Seminggu setelah ia membicarakan perihal kerja di perusahaan lain dengan Fall, akhirnya Thella mendapatkan panggilan kerja di sebuah perusahaan besar. Tentu saja ia sangat senang. Meskipun ia pernah bekerja sebelumnya, tapi kali ini terasa beda. Mungkin karena setelah beberapa bulan hanya tinggal di rumah, dan mengalami kebosanan, akhirnya ia bisa berkarir.
"Fall, hari ini aku mendapatkan panggilan kerja," Thella kegirangan, sambil menunjukkan e-mail dari perusahaan yang memanggilnya interview.
"Baguslah, semoga kamu di terima. Sebenarnya, aku sanggup membiayai hidupmu, apapun keinginanmu, aku bisa mengabulkannya. Tapi, karena aku tahu kamu bosan di rumah, jadi bekerjalah. Tapi ingat, jangan sampai terlalu lelah. Jangan ambil pekerjaan berat." Oceh Naufal. sepertinya pria itu sangat mengkhawatirkan Thella.
Thella juga merasakan bahwa Naufal tidak pernah membiarkannya kekurangan. Bahkan, uangnya yang pernah di berikan oleh Fall masih sangat banyak. Belum lagi kartu-kartu yang belum pernah ia gunakan. Seharusnya dia memang tidak perlu bekerja lagi.
"Terima kasih atas pengertianmu, Naufal. Aku tidak merasa kekurangan kok selama jadi istrimu. Kamu sudah memenuhi semua kebutuhanku. Aku hanya ingin punya kesibukan," Thella berusaha untuk meyakinkan Naufal, kalau niatnya bekerja, murni karena dia butuh kesibukan, bukan karena ia merasa tidak cukup dengan uang pemberian suaminya.
"Aku percaya, kamu bukan tipe wanita seperti itu, Thella. Aku berangkat kerja dulu," Naufal mengakhiri sarapannya, bangkit dari duduknya dan mengambil tas kerjanya yang sudah di siapkan oleh Thella di ruang tamu.
"Hari ini kamu lembur, Fall?" Tanya Thella sambil berjalan mengikuti langkah Naufal.
"Masih seperti biasa, maaf Thella, aku harus sesibuk ini untuk bulan madu kita nanti," Naufal menepuk-nepuk kepala Thella pelan. Naufal tahu, apa yang di inginkan istrinya. Dia pasti berharap bisa bersantai berdua sekedar menonton drama.
"Semangat, Fall. Aku selalu mendukungmu," Thella memberikan senyuman terbaiknya untuk Naufal. Dia memang menginginkan Fall ada di rumah bersamanya saat jam makan malam, tapi lagi-lagi ia harus lebih
bersabar. Punya seorang suami yang selalu sibuk bekerja dan kurang ada waktu untuk berdua, harus apalagi, selain menunggu waktu luangnya.
"Terima kasih, sayang. Kamu istri terbaik," Naufal mencium kening Thella sekilas. Meskipun wanita itu baru hadir dalam hidupnya dalam hitungan bulan, tapi ia merasa Thella lebih bisa mengerti dirinya di bandingkan orang lain yang lebih mengenalnya.
Naufal meninggalkan Thella dengan senyuman manisnya, tak lupa ia membunyikan klakson untuk istrinya itu melambaikan tangan dari depan pintu. Entah, apa yang akan terjadi, jika saat malam itu, Naufal salah memilih istri. Hidupnya pasti tidak akan sebahagia sekarang.
Sepeninggal Naufal, Thella segera bersiap untuk wawancara di perusahaan yang baru saja mengabarinya bahwa ia terpilih sebagai salah satu calon karyawati yang di terima.
Ia tentu saja berusaha tampil yang terbaik untuk memberikan kesan elegan saat ia datang ke kantor nanti. Ia berharap, doa yang terselip dalam kalimat datar Naufal menjadi kenyataan. Ia di terima kerja dan bebas dari kebosanan abadi.
Sesampainya di kantor tempatnya wawancara...
"Selamat pagi, betul dengan nona Thella?" Seorang ibu paruh baya menyambut kedatangan Thella. Ia mencoba tersenyum, meski ia merasa wanita itu salah memanggilnya dengan sebutan 'Nona'.
"Betul, Bu. Saya Thella," Sahut Thella berusaha seramah mungkin dengan ibu itu.
