Bila malam selalu bercerita tentang hujan yang menyapa maka pagi akan bertanya kenapa harus hujan dimalam hari sedangkan kala pagi sepertiku ini datang semuanya menjadi redup bagai tak terjadi apa-apa. Langit menjawab dengan indahnya sembari tersenyum dengan rona yang membuat setiap wajah berseri. Ketahuilah duhai pagi, hujan tak ingin menyapamu karena engkau terlalu indah untuk terbasahi. Dan sangat berbeda dengan malam yang gaduh, selalu saja bercerita tentang muram yang bersama kelam. Engkaupun tahu bahwa malam berteman hitam yang jarang bisa untuk dipahami. Sedangkan engkau wahai pagi, selalu bercerita tentang keceriaan serta pengalaman yang bertabur warna. Tatkala fajarmu mulai terlihat maka semua mata akan memanjatkan syukur begitu pula tatkala senjamu telah menyapa langit indah. Itulah jawaban langit atas tanya sang pagi yang selalu saja mencurigai malam. Padahal, sejatinya semua menyimpan makna bagi diri masing-masing.
Dan untuk dirimu duhai bidadariku, kini tidak ada lagi tanya yang harus terjawab. Karena semuanya telah tersingkap. Apa yang tersembunyi kini telah nyata tidak bersama sepi lagi. Engkau telah tahu sandiku. Begitu pula isyaratku yang menyembunyi dalam barisan huruf yang terputar-putar bersama kalimat penyampai rasa. Bidadariku, tengoklah langit dikala malam ini, maka akan kau lihat banyak bertaburan bintang-bintang yang tersamar kemerlapnya. Begitupula dengan rembulan hanya sebentar memberikan sapa kepada bumi malam yang sedikit tandus ini. Ketahuilah bidadariku, itu semua adalah tanda kerinduan yang sekian lama tersimpan namun terlampau malu untuk tersemai. Dan saat ini engkau telah tahu semua itu. Kini setiap tulisan pada bait-bait langit yang tersembunyi sedikit demi sedikit telah mulai nampak pada jalan yang pasti untuk bersamamu. Entah kenapa, keyakinanku akan dirimu yang dulu kini semakin menguat tatkala dulu engkau berjanji bersamaku sebelum jagad ini tercipta, bahkan sebelum hari-hari, bulan sampai tahun tertentukan oleh manusia-manusia.
Duhai bidadariku. Aku saat ini tidak ingin terlalu terbentang dengan luasnya laut bahkan dengan panjangnya sungai yang mengalir. Yang aku inginkan saat ini adalah cerahnya langit bersamamu yang selalu nampak indah berseri dengan senyum menyejukkan hati. Ketahuilah bidadariku. Asaku telah melebur bersama rasaku yang merinduimu hingga tak telihat lagi bui yang bertaburan menandakan diksi penentu dalam bait puisi. Karena dirimulah semua diksiku.