Zivana menunggu Bima hampir setengah jam. Sesekali dia menoleh ke kanan dan ke kiri mencari sosok Bima namun tak kelihatan batang hidungnya. Zivana lupa kalau dia punya jadwal mata kuliah Bima. Gadis itu mengambil kertas jadwal kuliah Bima yang sengaja ia salin dari temannya yang satu kelas dengan Bima.
'Oh ternyata lagi kuliah. Tapi ngapain dia menyuruh aku menunggunya sih? Ngapain juga dia mau menebus kesalahannya?Kalau aku menunggunya di sini, takutnya dia mengira aku cewek apaan gitu. Karena mau saja disuruh menunggunya di sini. Apa lebih baik aku pergi saja dari sini ya? Iya deh aku pergi saja.' Baru saja Zivana beranjak dari duduknya, hujan turun sangat lebat.
"Ya Allah bagaimana aku bisa ke parkiran kalau hujan begini? mana tidak bawa payung lagi." Zivana akhirnya duduk kembali di tempat duduknya. Sambil menunggu hujan reda, Zivana memainkan ponselnya. Dia tiba-tiba ingin menghubungi kakaknya.
"Halo Assalamualaikum Kak, Bagaimana kabar kakak?"
"Waalaikumsalam, kakak baik-baik saja di sini. Bagaimana cuti kuliahku? apakah sudah di acc?"
"Sudah Kak. Aku menunggu lama sekali tadi. Untuk sementara aku hanya bisa mengajukan cuti selama satu semester. Kakak Kenapa sih harus pergi lama sekali? "
"Sudahlah Zi, tidak usah banyak nanya."
"Ayah dan bunda kemarin menanyakan kakak, aku bingung harus menjawabnya bagaimana."
"Mereka sudah pulang dari umroh ya?"
"Sudah Kak. Dan mereka menanyakan Kakak. Kalau ada masalah cerita donk kak. Aku harus bilang apa sama Ayah dan bunda?"
"Bilang saja kalau Kakak sedang berlibur di Singapura ditempatnya Om Farhan."
"Tapi Ayah dan Bunda Tidak percaya Kak. Mana ada berlibur sampai harus cuti satu semester."
"Sudah ah Zi, Bilang saja seperti itu. Ayah dan bunda tidak akan mungkin memarahimu gara-gara Kakak.
"Kakak akan bicara jika waktunya sudah tepat. Sementara ini aku ingin menjauh dulu."
"Ya sudah terserah Kakak, kalau ada apa-apa kasih tau aku ya."
"Oke adikku yang cantik. Udah dulu ya salam buat Ayah dan Bunda."
Devano menutup sambungan teleponnya sepihak. Sebenarnya dia masih ingin bicara banyak dengan kakaknya, ia masih penasaran Apa yang membuat Devano sampai harus cuti kuliah dan pergi dari Indonesia. Dan bukan untuk waktu yang singkat namun satu semester dia akan berada di negara Singapura itu.
Zivana pusing sendiri memikirkan kakaknya. Ia lalu melihat keadaan di sekelilingnya, ternyata hujan belum juga reda. Bagaimana caranya agar dia bisa sampai ke parkiran tanpa basah kuyup? Sedangkan untuk sampai di tempat itu ia harus melewati beberapa ruang terbuka dan tidak ada peneduhnya. Dia Bisa basah kuyup sampai di parkiran kalau dia nekat ke sana karena.
'Tumben juga ga ada temen yang dikenal lewat sini. Hufft.'
Zivana kembali memikirkan Bima. Laki laki yang sejak ia menginjakkan kaki di kampus ini telah menarik perhatiannya. Namun Zivana tidak pernah berani untuk menarik perhatian Bima. Dia hanya bisa menyimpan rasa sukanya dalam diam. Zivana percaya kalau memang dia berjodoh dengan Bima, suatu saat nanti Allah akan menyatukan mereka.
Zivanna paling anti dengan pacaran. Bahkan dari dulu dia tidak pernah mengenal kata pacaran. Bisa dibilang dia benci dengan yang namanya pacaran. Sejak dulu dia melihat kakaknya seringkali menyakiti perempuan, bergonta ganti pacar. Zivana takut kalau dia nanti jatuh cinta pada laki-laki, juga akan mengalami hal seperti yang kakaknya lakukan pada beberapa wanita.
Saat Zivana mulai beranjak dewasa, yang mulai belajar agama. Di situlah dia tahu bahwa dalam agama Islam tidak mengenal pacaran. Oleh sebab itu Zivanna bertekad akan mengenal laki-laki dengan cara ta'aruf. Setidaknya dia akan menemukan laki-laki uang benar-benar serius mengajaknya menikah. Dan bukan untuk sekadar pacaran.
