Chereads / JANGAN PERGI CINTA / Chapter 4 - PENGAKUAN ALIYA

Chapter 4 - PENGAKUAN ALIYA

Flashback On

Eva mendengar ada seseorang yang muntah-muntah di kamar mandi. Kebetulan kamar mandi di rumahnya hanya ada 2. satu berada di kamarnya dan satu lagi di luar untuk kamar mandi keluarga. Eva mendengarkan dari luar ternyata Aliya yang sedang muntah muntah. Eva merasa khawatir terjadi apa-apa dengan Aliya.

"Aliya.... Aliya. kamu tidak apa-apa nak?"

"Tidak apa-apa mah." Aliya keluar dari toilet, Eva melihat Aliya nampak begitu pucat.

"Kamu pucat sekali nak. Kamu sakit?" Baru saja dia ingin menjawab, rasa mual itu kembali muncul. Eva masuk kembali ke dalam toilet.

"Hoek... Hoek.. Hoek.. Eva memijit tengkuk Aliya. Berharap putrinya ini lebih baik.

"Mama antar ke rumah sakit ya."

"Tidak usah mah. Aku baik-baik saja.." belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, Aliya sudah jatuh pingsan terlebih dahulu.

"Papa.... Papa... Aliya pingsan Pa." Arman yang sedang menonton televisi, kaget dengan teriakan sang istri.

"Ada apa Mah? Astaghfirullahaladzim. Aliya kenapa dia?"

"Tidak tahu pa. Tiba-tiba saja dia pingsan."

"Ayo mah kita bawa ke rumah sakit saja." Arman segera mengeluarkan mobil dari garasi, Ia lalu membantu Eva mengangkat Aliya ke dalam mobil. Mereka sangat khawatir dengan keadaan putrinya yang tiba-tiba saja pingsan.

"Apa yang terjadi pada Aliya ya Pa? "

"Kita tunggu saja hasil pemeriksaan dokter ya Mah. Semoga Aliya tidak apa-apa." mereka berdua tampak panik di luar ruangan. Menunggu pemeriksaan dokter.

"Keluarga Nona Aliya."

"Saya orang tuanya dok." Ucap Arman dan Eva bersamaan saat perawat memanggil mereka.

"Oh kalian orang tuanya, mari silakan masuk. Dokter ingin berbicara dengan kalian." Arman dan Eva mengikuti perawat masuk ke dalam ruang praktek dokter. Mereka melihat Aliya sudah mulai sadarkan diri.

"Silakan duduk Pak, Bu."

"Putri kami sakit apa Dok?"

"Bapak dan Ibu, putri anda tidak sakit. Tetapi sedang hamil."

"Apa hamil?" Eva dan Arman merasa syok dengan apa yang baru saja mereka dengar. Mereka melihat Aliya sekilas yang tampak menitikkan airmata.

"Pah, Cobaan apalagi ini. Bagaimana bisa Aliya hamil?" Eva hanya bisa menangis.

"Kita bicarakan di rumah saja ya mah." Arman mengajak Aliya dan Eva pulang, mereka harus menyelesaikan masalah ini secepatnya. Mereka tidak menyangka Putri mereka yang selama ini terlihat menurut, dan jarang keluar rumah, ternyata malah melakukan tindakan yang melebihi batas.

Eva hanya bisa menangis sepanjang perjalanan. Aliya merasa bersalah kepada kedua orangtuanya. Kalau saja dia bisa menjaga dirinya, mungkin dia tidak akan mengecewakan orang tuanya seperti ini.

"Aliya, Kenapa kamu bisa melakukan perbuatan seperti ini? Apa kamu tidak punya iman?" Arman terlihat begitu marah.

"Maafkan Aliya Pa. Aku khilaf. Maaf aku sudah mengecewakan kalian."

"Jelas kami kecewa Aliya. Apa yang kamu perbuat ini sangat memalukan. Kamu tidak takut sama Allah?"

"Mama tolong maafkan Aliya Mah." Aliya berlutut di hadapan mamanya berharap Mamanya mau memaafkannya.

"Dengan siapa kamu melakukannya Aliya? Siapa laki-laki brengsek yang menghamilimu?" Arman terlihat sangat emosi, dia tidak terima ada laki-laki yang menghancurkan masa depan anaknya. Entah mereka melakukannya suka sama suka atau tidak yang jelas dia kecewa dengan Aliya dan laki-laki itu.

"Cepat katakan Aliya! Dengan siapa kamu melakukannya?" Aliya tertunduk lesu, dia ingin mengatakan yang sebenarnya, tetapi sampai sekarang Vano menghilang tanpa jejak. Haruskah dia hamil seorang diri? tanpa suami? saat ini hanya satu nama yang ada di pikirannya untuk bisa menolongnya. Dia yakin laki-laki itu pasti mau membantu.

"Bima Pa." Aliya mengatakan itu sambil menangis karena sebenarnya dia tidak tega mengatakan hal ini.

"Astagfirullah! Bima? Selama ini papa percaya dia bisa menjagamu tetapi kenapa justru dia yang menghancurkan kepercayaan Papa."

"Maafkan kami Pah."

"Tidak Aliya! Papah tidak akan pernah memaafkanya. Dia harus bertanggung jawab atas kehamilanmu. Ayo sekarang juga kita ke rumahnya Satya. Buah memang jatuh tidak jauh dari pohonnya. Satya dulu seperti itu sekarang Anaknya juga seperti itu." Tanpa sadar Arman mengatakan rahasia yang selama ini dia simpan. Hanya karena dia kesal dengan Bima. Dia tahu kalau Satya dan Indira menikah karena hamil di luar nikah. Karena mereka dulu berteman waktu sekolah SMA.

