Chapter 3 - BAB 3

Malam ini setiba saja aku teringat canda'an ketika kita berdua saling bertanya "Apakah kamu menyukaiku?". Dengan diam kamu menjawab tertunduk bersama senyum yang berseri. Dan itu tidak akan bisa aku lupakan. Momen yang paling membuat jantungku berdetak kencang. Sampai suara ombak yang terhempas karang tidak bisa terdengar olehku. Dengan menoreh malu saling menatap tanpa henti disapa angin yang berhembus lembut. Kita berdua saling bertentang mata. Iya, waktu itu. Entah kenapa suaraku tidak bisa keluar seperti biasa. Tangan dan kakiku tidak bisa berhenti bergetar sehingga aku pun memilih untuk tetap duduk menatap pantai. Kamu yang waktu itu menulis dengan ceria diatas pasir pantai. Dengan sembunyi aku melirik dari jauh. Sungguh, tidak pernah aku sangka. Ternyata kamu menulis namamu dan namaku di sana. Dan kini nama kita berdua telah terhapus disapa ombak kala matahari terik sampai pada tulisan itu. Nama kita berdua telah tergerus arus mencapai palung di kedalaman lautan. Tidak bersisa bekas dipinggiran pantai itu.

Iya, nama kita berdua telah terhapus masa dan tersimpan pada ingatan kita masing-masing. Entah, saat ini kamu sedang memikirakanku atau tidak aku pun tidak tau. Tapi, yang jelas aku tiba-tiba mengingat hal itu kala menyendiri. Mengingat senyum mu, canda mu bahkan mengingat kala kamu sudah cemberut. Asli, aku sampai ketawa sendiri mengingat itu semua. Tapi, aku tau itu hanyalah sebatas kenangan yang telah berlalu seperti tulisan mu di pinggir pantai waktu itu. Terbawa arus dan pergi menjauh. Bahkan saat ini telah menghilang bersama waktu. Aku pun dibuatnya berpikir, andaikan waktu itu aku tidak cerobah dengan sikap ku. Mungkin aku tidak akan kehilangan kamu. Tapi, sudahlah. Itu memang suratan takdir yang harus aku jalani. Dan kini, mungkin kamu sudah sangat bahagia dengan dia. Memadu kasih tanpa harus merasa takut akan waktu. Aku sampai lupa mengucapkan selamat bahagia dan menempuh hidup baru untuk menjadi istri yang Solehah kepadamu. Sungguh, bukan aku sengaja untuk tidak mengucapkan salam perpisahan denganmu dan melepasmu bersamanya. Hanya saja, waktu itu, kamu pun sudah tau bahwa diriku telah hancur berkeping-keping dengan pilihanku yang salah. Aku harap kamu maklum.

Bidadari tersembunyiku. Kini aku tidak bisa berucap terlalu banyak kepadamu. Karena kamu telah menjadi bidadari buat pria lain. Jadi, izinkan aku hanya untuk mengingat kepingan-kepingan manis bersamamu dan menelan pahit pilihanku waktu itu. Entahlah, rasanya dunia ini sedang mengamuk sampai membuat pikiranku kacau. Seperti embun yang jernih tanpa noda tersapa hujan hingga menghempaskan diri ketanah. Mungkin rasanya sakit. Dan anehnya di awal bulan ini perlahan semua teringat jelas. Dimana saat aku berpaling dan dirimu menangis tanpa henti. Aku yang masa bodoh tidak menengok sedikit pun kebelakang. Bahkan untuk menyapamu aku merasa malu. Hingga takdir berkata lain kepadaku. Kebahagiaan yang ku kira akan bisa aku raih. Kini telah menjadi bahagiaku dengan cinta sepenuh hati yang dia miliki untukmu. Bidadariku, satu tahun bukanlah usia yang sangat muda. Dan aku sadari itu semua sekarang ini. Ternyata waktu bersamamu begitu berarti hingga membuat lelahku terobati. Itu terjadi waktu aku dan kamu masih menjadi satu paduan dalam satu kata. Tapi, kini telah berbeda. Aku berjalan pada jalanku yang tidak aku tau. Akan berujung kemana dan singgah di mana. Sedangkan dirimu, kini telah singgah bersamanya beratapkan syurga yang dijanjikan oleh yang maha kuasa dan pemilik cinta sejati. Bahagiakan selalu. Dan terimakasih untuk beberapa hari yang lalu kamu telah menyempatkan diri untuk menanyakan keadaanku. Tetaplah menjadi cahaya untuk pasanganmu. Dan terangilah dirinya kala gelap menyapa bahkan ketika badai telah menggoyahkannya. Jadilah pondasi yang kuat agar ia bisa menghadapi hari-hari. Jangan terlalu cerewet dan cepet ngambekan seperti dulu. Karena sekarang kamu sudah menjadi seorang istri dan calon ibu. Semoga kita bisa bertemu lagi dengan pasangan halal kita masing-masing.