amat bro," Ucap Ryan.

"Apa kamu tidak kasihan dengan Uncle? Dia sudah mau pensiun dan menikmati masa tuanya," Stevan mencoba kembali meyakinkan Ryan.

"Gw ga pernah larang Daddy berenti kerja. Bagus malah. Jadi Daddy bisa punya lebih banyak waktu buat nemenin Mami dan cucunya," Jawab Ryan tidak mau kalah.

"Tapi perusahaan ini juga hidupnya Uncle. Uncle tidak akan bisa meninggalkan perusahaan begitu saja, tanpa ada yang bisa dipercaya untuk menanganinya,"

"Kan udah ada lu, jadi kenapa harus khawatir?," Ryan mulai jengah karena Stevan selalu membahas soal mengambil alih perusahaan.

"Saya punya perusahaan sendiri untuk diurus Rey," Sudah tiga tahun ini Stevan meninggalkan perusahaannya miliknya sendiri di Ohio, karena memenuhi permintaan pamannya.

Stevan sendiri sesungguhnya memang berdarah campuran Indonesia dan Amerika. Ayah Stevan yang berkebangsaan Amerika, adalah adik dari Ibu Ryan. Waktu kecil, Stevan sempat tinggal bersama keluarga Ryan hingga lulus SD. Kemudian baru pindah ke Amerika dan menetap di sana, hingga pamannya meminta Stevan pulang ke Indonesia tiga tahun yang lalu.

Tapi semenjak Ryan mulai bekerja di Nexpharma, Stevan merasa sudah saatnya dia kembali ke Ohio. Hanya saja, sebanyak apapun dia berusaha meyakinkan Ryan, sebanyak itu pula Ryan akan menolak dan menghindar.

"Disana kan sudah ada Charlie yang urus perusahaan lu?" Stevan menarik nafas panjang, karena Ryan selalu bisa mengembalikan perkataannya.

"Charlie menghubungi saya, dia mengatakan akhir-akhir ini kondisi perusahaan sedang tidak stabil. Dia minta saya untuk segera kembali ke Ohio," Jelas Stevan.

"Kalau itu sih gampang, biar gue aja yang berangkat ke Ohio bantuin Charlie disana, sampe perusahaan disana stabil. Entar kalo udah stabil, baru gue balik lagi kesini bantuin lu disini," Ryan bicara dengan semangat. "Lagian, gue juga udah kangen sama anak-anaknya kak cathrine,"

Catherine adalah kakak perempuan Ryan yang menikah dengan Charlie dan menetap di amerika.

Ryan dan Cathrine hanya dua bersaudara. Jadi ketika Cathrine memutuskan menjadi warga negara Amerika, mengikuti kebangsaan suaminya, orang tua mereka hanya berharap pada Ryan agar mau mengambil alih perusahaan.

Sebetulnya, Ryan anak yang berkompeten untuk memimpin perusahaan sebesar Nexpharma. Bagaimana tidak, di usia dua puluh tiga tahun, Ryan sudah menyelesaikan pendidikan pasca sarjana di bidang bisnis, di salah satu universitas terkemuka di Amerika. Akan tetapi, setelah itu bukannya kembali ke Indonesia, dia malah memilih bekerja dan tinggal di Amerika.

"Sampai kapan kamu akan terus lari dari tanggung jawabmu? Bagaimanapun, perusahaan ini beserta kesejahteraan seluruh karyawan ada ditangan kamu. Sudah waktunya kamu serius memikirkannya," Ucapan Stevan lagi-lagi hanya dibalas decakan oleh Ryan. Niat Ryan mendatangi Stevan, untuk memprotes keputusan Stevan menunjuk Zeva menjadi kepala divisi, malah berujung dengan dia sendiri yang dinasehati.

"Ah udah lah, gue harus balik keruangan gue. Gue mau bekerjasama dengan orang pilihan lu," Ucap Ryan sarkas. Dia langsung berdiri dan meninggalkan ruangan Stevan dengan wajah kesal.

Stevan hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuan adik sepupunya itu. Lagi-lagi dia gagal meyakinkan Ryan. Stevan hanya bisa memijat dahinya, merasakan denyutan akibat kelakuan Ryan.