Flashback Off

Aliya duduk di pinggiran ranjangnya, Dia sangat merasa bersalah kepada Bima. Dia melihat Bima begitu marah terhadapnya. Sudah dua hari dia berada di kamar, mama dan papanya juga tidak mau berbicara dengannya. Eva hanya meninggalkan makanan di depan kamarnya. Aliya merasa bersalah, dia sudah membuat banyak kekacauan. Entah bagaimana nasib Bima sekarang di hadapan papa dan Mamanya. Dia harus menanggung akibat dari kesalahan yang tidak pernah dia perbuat.

'Sahabat macam apa aku ini? Padahal selama ini Bima sangat baik padaku. Tetapi aku malah menghancurkan hidupnya. Harusnya aku menanggung kesalahanku sendiri dan tidak melemparkan tanggung jawab kepada Bima.'

Setelah makan siang, Aliya mengambil jaket dan tasnya. Dia bertekat akan menjelaskan kepada orang tuanya Bima tentang kesalahpahaman ini. Tak lupa Aliya membawa beberapa baju yang akan dia bawa untuk kabur dari rumah karena dia memang sudah memutuskan untuk pergi dari rumah.

'Semoga saja orang tuanya Bima mau percaya dengan ucapanku. Dan semoga saja Bima mau memaafkan kesalahanku.'

Aliya pergi dari rumah mengendap-endap. Tanpa sepengetahuan mamanya. Dia pergi menggunakan ojek, untuk sampai di rumah Bima membutuhkan waktu kurang lebih dua puluh menit.' Semoga saja mamanya Bima sudah pulang. Agar aku bisa menjelaskan semua kesalahpahaman ini'. Dan semua berawal dari perkataannya yang tidak benar.

Aliya beberapa kali menelpon Bima sejak kejadian itu, tapi Bima selalu menolak panggilan darinya. Dia tahu Bima begitu marah padanya. Beberapa hari dia memikirkan hal ini, dia akan mengakui kesalahannya karena telah memfitnah  Bima.

Ting tong ting tong!!

Aliya kini telah sampai di rumah orang tuanya Bima. Dengan rasa takut dia menapakkan kaki di rumah ini. Tetapi dia harus melakukannya. Dan benar dia harus belajar berani untuk melakukan sesuatu dan kali ini Dia akan berani untuk mengakui kesalahan di depan orang tuanya Bima. 'Lebih baik aku hamil tanpa suami daripada aku harus kehilangan sahabat seperti Bima.'

Ceklek..

Betapa terkejutnya Indira saat membuka pintu dan berdiri sosok Aliya di sana. Dia masih marah kepada Aliya dan Bima.

"Mau ngapain kamu ke sini? " ucap Indira ketus.

"Maaf Tante kalau saya mengganggu, tetapi ada hal penting yang harus saya sampaikan kepada tante."

"Ayo masuk." Aliya menunduk, dia tidak berani menatap mata Indira. Bibirnya terasa kelu, tak mampu mengatakan sepatah katapun ketika berhadapan dengan mamanya bima.

"Apa yang mau kamu bicarakan?cepat katakan. Saya tidak punya banyak waktu."

"Maaf Tante, saya ke sini ingin menjelaskan sesuatu hal, sebenarnya anak yang saya kandung itu bukan anaknya Bima. Maaf karena saya sudah memfitnah Bima. Karena saat itu saya benar-benar kacau. Orang yang menghamili saya pergi entah kemana. Dia sama sekali tidak bisa dihubungi sampai sekarang."

Indira terkejut mendengar pengakuan Aliya. Padahal sampai sekarang dia tidak mau bicara dengan Bima sejak kejadian itu. Dan bisa bisanya Aliya tiba-tiba datang dan mengaku kalau dia telah memfitnah Bima. Orang tua mana yang tidak merasa dipermainkan. Dia sungguh kecewa kepada Aliya mana."

"Apa kamu bilang? kamu memfitnah anak saya? Bukankah selama ini kalian adalah sahabat? Bahkan sampai sekarang saja aku masih marah sama dia. Dan aku belum bicara dengannya karena kesalahan yang dia perbuat. Dan sekarang dengan seenaknya kamu bilang bahwa kamu telah memfitnah dia? Mana yang harus saya percaya? "

"Maafkan saya ya Tante. Sekali lagi saya mohon maaf. Tolong jangan marah sama Bima lagi. Saya janji saya tidak akan mengganggu Bima lagi. Mulai sekarang saya akan pergi dari kehidupan Bima. Saya sudah mengecewakan orang tua dan sahabat saya. Jadi saya mohon maafkan saya Tante. Dan tolong jangan marah lagi pada Bima."

Aliya berdiri lalu hendak mencium tangan Indira. Wanita berwajah sayu itu hanya diam sambil meneteskan air mata. Dia menyesal tidak mempercayai anaknya sendiri. Harusnya dia tahu Bima tidak sama dengan Satya. Harusnya dia tahu kalau Bima tidak akan mengecewakannya.

"Aliya pamit dulu tante. Salam buat bima." Indira memgangguk. Indira hanya bisa memandang punggung Aliya yang meninggalkan rumahnya. Setelah ini dia akan minta maaf kepada Bima karena sempat tidak mempercayai putranya.