Chereads / My Boss My Enemy / Chapter 4 - Bab 4

Chapter 4 - Bab 4

Sesungguhnya Zeva sangat senang dengan penunjukkan dirinya sebagai kepala divisi menggantikan Hendri. Namun, ia merasa bebannya bertambah hingga berkali-kali lipat, dikarenakan penujukkan itu disaat tengah terjadi kekacauan. Selain itu, tidak akan ada serah jabatan dari kepala divisi sebelumnya. Jadi dia harus meraba-raba sendiri pekerjaan yang harus diselesaikan sebagai kepala divisi.

"Maaf Pak, saya tidak setuju Orlyn ditunjuk sebagai pengganti Hendri. Masih banyak yang lebih berkompeten daripada dia," Belum sempat Zeva buka suara, Ryan sudah menyambar terlebih dulu.

"Ini hanya untuk sementara Ryan. Hal ini yang paling logis, karena Orlyn yang paling memahami product ini," Stevan memberi penjelasan.

"Tapi Pak, selain menangani permasalahan terkait product baru kita, ada banyak pekerjaan yang belum terselesaikan oleh Hendri," Ryan mencoba meyakinkan Stevan bahwa keputusannya tidaklah tepat.

Stevan memang bisa membuat keputusannya sendiri, tanpa harus berdiskusi ataupun membutuhkan persetujuan Ryan terlebih dahulu. Mengingat Stevan adalah salah satu orang yang penting di perusahaan, karena selain memiliki jabatan sebagai direktur marketing and product, dia adalah keponakan dari pemilik perusahaan. Meski begitu, Ryan juga merasa dia punya hak untuk memberikan masukan terkait bawahannya.

"Kamu tidak perlu khawatir Ryan. Saya sudah mengetahui track record Orlyn, jadi saya rasa dia sangat bisa mengatasinya. Setelah masalah ini selesai, kita baru akan mengevaluasi kembali posisi kepala divisi product. Jadi, saya harap kamu dan Orlyn bisa saling bekerjasama sebaik mungkin," Ucap Stevan tegas tidak mau dibantah. Baik Ryan maupun Zeva hanya bisa menjawab iya atas perintah Stevan.

Melihat ekspresi tidak suka Ryan, membuat Zeva merasa bahwa pekerjaan yang menunggunya di depan akan semakin sulit, karena harus bekerjasama secara langsung dengan atasan seperti Ryan yang sama sekali tidak menyukainya.

"Dan untuk Pak Muchlis, tetap cari keberadaan Hendri sampai ketemu dan kumpulkan bukti-bukti kecurangannya," Perintah Stevan kepada manajer SDM, yang langsung disanggupi oleh pria paruh baya tersebut.

"Baiklah, rapat hari ini kita akhiri dan akan kita lanjutkan dua hari lagi," Ucap Stevan, kemudian langsung meninggalkan ruang rapat. Setelah itu satu persatu peserta rapat yang lain ikut keluar ruangan.

Reflek Zeva menarik napas panjang. Setidaknya, dia sudah melewati satu masalah hari ini. Dia jadi teringat tatapan menghakimi dari orang-orang kantor di loby, saat dia baru tiba di kantor tadi. Pasti mereka mengira bahwa dialah penyebab kebocoran data di perusahaan. Setidaknya, setelah ini orang-orang tidak akan menghakiminya lagi. Karena memang sudah menjadi rahasia umum, kalau berita sekecil apapun di perusahaan ini, pasti dengan cepat menyebar diantara para karyawan. Zeva juga yakin, kalau hasil rapat kali ini juga akan menyebar ke seluruh karyawan dalam hitungan jam, bahwa dia bukanlah penyebab kekacauan yang terjadi.

"Orlyn, tunggu dulu," Panggilan Ryan menghentikan langkah Zeva yang tengah bersiap keluar ruangan. "Satu jam lagi kamu ke ruangan saya. Jangan lupa, bawa semua data-data terkait product tersebut. Saya mau, kamu sudah siap dengan data dari semua divisi dibawah naungan divisi product," Lanjut Ryan sambil membereskan semua file-file diatas meja dan laptopnya. Tanpa dia sadari, diseberang meja Zeva tengah menatapnya dengan aura seorang pembunuh. Setelah membereskan barang-barang miliknya, Ryan langsung keluar ruangan dengan melirik Zeva sekilas dan melemparkan tatapan tidak suka.

"Azka, Rahmat," panggil Zeva kepada dua rekannya setelah Ryan meninggalkan ruangan.

"Ya.. ?!" sahut keduanya hampir berbarengan.

"Gue minta kopian laporan dari lu berdua dong. Sekalian, gue minta bantuan kalian untuk mempelajari laporan kalian. Kalian denger sendiri kan, gue cuma dikasih satu jam buat mempelajari semua berkas itu," Ucap Zeva sambil menarik nafas panjang dan menghembuskannya kasar.

"Siap.. nanti gue bawa laporannya ke ruangan bu boss," Sambar Azka sambil memberikan kerlingan jahil.

"Ah lu Ka.. gue lagi pusing lu malah becanda," Jawab Zeva sambil memanyunkan bibirnya.

"Ih.. sensi amat lu.. Santai non, ga usah di bawa pusing. Pak Bos biar kata galak begitu, banyak cewek di kantor ini yang rebutan untuk bisa deketan sama dia lho. Bersyukur lu harusnya," jawab Azka sambil terkekeh.

"Au ah. Ambil dah tu cowok buat mereka, gue mah ogah. Lagian yah, tu orang tiap hari, sarapannya bara anget kali yah. Nyembur hawa panas mulu bawaannya," Ucap Zeva yang langsung semangat, kalau membicarakan kejelekan Ryan.

"Ya udah, lu tinggal bawa jagung ajah. Lumayan kan, tiap hari makan jagung bakar ga perlu repot-repot nyalain bara," Jawab Azka semain tertawa lepas, yang dibalas dengan tampang jengah dari Zeva.

"Gue balik ke ruangan duluan Lyn. Nanti gue anter ke ruangan lu kopian laporan yang gue buat," Sambar Rahmat, yang memang orangnya lebih kalem dan serius, dibanding Azka yang konyol dan suka bercanda. "Oh ya, selamat buat sidangnya hari ini. akhirnya selesai juga tesis lu," Lanjut Rahmat sambil mengulurkan tangannya menjabat Zeva.

"Thanks," Ucap Zeva sambil menyambut uluran tangan Rahmat.

"Gue duluan," Lanjut Rahmat lagi, kemudian langsung keluar ruang rapat meninggalkan Azka dan Zeva.

"Oh ya, selamet yah calon Ibu Apoteker," Azka menyodorkan tangannya menjabat tangan Zeva dan dibalas ucapan terimakasih dari Zeva. "By the way, gue juga langsung balik ke ruangan gue dulu deh Lyn. Mau nyiapin kopian data yang lu minta tadi," Lanjut Azka yang hanya dijawab anggukan oleh Zeva.

Zeva kemudian menyusul keluar ruang rapat, melangkahkan kaki dengan gontai menuju ruangannya. Tidak ada semangat sama sekali, seperti yang biasa Zeva tunjukkan saat dia sedang bekerja. Hari ini, sepertinya terlalu melelahkan bagi Zeva.