Tapi nanti setelah dia menyelesaikan kuliahnya. Itulah cita-citanya dia ingin membahagiakan kedua orang tuanya. Kakaknya selama ini sudah banyak mengecewakan kedua orang tuanya, Zivanna bertekat untuk bersekolah dengan benar dan meraih cita-citanya agar kedua orang tuanya bisa bangga padanya.
Walaupun dibesarkan di keluarga yang berada, Zivana tidak pernah berlebihan memanfaatkan fasilitas dari kedua orang tuanya. Bahkan dia pergi ke kampus dengan mengendarai motor. Tidak pernah diantar sopir pribadinya meskipun sebenarnya dia bisa melakukannya. Ia hanya ingin bisa menjadi wanita yang mandiri dan terbiasa bekerja keras. Cinta bukan satu-satunya prioritas dalam hidupnya. Baginya prestasi dalam pendidikan dan mendapatkan pekerjaan yang mapan, adalah tujuannya untuk membahagiakan kedua orang tuanya. Itu adalah cita-citanya saat dia akan masuk kuliah.
Tapi lain cerita ketika dia menjadi mahasiswa baru dan bertemu dengan Bima yang juga mengikuti kegiatan mahapala. Cinta yang tadinya ingin ia rasakan setelah lulus kuliah, rupanya datang dengan sendirinya saat bertemu Bima yang begitu dewasa dan sangat menghormati wanita.
"Zivana." Panggil seorang laki-laki yang akhirnya membuyarkan lamunan Zivana tentang cita-citanya. Dan saat dia menoleh, ternyata sudah ada sosok Bima yang gagah, tampan dan Sholih berdiri di sana.
"Eh Bima." Zivana terlihat malu saat berhadapan dengan Bima, Padahal mereka sering bertemu di kegiatan yang sama. Namun mereka berdua jarang sekali mengobrol. Hanya jika ada sesuatu yang penting saja mereka baru bertegur sapa. Siapa yang menyangka jika kedua sejoli ini saling menyimpan perasaan yang sama.
"Aku duduk di sini saja ya." Bima yang begitu menghormati seorang wanita, tidak berani duduk bersebelahan dengan Zivana. Dia memilih duduk di kursi yang berseberangan dengan gadis itu.
"Iya silakan. "
"Maaf ya membuatmu menunggu. kamu sudah lama ya di sini?"
"Enggak juga sih. Aku lama di sini karena menunggu hujan reda. Karena aku tidak membawa payung atau jas hujan."
"Kamu mau pulang?"
"Iya tadinya aku mau pulang, tapi karena hujan aku tidak bisa pergi ke parkiran."
"Nanti bareng sama aku saja ke Parkirannya, aku bawa jas hujan kok." Zivanna enggan untuk menjawabnya. Bagaimana mungkin dia bisa berjalan berdua dengan Bima.
"Tidak usah Terima kasih."
"Tenang saja aku bawa jas hujan setelan koq. Nanti kamu pakai saja yang bagian atasnya, sedangkan aku memakai yang bagian celananya. Hanya untuk menutupi kepala kita saja. Tapi kalau nanti sudah reda ya tidak usah."
"Ya semoga saja hujan cepat reda."
"Zi, Sebelumnya aku minta maaf ya atas keteledoran kau tadi pagi. Kertasmu jadi berhamburan kemana-mana. Tadi banyak yang kotor tidak?"
"Alhamdulillah tidak Bim."
"Syukurlah kalau begitu. Aku benar-benar merasa bersalah lho sama kamu."
"Tidak apa-apa kok. Kalaupun ada yang kotor aku bisa mencetaknya lagi."
"Tuh kan aku malah jadi bikin kamu susah."
"Santai aja kali Bim. Beneran aku nggak papa kok."
"Makasih ya Zi. Tadinya aku ingin metraktirmu makan. Tapi hujannya begitu deras.
"Ah tidak usah Bim. Tidak perlu seperti itu."
"Gapapa nanti aku traktir ya. Oh ya tadi pagi kamu mau ke mana? Kalau tidak salah lihat, aku membaca sekilas nama Devano di kertas yang berjatuhan tadi." Zivana tiba-tiba saja terkejut dengan pertanyaan Bima. Haruskah dia menjawab yang sebenarnya bahwa dia adalah adiknya Devano? Sedangkan dia sendiri merasa malu memiliki Kakak seorang playboy seperti Devano. Yang sifatnya sangat berkebalikan dengan dirinya pada.
*******