"Mari, masuk ke ruangan saya. Langsung kita bahas tentang kontrak kerja," Ibu paruh baya itu berjalan terlebih dahulu, di ikuti oleh Thella yang bertanya-tanya. Dia di undang datang ke perusahaan itu, tapi mengapa ia langsung dapat kontrak kerja? Ini membuat Thella jadi ragu, ia juga takut kalau ada sesuatu yang tidak beres.
"Silahkan duduk, begini, nona Thella memenuhi kualifikasi menjadi seorang sekertaris di perusahaan ini. Nona juga mendapat keistimewaan, lolos tanpa interview. Dalam satu tahun, hanya ada dua kali program lolos tanpa interview. Nona termasuk beruntung sekali," Ibu itu tampak sibuk mencari berkas di dalam sebuah map. Lalu beliau mengeluarkan sebuah kertas yang surat perjanjian kontrak kerja.
"Nona akan menjalani masa percobaan, selama tiga bulan. Dengan gaji delapan juta per bulan. Tapi jika Nona memutuskan kontrak ini sebelum waktunya, akan di kenakan denda sepuluh kali lipat dari gaji anda, silahkan anda pikirkan, mau menerima atau menolak." Terang si ibu, yang sepertinya staf HRD di kantor itu.
Thella berpikir sejenak. Ia tidak terlalu tergiur oleh gaji, karena dalam sebulan, Naufal bisa memberinya dua kali lipat dari jumlah gaji itu. Tapi jika dia tidak bertahan, maka harus ganti rugi sebesar delapan puluh juta, tentu saja itu bukan masalah besar untuk suaminya, tapi bagi dirinya, tentu jumlah itu sangat besar. Tapi kalau hanya tiga bulan, sepertinya dia akan sanggup.
"Baiklah, saya setuju." Thella mengambil berkas itu dan menandatanganinya.
"Keputusan yang bagus, Nona. Mari saya antar ke ruang kerja anda," Wanita itu beranjak dari tempat duduknya,berjalan ke arah luar. Thella kembali mengikuti langkah perempuan itu.
"Nona, ini ruang kerja anda, sebelum itu, saya harus memperkenalkan anda dengan atasan, mari ikuti saya lagi," Thella menurut, terus mengikuti langkah wanita itu. Sampai mereka tiba di ruangan transparan yang menurut Thella sangat besar.
Wanita itu membawa Thella masuk, tampak seorang laki-laki yang tengah menerima telepon menghadap ke sisi ruangan yang lain. Setelah mengakhiri bicaranya, barulah lelaki itu berbalik ke arah mereka.
Thella terkejut, saat mengetahui siapa bosnya. Ia tidak menyangka akan bertemu dengan pria itu di sini, sebagai bosnya.
"Bu Wulan, biarkan kami berdua, saya sudah mengenal dia," Pria itu memberikan perintah kepada perempuan paruh baya yang ia sebut sebagai, Bu Wulan. Dengan patuh, wanita itu membiarkan Thella berada di ruangan itu.
"Thella, apa kabar? Menyedihkan sekali nasibmu, harus bekerja keras hanya untuk mendapatkan uang. Biar ku tebak, suamimu itu pasti sangat kikir,hingga kamu terlantar seperti ini," Pria itu tertawa dan merasa senang melihat Thella ada di hadapannya.
"Kabarku baik. Seharusnya sejak awal aku curiga kenapa aku di terima dengan mudah, ternyata ini.ulahmu, Dev. Asal kamu tahu, Fall tidak seburuk yang kamu kira. Bahkan, dia bisa memberiku tiga kali lipat dari gajiku dalam sebulan. Aku hanya mencari kesibukan," Thella memberikan klarifikasi atas dugaan buruk David terhadap Naufal.
"Dia kan Direktur Utama, perusahaannya besar, kenapa tidak mengajakmu bergabung? Kau tidak di anggap kah?" Tanya David lagi dengan nada mengejek. Rasanya Thella ingin menampar David, jika tidak ingat posisinya sekarang.
"Jangan asal bicara, jika kamu tidak tahu yang sebenarnya. Aku bekerja di luar perusahaan, atas kemauanku sendiri. Dia sudah menawarkanku untuk bergabung, tapi aku yang menolak." Thella menampik dengan tegas dugaan David terhadap suaminya. Pria itu menyeringai, ia tidak percaya dengan ucapan Thella.
"Sudahlah, ceraikan saja pria dingin itu, dan menikahlah denganku, Thella." David menatap Thella dengan penuh harap, Wanita itu berpaling dan mengabaikannya.
"Maaf, Dev. Aku tidak bisa..."